Kamis, 21 Juli 2016

Kontol Kuda, Bulu Puki dan Kisah Singkat Lainnya


Yang selalu beta ingat tentang masa kecil adalah selalu ada kue setiap hari di lemari di dapur. Mamatua dan aktivitas memasak memang sonde terpisahkan. Beliau punya 7 anak, jadi sepertinya sudah punya seribu satu akal di dapur, mengolah bahan apa saja menjadi makanan untuk kami semua. Pisang, jagung, ubi jalar atau ubi kayu (singkong) dari kebun dibelakang rumah bisa diolah jadi kue babika (campuran singkong parut, kelapa, gula dibungkus daun pisang dan dioven), dodol jagung (dari sari jagung muda dimasak dengan santan dan gula), nagasari hingga lamet (dua kue ini sudah umum sekali). Sejak dulu, kue solo (cucur) mamatua sudah punya pangsa pasar tersendiri di Kapan. Banyak pelanggan setia bertahan hingga kini. Seingat beta, tepung beras pun masih ditumbuk sendiri, sonde ada rose brand dalam kamus mamatua kala itu. Setiap pulang sekolah, kakak perempuan saya dan mamatua sudah 'puku-paka' dengan lesung dan aluk, tumbuk beras jadi tepung untuk bikin cucur. Sementara beta, si anak bungsu yang cengeng namun super kreatif, berlaku usil pada kakak perempuan yang bersusah payah menumbuk beras. Mamatua terlalu keras padanya kala itu. Sementara beta terus manja. Huh!

Kembali ke kue-kue di dapur mamatua.

Seingat beta (lagi), jenis kue juga bergantung waktu gajian. Di awal gajian kue bolu, biskuit asin atau lemonade dibuat. Kue-kue yang memerlukan banyak telur dan butter. Semakin tanggal jelang tanggal tua, kue yang dibuat ya pisang atau ubi goreng. Paling puncak tanggal tua ya... kue kontol kuda! Iya, serius, namanya kontol kuda. Kue dari terigu, sedikit gula dan garam, dibubuhi soda kue dan sedikit air. Campur adonan jadi super kental mendekati padat (nah untuk bikin kue kontol kuda, proses ini rada susah sebab harus mendapatkan tekstur yang pas untuk mendapatkan bentuk bulat padat ketika digoreng). Kue ini selalu jadi favorit di rumah. Paling pas memang dinikmati dengan kopi panas. Bapatua menanam kopi Kartika (salah satu varian Arabika) di kebun samping rumah, selalu cukup untuk kebutuhan kopi jahe sekeluarga.

Ketika hari ini beta mengirim foto ke Facebook, rupa dari kue kontol kuda, banyak respon ternyata. Antara kaget dengan nama itu hingga yang sudah terbiasa, sebab kue ini juga ada di masa kecil mereka dengan nama berbeda-beda. Ada yang bilang 'kue taro-taro', kue yang asal saja dibuat. Ada yang menyebut 'kue kontol kambing'. Tapi beta pung mamatua dengan tegas bilang nama kue ini kontol kuda! Sejak beta belajar bicara barangkali, kue ini sudah ada di rumah dan mamatua mengajarkan beta bahwa nama kue ini, (sekali lagi) kontol kuda.

Setahun lalu ketika mengisahkan cerita ini kepada tiga orang teman baik beta, kak Rosna, kak Rara dan kak Adi, kami tertawa keras sekali bahwa masing-masing juga punya ingatan akan kue di masa lalu mereka yang namanya tak jauh beda. Misalnya, kak Rosna dengan semangat bilang ada kue namanya bulu puki! Orang NTT tentu saja tahu betul jenis makian seperti itu. Di internet, beta cek, kue itu juga merakyat untuk sebagian wilayah di Indonesia.

Kue kontol kuda, bulu puki dll, senorak atau setercela apapun namanya, mereka tetaplah kue yang merakyat, sederhana dan dekat dengan warga kelas bawah seperti keluarga beta. Masih terbayang ekspresi semua orang rumah ketika mamatua membuat kontol kuda, ketika kami memakannya dengan lahap dan terus meminta mamatua untuk membuat kontol kuda. Sementara ketika beta menyebut nama itu dan menyertakan fotonya di Facebook, reaksinya macam-macam. Kebanyakan pada heboh.


Hei, kontol kuda itu enak. Maksudnya kue kontol kuda itu endes! Yakin... Sonde percaya, mainlah ke lakoat.kujawas.Kopi Mollo dan kue kontol kuda bisa kalian nikmati.




Christian Senda, tinggal di Mollo, Timor Tengah Selatan dan bergiat di lakoat.kujawas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...