Senin, 18 Februari 2013

Suatu Malam Bersama Gerson Poyk

Ini pengalaman saya beberapa waktu lalu ketika berkesempatan hadir di acara malam penganugerahan Forum Academia NTT (FAN) 2012 (meski acara ini digelar di tahun 2013, molor karena satu dan lain hal). Acara berlangsung di Aula Rektorat Univ. Kristen Artha Wacana Kupang, dibuka dengan sapaan dari kak Elcid Lie sang ketua panitia. Bagi saya malam itu sangat spesial, sebab saya bisa bertemu dengan kak El dan kak Jonatan Lassa, dua orang founder FAN yang selama ini begitu aktif berkarya di bidang akademis. Dan yang lebih spesialnya bahwa akhirnya untuk pertama kali saya bisa bertemu, berjabat tangan bahkan berkesempatan mengobrol (kurang lebih 5 menit) dengan tokoh sastra kebanggaan NTT, Gerson Poyk.
Opa Gerson saya kenal pertama kali lewat sebuah cerpen, saya lupa judulnya yang saya baca ketika masih bersekolah di Syuradikara. Kala itu secara tak sengaja saya menemukan cerpen tersebut dalam sebuah buku pelajaran Bahasa Indonesia di perpustakaan sekolah. Menariknya bahwa cerpen tersebut berlatar suatu tempat di Mollo, dengan tokoh utama seorang polisi. Ini sama artinya dengan saya yang notabene anak seorang polisi dan kebetulan juga lahir besar di Mollo. (Sampai sekarang saya masih penasaran dengan judul cerpen tersebut. Apesnya saya lupa menanyakan langsung kepada Opa Gerson pada saat pertemuan kami di UKAW tersebut. L)
Gerson di mata saya adalah sastrawan yang selalu mengangkat nilai hidup, tradisi dan latar budaya/geografis NTT ke dalam puisi, cerpen atau noveletnya. Secara pribadi, beliau amat sangat bersahaja, ramah dan mau berdialog dengan siapa saja, (termasuk saya yang bukan siapa-siapa ini, kalau boleh dibilang juga yang baru kenal sastra kemarin sore!). Ia punya selera humor yang sangat mumpuni serta kritis dalam berucap. Beliau bahkan masih nampak segar di usia kepala delapannya.
Oleh kak Elcid, saya diperkenalkan kepada Opa Gerson, ibu Mediatrix Mali (penerima FAN Award 2012), dan ibu Fanny Jonatans Poyk (putri opa Gerson, sekaligus ‘manajer’ yang kerap menemani sang sastrawan, bahkan aktif mendokumentasikan setiap gerak dan ucap ayahnya.).
“Opa, ini Christian Dicky Senda, anak muda NTT, penulis karya sastra juga...”
(dalam berjabat tangan dengan keadaan setengah malu, setengah gugup. Gilaa! Ini Gerson Poyk lho.)
“Halo, Opa, saya Christian Dicky Senda.”
“Asli mana?” Tanya Opa Gerson
“Bapak saya dari Lio, Flores. Tapi saya lahir besar di Kapan”
“O ya, Senda, saya tahu itu orang Flores.”
Saya mulai berbasa-basi mulai dengan menanyakan kabar, sejak kapan berada di Kupang, bla...bla..bla.. hingga sedikit berbicara mengenai Jerat, salah satu karya beliau yang pernah diterbitkan Penerbit Nusa Indah Ende. Saya menemukan buku tersebut di perpustakaan mini milik kakak saya di SoE.
Malam kian seru, ketika teman-teman paduan suara UKAW membuka sesi monolog dengan lagu ‘Usi Apakae’ yang mendayu-dayu hingga meraung-raung seperti ratapan (mkae) khas Dawan, Timor. Monolog karya Gerson Poyk sendiri dibawakan oleh aktor teater yang hebat dari Rumah Poetica, bung Abdi Kerans. Wow. Saya terpukau. Nyatanya NTT punya kok aktor monolog hebat. Beliau rupayanya adalah seorang dosen psikologi di PAUD Univ. Nusa Cendana.
Acara berlanjut hingga lewat dari jam 10 malam. Dan teman-teman paduan suara UKAW berhasil menunjukan performa terbaik mereka. Hebat.
Saya dan kawan-kawan dari Dusun Flobamora―Mario F Lawi, Januario Gonzaga dan Amanche Franck Oe Ninu pun pamit pulang. Terima kasih FAN, untuk acara seni yang menghibur ini. NTT, khususnya Kupang, merindukan kegiatan-kegiatan kebudayaan semacam ini.
Sampai ketemu di FAN Award 2013!

Christian Dicky Senda. Blogger di Komunitas Blogger NTT, penikmat sastra, film, psikologi dan kuliner. Bergiat di Komunitas Sastra Dusun Flobamora, founder MudaersNTT forum menulis online, member Solidaritas Kupang, Konselor dan Penanggungjawab Kelompok Jurnalisme Pelajar SMPK St. Theresia Kupang. Penulis buku puisi Cerah Hati (2011). Tinggal di Kupang.

1 komentar:

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...