Rabu, 25 Juni 2014

Bertemu Keluarga Kudus Dalam Kemiringan Lembah Usapi Sonbai



Seminggu kemarin saya berkesempatan melakukan survey untuk hygiene programnya Save The Children di salam satu SD di desa Bone, kecamatan Nekamese. Lokasinya sekitar 20 km dari Kupang. Harusnya relatif dekat jika akses jalannya bagus. Saya harus menempuhnya selama 1,5 jam dengan motor metic saya. Agak maksa sih karen jalan ke sana tak 100 persen mulus. Singkat cerita 4 hari survey berjalan mulus. Meski harus ‘merayap’ perlahan dengan motor metic saya boleh dihibur sama pemandangan selama perjalanan. Oya, juga keramahan orang Nekamese. 


Sepanjang perjalanan Kupang, lewat Nekamese, Usapi Sonbai hingga Bone, saya sangat tertarik dengan dua tempat menarik di desa Usapi Sonbai. Pertama, kapela mungil bernama St. Theresia dan kedua, plang yang menarik mata saya, taman doa Bunda Allah Usapi Sonbai. Kapela Usapi Sonbai memang menarik perhatian saya sejak mengunjungnya 2 tahun silam. Ketika itu diajak Romo Amanche misa di sana. Setelah itu, sebuah cerpen lahir; Gugur Sepe Usapi Sonbai yang mengantar saya ke Makassar International Writers Festival tahun 2013. Cerpen ini sudah diterjemahkan sama pak John McGlynn dari Lontar Foundation dengan judul Dyewood Tree. Lantas apa sih Taman Doa Bunda Allah itu? Saya pernah dengar jika dulunya pernah ada penampakan bunda Maria di tempat itu lantas dibangunlah taman doa. Letak taman doa 1 km dari kapela Usapi Sonbai, di lereng lembah yang sejuk dengan deretan pohon kasuari, pohon duri dan kusambi. 

Tepat di hari terakhir survey, saya memutuskan mampir ke taman doa itu. Ada tiga titik penting di taman doa Usapi Sonbai; pertama, patung Maria dan patung mater dolorosa di bawah pohon kusambi yang akan menyambut kedatangan kita. Di sebelahnya berdiri salib dengan tinggi 4 meter, yang mengapit sebuah sumur yang sedang kering.  Saya harus menurun lagi 50 meter untuk menemukan lagi titik kedua, sebuah rumah mungil bercat serba biru yang di dalamnya berdiri patung Maria setinggi manusia. Ada toilet umum di pojok barat di bawah rerimbun pohon bambu aur. Di sekeliling nampak rumput dan bebungaan tertata rapi. Saya mampir ke rumah mungil itu dan sejenak berdoa. Lantas berkeliling untuk foto-foto dan secara tak sengaja menemukan titik ketiga yang menarik di bawah rumah mungil. Mengapa menarik? Ada longsor besar menganga di sisi kiri dan kanan, sedangkan di tengahnya berdiri patung keluarga kudus yang sudah miring 20 derajat dan fondasi yang sudah retak sana sini. Wih, saya takjub sebab patung sederhana itu nampak ‘tenang’ meski dalam kemiringan. Angin  sepoi bertiup meninggalkan bebunyian halus di atas bebatang pohon kasuari. Teluk Kupang serupa segaris tipis di depan sana. Sumpah, ini taman doa paling sejuk dan tenang yang ada di Kupang (atau kabupaten kupang).
Tempat ini bisa jadi salah satu tujuan wisata rohani yang potensial di Kupang. Ingin mampir? Silakan.
#AyoKeKupang























Christian Dicky Senda
Blogger, penikmat sastra, film dan kuliner. Menetap di Kupang.

1 komentar:

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...