(Kritik Acara
Peluncuran Website Sail Komodo 2013)
Oleh Christian Dicky
Senda
Beberapa waktu
lalu saya dipercayakan suster kepala sekolah di tempat saya bekerja untuk
menemani 20 orang siswa yang diundang oleh pak Sekda NTT untuk menghadiri
peluncuran website Sail Komodo 2013 di Aula Utama El Tari. Siswa yang hadir 12
orangnya adalah dari Kelompok Jurnalisme Pelajar SMPK St. Theresia yang baru 2
bulan saya rintis, sisanya perwakilan dari masing-masing kelas VII dan VIII.
Seingat saya
undangan tersebut seharusnya untuk hari Rabu (13/2) namun mendadak tim
pengundang datang ke sekolah dan membatalkannya. Saya menduga karena pada saat
itu bertepatan juga dengan misa Rabu Abu bagi umat Katolik.
Ya, menurut
informasi dari suster, ada tim langsung dari kantor Gubernur yang mengantar
surat, meminta kepastian sekolah menyediakan siswa 20 orang untuk hadir,
memakai seragam sekolah dan mereka langsung memberikan uang transportasi kontan
sebesar Rp. 300.000. Artinya bahwa mereka (panitia, red) betul-betul
mengharapkan bahwa kami harus hadir sesuai dengan kesepakatan bersama.
Acara sendiri
(setelah tertunda) baru terlaksana seminggu kemudian, yakni hari Selasa (19/2).
Di undangan tertera acara akan dilaksanakan jam 9 pagi. Pukul 8.15 bemo yang
kami sewa sudah stand by di depan sekolah. Lima belas menit kemudian kami
sampai di lokasi acara dan... rupanya sudah ramai oleh anak sekolahan.
Diwajibkan memakai kostum sponsor |
Di meja panitia,
siswa-siswa saya diberi snack, brosur Sail Komodo 2013 dan sebuah kaos merah yang
rupanya disponsori oleh provider ‘merah’. Baju kaos tersebut diminta panitia
untuk dikenakan di pintu masuk.
Di dalam Aula,
rupanya sudah ramai. Sejumlah pelajar dari tingkat SD hingga SMA se-Kota Kupang
hadir. Tapi saya kok mulai merasa aneh...
Sambil menunggu
Gubernur yang datang ‘telat’ 45 menit hadirin dihibur dengan nyanyian dan
tarian daerah dari beberapa siswa SD, SMP dan kelompok penari yang terdiri dari
para mahasiswi. Rupanya tentang suguhan acara ini nampak sudah dipersiapkan
oleh panitia. (Seorang siswi SMP Giovanni bahkan dipercayakan menyanyikan theme song Sail Komodo 2013). Pada saat
inilah saya bertemu dengan Om Gusti Brewon (Aktivitis yang kerap menyebut
dirinya ‘lelaki panggilan’ di Komisi HIV/AIDS NTT).
Kepada saya om
Gusti mengucap sebuah kalimat dengan nada ketus (dan itu menjawab keanehan yang sudah saya rasakan tadi).
Katanya, “kehadiran ratusan pelajar ini membuktikan bahwa sebenarnya panitia
acara (pemerintah provinsi NTT, red) malas!”
Kalimat ini
jelas langsung membuat saya jadi bersemangat berpikir dan nge-twit di akun saya
@dickysenda. Saya mulai nyinyir.
Hingga acara
dimulai, saya hanya melihat seluruh deret kursi di sayap kiri ditambah setengah
di tengah penuh oleh pelajar (saya memperkirakan sih minimal 70% undangan yang hadir
adalah PELAJAR!). Sisanya sekitar unsur Muspida dari beberapa kabupaten dan
para PNS. Nah, dimana dengan para pelaku pariwisata itu sendiri, misalnya
pemilik hotel, travel agent, pengusaha resto, maskapai, industri UKM (kain
tenun, anyamann, dsb)? Sepengamatan saya, mereka yang saya pastikan betul bukan
para PNS apalagi pelajar atau guru (dibedakan dari pakaian mereka) kurang dari jumlah
jari tangan saya! Mereka ini mungkinlah pelaku pariwisata yang saya maksud.
Kenapa penting
mereka ada? Ya tentu saja penting karena selama event Sail Komodo merekalah
yang akan berinteraksi langsung dengan para turis. Dan di dalam website,
harusnya profil pelaku pariwisata itu ditampilkan selain tempat-tempat wisata.
Harusnya ada kemitraan yang baik kan? Pertanyaan ini akhirnya terjawab ketika
pagi ini saya membaca sebuah berita di Victory News (edisi Jumat , 22/2)
tentang tanggapan ketua asosiasi pengusaha pariwisata NTT (saya lupa
istilahnya) yang mengatakan bahwa belum ada koordinasi yang baik dengan
pemerintah terkait pelaksanaan Sail Komodo 2013. Sang ketua menduga bahwa
kemungkinan besar karena perhatian pemerintah masih terfokus pada agenda
pilkada Gubernur NTT.
Dalam
sambutannya pak Gubernur berkilah, bahwa jika ada yang mengganggap pra event
Sail Komodo 2013 ini masih ‘adem ayem’ saja itu biasa karena lebih penting
tindakan kita membangun pariwisata NTT setelah event Sail Komodo. Nah statemen
ini juga yang bikin saya bingung. Kalau menurut saya, jika mau menyukseskan
pariwisata NTT sejajar dengan Lombok atau Bali (misalnya kalau itu cita-cita
NTT) ya pakai momen Sail Komodo ini sebaik-baiknya, setotal mungkin, jangan
lagi menunggu ‘bergerak maksimal’ pasca event Sail Komodo. Saya rasa ini tanda
bahwa pak Gubernur saja belum siap bikin event ini.
Kru Speqsanthers + |
Sejalan dengan pertanyaan
sang ketua asosiasi pengusaha pariwisata NTT yang menyiratkan kebingungan
terkait jumlah wisman yang bakal hadir (baca Victory News, Jumat (22/2) halaman
1), pak Gubernur pun sesumbar bahwa untuk event ini saja sudah tercatat
pendaftar dari 80 negara. Semoga saja itu benar adanya bukan sekedar ‘kalimat
penghiburan’ tanpa dasar bagi hadirin.
Kembali lagi
soal dugaan ‘kemalasan’ pemerintah yang mengundang ratusan pelajar (dengan
kewajiban mengirimkan 20 siswa per sekolah, plus uang transport Rp. 300.000), saya
pun merasa demikian adanya. Pelajar ini dugaan saya dihadirkan hanya untuk
memenuhi bangku kosong, sebab toh dari media lokal kita bisa melihat adanya
ketiadaan koordinasi dan komunikasi antara pemerintah daerah dan pihak asosiasi
pengusaha pariwisata.
Sah-sah saja sih
sebenarnya jika mengundang pelajar pada event pariwisata. Karena bagi saya,
jika dimanfaatkan, pelajar bisa jadi ujung tombak promosi pariwisata NTT.
Mengingat saat ini pelajar dekat dengan teknologi informasi dan komunikasi,
yang bisa juga dijadikan sarana promosi pariwisata daerah kan?
Tapi rupanya itu
belum disadari pemerintah. Atau pun sadar namun belum becus mengurus karena
terbagi fokus ke event Pilkada. Padahal saya memimpikan ide, misalnya, diadakan
sayembara menulis tempat wisata di NTT dalam bahasa Inggris bagi pelajar.
Dikasih hadiah menarik, hasil tulisannya dimasukin ke website sebagai referensi
wisata bagi turis yang akan datang ke NTT. Itu baru satu contoh kecil bagaimana
event ini juga melibatkan para pelajar dan mahasiswa. Pemerintah bahkan bisa
mengajak Blogger yaitu para anak muda NTT yang kerap menulis reportase
pariwisata NTT di Blog atau warga Twitter yang kerap berkicau membagi informasi
atau sekedar instagram tempat wisata keren di seantero wilayah NTT. Apalagi
bahwa ada jutaan pengguna aktif internet yang adalah warga NTT. Toh selama ini
mereka-mereka itu sudah melakukan secara sukarela dan gratisan?
Pada akhirnya
kecurigaan saya bertambah ketika ketua panitia acara peluncuran website Sail
Komodo 2013 menyampaikan sambutannya, saya menyimak betul bahwa ratusan pelajar
yang hadir sama sekali tidak disinggung dalam ‘ucapan terima kasih panitia atas
kehadiran dan kerjasamanya...bla bla bla.’ Buru-buru berharap agar sang ketua
panitia menjelaskan perihal kehadiran para siswa dalam acara ini.
Ini bukti dan
lagi-lagi saya harus bilang, pelajar yang hadir tak lebih dari orang-orang
pengisi bangku kosong atau meminjam istilah teman blogger saya, ‘mereka
itu cuma tim hore doang, gak lebih!’
Nah, lho. Gak jauh beda dengan anak-anak alay di acara musik TV nasional, yang
diberi pesangon dan kaus sponsor lalu diminta menari dan menghebohkan suasana
tapi mereka sendiri bukan bagian dari musik itu sendiri.
Kasihan
murid-murid saya.
Kelompok Jurnalisme Pelajar Speqsanthers (+) bersama Puteri NTT |
Untunglah mereka
sedikit terhibur oleh kehadiran Putri NTT (Laras Suhandi, yang mencatat sejarah
membawa NTT ke-10 besar pada pemilihan Putri Indonesia 2013). Para pelajar yang
sama sekali tidak mengerti untuk apa mereka diundang ke acara peluncuran web ini
pada akhirnya cuma bisa berebutan foto bareng sang putri. Sehingga MC pun harus
berkali-kali mengumumkan bahwa sesi foto bersama harus berakhir karena acara
akan dilanjutkan. Tapi itulah anak muda kita, mereka kehilangan orientasi untuk
apa sebenarnya mereka ada di aula El Tari pada pagi itu. Dan mungkin saja
akhirnya mereka pulang dan menyadari orientasi mereka adalah: kami datang,
berduapuluh per sekolah, diberi uang transport Rp.300.000 untuk foto bareng
putri NTT lalu pulang. Titik.
Menyedihkan.
Untung saja
bahwa saya datang membawa kelompok Jurnalisme Pelajar yang sedang saya rintis,
sehingga saya punya alasan untuk mewajibkan mereka membuat sebuah reportase
berita dan foto terkait acara ini dan akan dimuat di mading, blog kami www.speqsanthersplus.blogspot.com
dan juga majalah elektronik kami Speqsanthers (+). Paling tidak ini menjadi
pilihan sadar kami sebagai pelajar dan orang muda NTT yang begitu mencintai tanah ini. Saya
akhirnya menyadari kelalaian saya ‘nyinyir’ di Twitter kala itu. Begitulah
mental pemerintah kita. Hage. Harap gampang. Mental pemalas, kata om Gusti.
Jangan sampai kita warga NTT juga jadi ikut-ikutan malas untuk memajukan
pariwisata NTT. Sebab meski namanya Sail Komodo, ini sama sekali bukan upaya
mempromosikan komodo (dia sudah kadung terkenal), tapi justru memanfaatkan
keterkenalan komodo itu untuk mempromosikan potensi NTT secara keseluruhan.
Gubernur NTT sedang menari Ja'i |
Mari nyinyir
(baca: kritik, menurut kamus Christianto Senda. LOL) pemerintah kita, tapi juga bergerak dengan tindakan solutif
sekecil apapun. Yang pasti, SMPK St. Theresia Kupang mendukung Sail Komodo
2013, meski pada kenyataannya potensi pelajar masih dinafikkan pemerintah. Apa
boleh buat, otak mereka sedang dipenuhi Pilkada dan Pilkada.
Tapi kalau
pemerintah pamalas terus katong gigi asam ju ang, kaka?
Kupang
22 Februari 2013
NB: website
resmi Sail Komodo 2013, www.sailkomodo2013.nttprov.go.id
Christian Dicky Senda, Blogger di Komunitas
Blogger NTT. Belajar sastra di Komunitas Sastra Dusun Flobamora. Founder
MudaersNTT Menulis, kelompok menulis kreatif online. Penulis buku puisi Cerah
Hati (2011). Konselor di SMPK St. Theresia, penanggungjawab/editor di Kelompok
Jurnalisme Pelajar SMPK St. Theresia Kupang. Penikmat sastra, film, kuliner dan
psikologi. Tinggal di Pasir Panjang. Twitter @dickysenda. CP 081338037075.
Beruntung ada undangan yang Blogger :)
BalasHapusSudah meluncurkan website, apalagi sudah tahun 2013, memang seharusnya para pelaku ekonomi yang berkaitan langsung dengan Sail Komodo tersebut dilibatkan. Paling tidak, mungkin acara peluncurannya di Labuan Bajo *maunya* sehingga para pelaku ekonomi, pelaku pariwisata, dll-nya dapat langsung terlibat. Tapi tidak apa-apa, semoga ini menjadi pelajaran agar ke depannya bila eventnya di tahun 2013, websitenya sudah kelar di tahun 2012 (sudah diluncurkan) sehingga pra-kegiatan selama setahun sudah gonjang-ganjing itu Sail Komodo via website : review venue, review hotel, tempat makan, tempat wisata, dll-nya.
BalasHapusLakukan juga pendekatan dengan para petualang dan kelompok2 petualang di Indonesia sejak setahun sebelumnya / jauh-jauh hari agar mereka juga mempersiapkan diri sekalian promosi ... semakin banyak orang yang datang, pendapatan daerah juga semakin meningkat kan? Masyarakat juga diuntungkan (para pelaku ekonomi tersebut).
Lakukan juga pendekatan dengan komunitas2 yang ada di NTT, untuk memboosting kegiatan ini via anggota komunitasnya. NTT itu kuat, komunitas2nya juga kuat, sudah saatnya diberdayakan demi memboosting dan membangun NTT, meski lewat langkah kecil.
Ah... ini cuma komentar blogger kampung seperti saya yang terlalu konsen sama dunia pariwisata saja :D