SORE INI aku baru sadar jika aku ini patung.
Seseorang—entah siapa—sudah menaruhku di sebuah kamar berantakan penuh debu dan
poster film (salah satunya ada potret
diri sutradara Bernardo Bertoluci). Setahun sudah aku berada di kamar ini. Kesadaran
singkat yang kemudian membuatku menjadi patung lagi tanpa tahu bagaimana
memahami perasaan telah
menjadi patung apalagi memahami mereka yang
berdiam bersamaku di rumah ini.
Dua menit yang lalu.
Sungguh, hal ini seperti sebuah jaringan komunikasi
yang terputus-putus. Menyesakkan dada dan memaksa rasa hampa mendera jiwaku,
seperti berputar—bikin mual. Kadang, ketika
aku yang sejenak tidak sedang menjadi patung, aku hanya mendengar desahan entah dari anak perawan atau beludak, memekik dan seperti suara menggelinjang. Sesaat kulihat isi kamarnya dari tembok kamarku. Tapi
yang selalu lalu lalang adalah orang-orang asing tanpa gubrisan atau memang karena saja aku ini patung.
Itu terjadi seperti ratusan hari yang merampas
kemerdekaan dan menelan musim, yang kusadari adalah rutinitas yang menjadikanku
ada dan tiada, merasa atau mematung. Sisa meskipun tak ada gunanya atau ada di
antara yang lain namun sia-sia. Aku hanya
diberi kesempatan lima sepuluh menit sebagai seorang manusia, selebihnya
patung.
Aku memang sebuah patung. Di kakiku ada tulisan menempel: ficus 1952. Entah apa maknanya.
-Gang Wora-Wari 18, Januari 2011-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...