Untuk MudaersNTT
Hari Sabtu (9/3)
jelas saja menjadi hari penting dalam
sejarah seni pertunjukan di NTT. Dimana teater Monologia Flobamora dari naskah
sastrawan Gerson Poyk di pentaskan oleh sekelompok anak muda Kupang di Taman
Budaya NTT. Tak berlebihan jika saya mengatakan demikian, sebab di nusa
Flobamora sangat jarang kita jumpai pertunjukan seni semacam itu. Saya sama
sekali tak percaya jika kejarangan tersebut dikarenakan ‘mahal’nya harga sebuah
pertunjukan. Entah karena apa, nyatanya apresiasi kita atas pertunjukan seni di
NTT ya gak sebaik dan setinggi di Jawa (Jogjakarta misalnya, kota yang pernah
saya tinggali lebih dari 5 tahun itu).
sumber: http://www.facebook.com/elcidli |
Monologia Flobamora, sebelumnya sudah dipentaskan perdana beberapa waktu lalu pada acara malam penganugerahan Forum Academia NTT (FAN) Award 2012 di Aula Universitas Kristen Artha Wacana Kupang. Ketika itu Gerson Poyk didaulat untuk menerima FAN Award 2012 di bidang humaniora.
MF dibuka dengan
nyanyian ratapan ‘Usi Apakaet’ yang begitu menyayat hati. Lagu berbahasa Dawan
yang khas, merepresentasikan budaya ‘mkae’ atau menangis meraung-raung sembari
meminta pertolongan kepada Tuhan agar dibebaskan dari bencana dalam hidup.
Dibawakan oleh paduan suara mahasiswa Evangelis of Artha Wacana Kupang dengan
penuh penghayatan. Perfect.
Dipentaskan dua kali,
untuk pementasan pertama jam 5 sore dikhususkan bagi pelajar dan wartawan
(meski saya tak melihat satupun wartawan meliput, mungkin aroma pilkada lebih
menjanjikan), dan pada jam 8 malam, terbuka untuk umum.
MF berkisah tentang
seorang ‘kakek tua keparat’ (entah siapa namanya, saya mungkin kurang menyimak,
tetapi sepanjang pertunjukkan ia kerap menyebut dirinya demikian), yang
mengeluhkan perubahan sosial, ekonomi, juga budaya yang terjadi di tempat
tinggalnya. Kemiskinan dan pengangguran rakyat terjadi bersamaan dengan tindak
korupsi yang kian merajalela dan terbuka. Si Kakek tua dimainkan dengan cara
monolog oleh Abdi Keraf, seorang dosen psikologi berusia 36 tahun. Abdi pada
malam itu berhasil menunjukkan kemampuan maksimalnya sebagai seoranga aktor
panggung. Ia jelas bukan pemain baru, terlihat dari gayanya bermonolog, Abdi
sudah berteater sejak tahun 1995.
“Tahun 2008, ketika kembali dari
Surabaya dan mengabdi di Univ. Nusa Cendana, saya merasa harus mengubur impian
saya untuk terus bergiat di dunia teater.”
Abdi punya alasan
tersendiri, bahwa ia yang bertumbuh di dunia seni yang begitu hidup di Surabaya
dan kini harus kembali ke Kupang, kota yang ‘gersang’ dan ‘miskin’ kegiatan
seni. Butuh waktu 4 tahun lebih untuknya bangkit lagi dari tidur, ketika
temannya Ragil Sukriwul mempercayakan naskah Gerson Poyk untuk dipentaskan Abdi
pada malam puncak FAN Award kala itu. Dan berhasil. Bahkan mendapat sambutan
positif dari Gerson Poyk yang kala itu hadir di UKAW.
Abdi Keraf in action! (sumber; https://twitter.com/patrisallegro) |
Ketika kelompok pekerja
muda itu mati, dan jenazah mereka digeret 3 malaikat, monolog kakek tua berlanjut.
Namun kali ini ia mengurangi kritikan tapi memberi jawaban. Si kakek tua menghembuskan
angin segar, bahwa masih ada kesempatan bagi kita untuk berubah. Mungkinkah
masih akan datang lagi malaikat penolong? Si kakek menganjurkan agar kita
kembali pulang kepada nusa Flobamora. Tanah ini butuh tangan kreatif, kejujuran
dan tanggungjawab besar kita. Ia berteriak keras dan suaranya bergetar,
“Pulang.... pulanglah nak...” dan sayup-sayup terdengar paduan suara Evangelis
of Artha Wacana menyanyikan lagu Tanah Air.
Meskipun kita pergi
jauh, tanah air memang tak akan mudah dilupakan... bahwa terang itu ada. Harapan kita semua.
***
Teater dan Pelajar Sekolah
Ketika kak Elcid
menelpon saya dan mengabarkan tentang rencana digelarnya MF dengan lebih besar
di Taman Buday NTT, saya langsung menyatakan diri siap mendukung. Oya, kak Elcid
adalah founder dari Forum Academia NTT, seorang muda yang baru saja mendapat
gelar doktor dari sebuah universitas di Inggris, seorang yang sangat tidak
kikir untuk berbagi pengalaman dan ilmunya! Beliaulah api yang terpercik untuk
pelita yang hendak dinyalakan, pertunjukan MF itu sendiri. Dengan dibantu
orang-orang hebat seperti Ragil Sukriwil di kursi sutradara, Ever Nenabu di
tata musik dan lagu, teman-teman Komunitas Asik UKAW serta PSM UKAW, pementasan
MF kali ini jauh menyegarkan, lebih menggetarkan semangat. Tak lupa pula, dia
yang menjadi tonggak utama kesuksesan MF, bung Abdi Keraf, the real actor!
Ketika undangan tiba
di SMPK St. Theresia, saya langsung mengajak
murid-murid saya untuk nonton. Saya percaya bahwa teater penting bagi
remaja. Teater melatih sensitivitas seni dan rasa (afeksi) kita sebagai
manusia. Teater turut membangun karakter, makin menonjolkan kepribadian. Hingga
yang paling sederhana, teater mengajarkan kita untuk jujur, bertanggungjawab,
pantang menyerah dan percaya diri. Nilai penting yang mendasari hidup remaja
ideal. Saya pun punya cita-cita untuk bikin kelompok teater kecil-kecilan di
sekolah, sebagai bagian dari metode ‘role play’ dalam bimbingan dan konseling
bagi siswa. Dan... terjualah 28 tiket di sekolah. Dan murid-murid saya yang
pergi menonton adalah mereka yang sudah saya kenali betul kualitas hidup
mereka. Remaja-remaja yang punya ketertarikan besar dalam bidang seni pertunjukan dan sastra.
Kepada mereka, saya kerap bilang, “Nak, kamu jago sains saja tidak cukup untuk
memenuhi tuntutan zaman ini. Kamu perlu juga membaca banyak buku sastra dan
nonton pertunjukkan seni entah teater, tarian atau paduan suara. Sebab itu
semua melatih kepekaan rasa/ emosimu. Untuk sukses, kekuatan kognitif saja
belum cukup!” Mereka kebanyakan kelas 9 dan bakal melanjutkan SMA di Jawa.
Dalam bidang kognitif mereka setara dengan siswa di Jawa, namun diluar itu,
mereka butuh berlari kencang.
***
Menurut saya publik NTT
perlu diedukasi dan dilatih selera mereka dengan pementasan-pementasan sejenis
ini. Tentu MF memberikan alternatif tontonan dan tuntunan bagi sebagian orang
yang percaya bahwa peradaban kita hanya akan berprogres lewat jalan kebudayaan.
Pada akhirnya MF
mengingatkan kita bahwa Kupang punya aktor dan sutradara mumpuni. Ada penari
dan penyanyi berbakat, ada penulis skenario hebat, kita punya seniman-seniman
tulen, namun yang masih kurang adalah penonton yang mencintai seni dengan jujur
dan bertanggungjawab.
Apakah kita sudah
mencintai seni dengan jujur dan bertanggungjawab?
****
Christian Dicky Senda. Blogger,
penikmat sastra, film, piskologi dan kuliner. Bergiat di Komunitas Sastra Dusun
Flobamora, MudaersNTT (kelompok menulis online) dan Flobamora Community
(Komunitas Blogger NTT). Menulis buku puisi Cerah Hati (2011) dan kumpulan
cerpen Kanuku Leon (segera terbit). Saat ini bekerja sebagai Konselor di SMPK
St. Theresia Kupang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...