Christian
Dicky Senda
Untuk MudaersNTT.
(sengaja menulis dengan
judul ‘mengundang’―mengundang digampar sama yang bersangkutan).
***
Akhirnya saya punya juga koleksi 3 buku dan 1 keping
vcd lagu miliknya Tuteh Pharmantara, suhu saya di dunia persilatan blogger. (meski sampai menulis ini, buku
dan vcd-nya belum saya bayar, *tutup muka pake bolu kukus Amanda Jogja,
wwkwkwkw pameeeer*
Saya sengaja menulis ini tanpa embel-embel ka’e atau kakak, gak seperti biasanya.
Hanya bermaksud menciptakan jarak. Eeaaa. Biar kritik dari saya nancap!
*siap-siap mem-bully karya ka’e senior wkwkwkwk*
sumber: christina-mawar.blogspot.com |
Buku yang saya maksudnya adalah Curhat Donk (dan
selanjutnya akan saya singkat CD, bukannya cd siapa-siapa ini cd-ny Tuteh.
Warna putih garis-garis pelangi, eaaa. Maksudnya bukunya berwarna demikian!). CD
adalah sebuah kumpulan curhatan konyol yang dibagi ke dalam 4 sub―disebut edisi,
masing-masing edisi radio (ditulis ketika Tuteh bekerja sebagai penyiar di
radio Gomezone Ende—radionya sedang koma, sodara-sodari!). Berikutnya, edisi
rumah (ditulis dengan perspektifnya sebagai ‘anak rumahan’ yang gokil, bersama
sang mamatua, keponakan, anak kost, tetangga, saudara, ipar, semuanya gokil.
Selanjutnya edisi gadget dan edisi umum (tentang pengalaman penulis sebagai
salah satu petualang di ajang Aku Cinta Indonesia yang diselenggarakan
detik.com).
Namanya juga curhatan konyol, jadi bisa dipastikan
27 curhatan itu ditulis benar-benar dengan niatan untuk konyol-konyolan gak
lebih apalagi berharap serius. Semua hal atau pengalaman yang dialami langsung
oleh penulis di-create dengan otak,
nafas, tangan, dan ‘bau’ yang konyoool. (tuh kan, saking menjiwai CD, saya jadi
latah menulis review ini dengan gaya Tuteh).
Misalnya begini,
“saya menulis sambil korek tai idong membayangkan karakter Tuteh
yang memang seru dan easy going.”
Hahahaha... maksud saya adalah di CD, anda akan dengan mudah menemukan selipan
kata-kata konyol yang berbeda konteks namun sengaja ditulis dan diberi
‘striketrough’ (dicoret, kayak mau bilang: abaikan! Tapi tetep ngarep minta
dibaca) semuanya demi memunculkan kelucuan tadi. Dan memang lucu. Misalnya
(lagi) nih, dalam cerita Ari Sihalaso, Tuteh menulis begini, “Suatu malam, saya
diajak sohib, sodari, urat nadi saya yang bernama Sisi kanan sisi kiri
untuk makam makan malam, temani seorang bule asal Australia..bla...bla”
Atau kalimat ini, “Peran kami (Tuteh dan Waldy,
penyiar radio Gomezone) tiap pagi adalah menyuntik energi kepada Gomezoner
dengan bermacam cara salah satunya ngelempar rumah Gomezoner pake kipas
angin” dan benar saja, saya terhipnotis oleh gaya ini, lantas seperti orang
kesurupan dan ngakak sendirian (buku ini saya bawa dan baca disela kegiatan
menemani murid-murid kelas IX retreat di Belo. Sudah pasti ada murid saya yang
terheran-heran melihat gurunya ngakak di pojokan saat tea break).
Kedua, untuk menghidupkan suasana konyol, Tuteh
sengaja menambah kata-kata dramatis –hiperbolis nan lebayyy bukan saja dengan
‘emoticon’ ̕J atau :p, misalnya pada
cerita Panic Attack ketika rumah Ende tiba-tiba saja diserang badai. Ketika
sedang badai dan mati lampu, mucullah percakapan lucu berikut,
“Jangan-jangan tsunami,” kata mamatua. Horor kali
ini pikiran mamatua.
“aduh jangan eee... kan belum kawin kita, ma.”
“Yang belum kawin itu kan kau! Mama sudah. Makanya
orang suruh kawin itu ikut!”
“Memangnya kawin itu gampang kah?”
“Gampang kalo tidak pilih-pilih!”
*manyun bibir Donald Bebek*
Angin ribut hujan + hujan deras + listrik padam +
nyala lilin ngos-ngosan ngelawan angin = topik kawin. Ngotot. Sempurna. Yang
kurang cuma tikar, kopi dan pisang goreng. Emangnya mau piknik? ... saya juga
segera sms Indra (keponakan Tuteh) yang lagi belajar ngorok kelompok di
rumah temennya.
Aduuuuh Tuteeeh. Niat saya untuk mem-bully masih
berlaku gak sih?
Masih dong!
Buku ini menarik. Jika dunia perbukuan di NTT punya
banyak sekali buku-buku ‘serius’ semacam buku puisi, cerpen, novel, esei,
feature, dll maka Tuteh melengkapinya dengan jenis buku yang lebih ringan dan
ngepop. Klop!
Jika Mario Lawi (sastrawan muda NTT) misalnya
menulis dengan kaidah berbahasa yang baku ditambah diksi-diksi indah, maka
keindahan tulisan Tuteh tetap pada kejujurannya meramu pengalaman konyol dengan
bahasa gaul ibukota tapi sering pula ia memakai ungkapan-ungkapan lokal khas
Ende. Dan di CD Tuteh bisa seenaknya menjungkirbalikkan kaidah dan diksi tadi.
Namanya juga kumpulan curhat konyol. Dimaklumi.
Di Novel pertamanya Indira Fedel (novel dengan genre
yang sama dengan CD) Tuteh mengangkat isu utama Indira yang ngomong
kawin/menikah melulu tapiii tetap saja ditipu para lelaki (meski endingnya
manis) maka topik yang sama pula masih bisa kita jumpai dalam kisah-kisah
konyol di CD. Bayangkan jika kalimat ‘belum kawin’ diulang berkali-kali dalam
situasi gawat darurat sekalipun (namun dengan nada dan aura bercadaan?!) Oh
Tuteeeh, please deh. Tapi sumpah, di situ letak kelucunya. Sehingga kehadiran Orlando Bloom
sebagai kekasih impian pun masih saja diplesetin juga.
“Teh, udah dilamar Orlando Bloom?” Huh, namanya juga
BLOOM. Coba namanya diganti Orlando Sudah.
Okeh, barusan itu puji-pujian dari Madah Bakti
nomor 154 untuk CD.
Membaca CD memang mengasyikan, namun cuma di awal
hingga pertengahan saja. Di edisi Gadget saya kok merasa ‘sihir’ Tuteh mulai
memudar hingga akhirnya agak antiklimaks di edisi umum. Kalo menurut hemat saya
(karena saya rajin menabung di bank. Ups, jayus gak sih? lol) harusnya
urutannya dirubah. Karena apa? Kekuatan CD ada pada mereknya edisi radio dan edisi rumah. Sehingga akan
lebih bagus jika kekonyolannya di taruh di tengah hingga ending CD. Jangan
sampai pembaca seperti saya akan membabi buta di dua edisi awal, menguras
energi karena ketawa ngakak lalu loyo (membosankan, red) di tengah hingga
belakang.
Rasa-rasanya perlu ada CD pertama, kedua atau ketiga
yang harus diembat maling dari tali jemuran. Eh. Maksdunya, saya
merindukan ada kelanjutan curhatan konyol lainnya. Secara ia dikelilingi banyak
sekali makhluk ajaib. *apalagi para besi berani ituh*
Tuteh lagi manyun. (sumber: http://www.facebook.com/tuteh) |
Pada akhirnya saya harus mengakui lagi kehebatan
Tuteh yang memang punya sense of humour
yang luar biasa. Konon Tuteh juga punya kotak memori dengan kapasitas besar di
otak, yang dipersiapkan hanya untuk mengisi cerita dan pengalaman-pengalaman
lucu yang ia alami. Di dalamnya bahkan terkandung dua kata ajaib: Menikah dan
Orlando Bloom.
Pengakuan saya atas kehebatan Tuteh yang lain adalah
bahwa saya mendadak latah untuk menulis review ini (meski dengan agak maksa
bukan terpaksa) menggunakan gaya kepenulisan Tuteh di CD. *Hayooo cd siapa yang
mau ditulis kae Tuteh?*
Saya menulis review ini ditemani lagu Falling in
Love-nya Tuteh dan Noel. Masih ada 3 utang yang belum saya lunasi, pertama
menulis review CD lagu Notes (Noel
Tuteh side project), nulis review kumpulan cerpen, puisi dan prosa pendek
Tuteh, 3.Tiga (di buku ini, Tuteh
menunjukkan sisi lainnya, menulis buku serius!), dan yang terakhir adalah
membayar buku-buku dan cd lagu. Dan gak ngarep juga sih ketiganya
digratiskan.
***
Christian Dicky Senda.
Blogger di Flobamora Community. Penikmat sastra, film, psikologi dan kuliner.
Konselor di SMPK St. Theresia Kupang. Menulis buku Cerah Hati (kumpulan puisi)
dan Kanuku Leon (kumpulan cerpen, segera terbit). Bergiat di MudaersNTT
(kelompok menulis online) dan Komunitas Sastra Dusun Flobamora. Menetap di
Kupang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...