Jumat, 18 Juni 2010

13 Hal Menari dari Film Tanah Air Beta

(untuk CERAH HATI http://www.naked-timor.blogspot.com/)

Tanah Air Beta, satu karya terbaru anak negeri yang kebetulan berlatar cerita dari Timor, tanah yang beruntung sekali mau dilirik sineas ibukota, Ari Sihasale yang terbilang masih baru di ranah penyutradaraan. Karya ini kemudian menjadi sangat spesial bagi saya yang sangat ingin menjadi penonton di hari pertama penayangannya.

1. Tanah Air Beta (TAB) bukan saja menjadi satu film yang paling saya tunggui karena syuting di Timor, tanah kelahiran saya tapi juga menjadi film yang ditunggu teman-teman kampus dan teman-teman di komunitas ‘Penggila Film’. Saya menunggu, seperti apa tanah Timor yang saya kenal diwujudkan oleh Ari kedalam sebuah medium bernama film. Dan bagi teman-teman saya yang semuanya bukan orang NTT, tentu menjadi sesuatu hal baru yang menarik perhatian mereka tentang Timor, tanah nun jauh bermil-mil di timur jauh, tanah yang mereka kenal karena berita busung laparnya, tanah yang gersang, iklan Aqua yang fenomenal itu, atau bahwa Timor adalah juga tempat orang-orang Republik Demokratik Timor Leste berpijak. Apapun alasannya, saya cukup berterima kasih karena artinya mereka sebenarnya tahu bahwa sebagian tanah Timor adalah masih milik Indonesia.

2. Jika Leila S. Chudori menulis di Tempo bahwa seorang Titi Sjuman atau Donny Alamsyah yang sudah bermain bagus di Minggu Pagi di Vicktoria Park benar-benar bikin nafas lega bagi dunia perfilman tanah air paling gak untuk beberapa tahun kedepan, saya juga mau bilang kalau konsistensi seorang Ari Sihasale atau Nia Zulkarnaen untuk berani melawan arus saat ini adalah sama juga, ‘bolehlah dunia perfilman Indonesia bisa bernafas lega karena mereka berdua!’.

3. Sebelum nonton TAB saya kira nasibnya akan sama ketika menonton MPdVP kali lalu, studio yang sepi, penonton kurang dari 10 orang. Nyatanya dugaan saya salah. 80 % kursi terisi. Ketika film usai, saya bisa melihat dengan jelas wajah-wajah khas ‘Indonesia Timur’ dan yang bukan. Wah banyak juga lho wajah-wajah non ‘Indonesia Timur’, termasuk keempat teman komunitas saya.

4. Saya cukup gatal untuk tidak mengomentari dialek para pemain inti dalam film ini. Alexandra Gottardo yang berdarah Italia saya rasa pas untuk karakter Tatiana kalo saya hubungkan dengan sejarah Timor yang lekat dengan Portugis. Untuk dialek, okelah lumayan. Yang agak menganggu adalah dalam beberapa adegan dialek Merry (Griffit Patricia), Aci Irene (Thessa Kaunang), Om Abubakar (Asrul Dahlan) atau Oko Ipin (Robby Tumewu) sangat tidak Timor, kadang saya, sa, dan beta. Akhiran Timor yang khas, semacam ‘Ko atau Ka?’ kadang juga terdengar aneh. Saya malah menyayangkan sedikitnya penggunaan bahasa daerah dalam film, hanya beberapa kali ada kata ‘obrigado’ atau sebuah kalimat panjang dari Mama Guru Tatiana ketika mengawali mengajarnya (saya lupa kalimatnya apa). Merry yang mendapat banyak dialog, malah terdengar aneh dialeknya. Saya lantas menduga mungkin anak ini aslinya besar di Jakarta deh. Aci Irene yang saya bayangkan bisa menjadi aci-aci yg cerewet spt di pertokoan Atambua/Kupang (maaf terlalu mestereotip), nyatanya juga salah. Dia Aci yang baik hati, yang rela gak jaga toko untuk menjenguk Merry di kamp pengungsian. Malah yang oke si oko Ipin, talalu bagaya mati e sih Robby Tumewu. Beberapa pemain lokal asli malah bisa menghidupkan suasana Timor dengan cara berkomunikasinya.

5. Tanah Air Beta yang awalnya saya kira adalah film drama serius dan bisa bikin termehek-mehek karena tema perpisahan akibat referendum malah salah. Filmnya full komedi. Ini karena kehadiran 2 tokoh sentral nan lucu, Carlo (Yehuda Rumimbi) dan Om Abubakar (Asrul Dahlan). Ekspresi mupeng Carlo mantap sekali. Dialek khas anak-anak Timor plus selera humor yang tinggi dengan dialog-dialog kritis-cerdas cukup bikin gelak tawa membahana di studi 1 Ambarukmo Plaza tempat saya nonton. Saya suka adegan Om Abubakar mengisi bensin di pom bensin, berkali-kali dengan komentarnya yang kritis dan lucu, termasuk 'tengki babangka...babangka...'

****

6. Carlo yang aslinya bernama Yehuda Rumbindi, benar-benar berakting dengan natural, seratus kali lebih natural dari aktor sinetron yang doyak berakting lebaaayyy!!! Btw, penasaran dengan profile Yehuda. Sudah gugling, tp masih sedikit informasi tentangnya.

7. Ada banyak surprise yang saya dapat di TAB, pertama, lagu-lagu nostalgia milik Tony Parera seperti ‘O Doben’, ‘Bonita’, dsb hadir kembali dengan aransemen yang fresh. Bahkan choir apik berbahasa Tetum yang dibawakan siswa/I salah satu sekolah di Timor menjadi pembuka yang menarik. Secara keseluruhan musik yang digarap seniman yg juga pasangan suami isteri produktif saat ini, Aksan Sjuman dan Titi Sjuman lumayan menguatkana atmosfir film kok.

8. Nia Zulkarnain pernah bilang di Kick Andy bahwa waktu itu mereka syuting di Kefa dan Atambua dengan suhu udara kurang lebih 40 derajat celcius, dan terjawab didalam film. Tanah Timor yang gersang pun cukup jeli ditangkap seorang Ical Tanjung yang menggawangi Director OF Photograph. Butuh kejelian dan sense of art tinggi mungkin untuk memilih lokasi pengambilan gambar yg tepat. Dan hasilnya, bukti-bukit dengan padang sabana coklat, pohon-pohon duri, sapi-sapi liar, rumah dari lontar/ilalang, dsb tampak indah dimata. Kayak di Afrika aja ye?! Kilah teman saya. Gersang tapi indah, sahut teman saya yg lainnya. Nah, lho!

9. Kakak saya pernah bercerita kalau dia sempat juga menyaksikan proses syuting TAB di terminal Haumeni, SoE. Dan benaaaar, ada Haumeni di TAB. He-he-he

10. FYI: jembatan ‘air mata’, Motaain di film TAB ternyata adalah jembatan rekaan disalah satu wilayah di Kefamenanu, Timor. Alasannya, di jembatan asli kini kondisnya sudah jauh berubah.

11. Saya terkesan sekaligus terganggu dengan adegan pesta pernikahan di bibir pantai (apa?) plus dengan pesta dansa lambadanya. Apa iya? Mungkin saja budaya Portugis penyebabnya. Atau ketika ending yang gantung ketika Merry, Carlo, Tatiana dan Om Abubakar bertemu Mauro. Ekspresi Mauro datar banget. Sonde ada gregetannya kalo ini orang yang saling terpisah baru ketemuan nih?! Apalagi pertemuan diawali dengan saling melantunkan lagu. Maksa!

12. Bertanya: saat adegan Carlo yg sedang mencari Merry dengan menumapang mesin pengangkut jerami, nun jauh dibawah sana ada gunung besar, lembah hijau dibawahnya, sepertinya dekat pantai, itu namanya apa e?

13. Angka 13 mungkin adalah angka sial bagi sebagian orang tapi bukan saya, hanya karena disini, saya entah kenapa bisa menulis 13 kesan nyeleneh saya terkait film Tanah Air Beta. Maafkan saya soal ketidakjelasan menulis sepanjang ini. Biar lebih adil dan jelas, silahkan Anda mampir ke jaringan 21 atau blitz megaplex atau jika anda yang di Timor, berdoa saja semoga dalam waktu dekat pihak Alenia Pictures bisa melakukan road show 'layar tancap' keliling Timor, daripada harus menunggu kapan ada bioskop di kota Kupang!

OBRIGADO...
Jogja, 17 Juni 2010
(sumber gambar: www.tanahairbetathemovie.com)


9 komentar:

  1. bapa-mama basodara dong, te itu namanya ju pilem na harus sama deng nyata te mana mungkin... ma trima kasi sa to pada yg bekin pilem ang... be ju berkesempatan numpang dansa di Atapupu waktu Mery menjemput dokter di tempat pesta dansa....hahahahaaa... OBRIGADO

    BalasHapus
  2. son sangka ada anak timor yang begini kritis. salut.
    beta setuju sekali dengan apa yang lu maksud ade...
    sepanjang nonton ini film kawan2 yang bukan NTT bertanya dari awal film sampe selesai.
    bingung menjawab dan sedikit kasi PR (silahkan datang ke kampung saya yang tercinta. indah dan takkan terlupakan.
    mungkin masih jauh dari sempurna filmnya tapi ini satu langkah hebat ari sihasale perkenalkan atambua dan sekitarnya.
    buat anak anak NTT...jangan pernah lupa dengan kampung halaman juga bahasanya...
    ari sihasale kemaren mencari anak atambua atau kefa di jakarta tetapi hanya menemukan adik saya yang sama sekali tidak bisa bahasa orang atambua.

    BalasHapus
  3. setuju! Buat saya kehadiran tokoh Om Abubakar dgn Carlo yang bikin film ini menarik. Hehehe :D E lucu perut sakit waktu Carlo ketemu Meri "e meri mari su kita pulang, sa su hitam nih tambah hitam lagi!" hahahaa...terus Om abubakar dgn tanki besar mo isi bensin (stiker terbalik Timor Lorosae) :D. Oya...terus pas dia tanya NO SMOKING "buat apa orang barat datang jauh-jauh cari bensin kesini" hahahaha.
    Waktu nonton film ini dengan teman-teman, saya jadi guide. Keluar bioskop semuanya minta diajarin bahasa sana (padahal saya juga kurang hafal). Hehehe....Mereka semua suka pas adegan pesta nikah di pantai... Macamnya mau nonton lagi. Saya suka lagu-lagu di film ini. Bonita. What a movie! :D

    BalasHapus
  4. kalo saya sih lebih surprise dengan lagu2 yg terkenal disaat saya masih SD dulu...lagu2nya Tonny Parera...wooww...salut deh buat pasutri gokil aksan sjuman ama titi sjuman yg sudah meramu semua musiknya jadi keren2...Bonita, doben furak, ...waaooowww

    BalasHapus
  5. met kenal,wah lengkap bangets datanya, jadi tambah mengerti film tanah air beta dari sisi anak timor. dimana difilm tersebut aku cuma bisa gambarin kegersangannya tapi disini dikupas abizzz. kereen.

    BalasHapus
  6. Wow satu komentar yang bagus. Keep it up bro.
    BTW, asli Tunbaba ko? Beta orang Kaubele. Point #12 bertanya tentang gunung menjulang di pinggiran pantai. It Daerah Masin Bot (Garam Besar) di Kaubele. Nama Gunungnya "Oepuah". Saya juga pakai latar belakang yang sama untuk Program Misa Syukuran Tahbisan saya taon 2007 di Indonesia. Kalo saya tidak salah, jembatan rekayasa itu di daerah Ponu atau arah jurusan atambua-atapupu.
    Saya sangat bangga dengan adanya film ini. Timor memang gersang tapi indah. Dan tercermin dalam tutur kata-bahasa tetum, dawan dan tentunya dalam hati dan pembawaan orang Timor. Keliatan keras dan kasar dari luar, tapi lembut hatinya.
    Begitu dulu. Salam dari Amrik.
    Matheus Ro, SVD

    BalasHapus
  7. Aah I Love NTT,kupang no.1 biar tampias ampe jakarta zni maah tetap b unk cinta bwt kupang,bwt tnah timor,jdi kngen kampung halaman tercinta. .

    BalasHapus

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...