Kamis, 10 Februari 2011

Pagar Betis Untuk SBY

Presiden SBY dan rombongan melakukan perjalanan kerja ‘trans Timor’ dari Kupang (dalam rangka hari pers Nasional dan peresmian gong perdamaian), mampir tidur di kota dingin SoE, ke Kefa dan ke Atambua. Konon katanya SBY akan ‘nginap’ di tenda saat di Atambua (semoga saya salah duga jika hal tersebut bukan untuk sebuah pencitraan he he).

Di SoE sendiri, SBY dikabarkan menginap di rumah jabatan Bupati TTS, bukan di tenda atau di rumah bulat (ume kbubu), rumah khas masyarakat Timor. Kakak saya yang seorang bidan desa di kecamatan Fatumnasi, 40an KM dari kota SoE rela turun gunung ke kota SoE hanya untuk menjadi ‘pagar betis’ (yah pagar betis, begitu kakak saya menulis SMSnya). Itu terjadi sejak jam 7 malam waktu indonesia tengah. Oh, oke, malam-malam jadi pagar betis untuk menyambut sang presiden, dengan penuh senyum ala orang Timor. Mungkin dengan ‘oko mama’ (tempat sirih pinang) berikut ‘natoni’ atau sapaan selamat datang dengan bahasa Dawan.

Ketika mendengar berita SBY akan berkunjung cukup lama di Timor, ada dua hal yang terlintas beriringan di pikiran saya ‘pertama, mungkin tim dokter presiden sudah menyiapkan obat antimalaria untuk beliau. Kedua, pantesan saja saat akhir tahun lalu dari SoE menuju Atambua, banyak sekali saya temui proyek-proyek pemulusan badan jalan. Mungkin tujuannya karena SBY akan bermobil ria dari Kupang ke Atambua melewati SoE dan Kefa’. Ada untungnya, SBY datang, jalan trans Timor mulus!

Dari milis academia NTT, saya mendapat info jika kedatangan Presiden kali ini, banyak pedagang kaki lima disepanjang jalan yang akan dilalui SBY ditertibkan. Hmm, mungkin ini masalah penting negeri ini. Bagi saya, jika benar terjadi. Kita sungguh munafik untuk menerima kondisi yang kita pikir ‘tak semestinya’ tapi entah apa usaha kita untuk menjadikan yang tidak semestinya (dalam hal ini pedagang kaki lima yang menjamur jalanan) menjadi yang semestinya. Ini buka kabar baru. Sudah sering ini terjadi.

Bukan hanya itu saja, dari banyak saksi mata yang ada di Kupang, melihat juga ada fakta bahwa di beberapa lokasi yang akan dilalui SBY, batu-batu karang itu ditutupi tanah putih. Yah, batu karang. Anda tahu baru karang kan? Bagi orang masyarakat lokal, Kupang adalah ‘kota karang’, karena memang adanya demikian. Kupang sekarang adalah bawah laut jutaan lalu. Sejak peradaban ada di Kupang saya rasa semua sudah menerima dan mengakui semua hal yang dimiliki Kupang, plus minusnya! Jadi kenapa juga karang-karang yang menjadi indentitas Kupang ditutup-tutupi. Apa terlalu menganggu jalan presiden? Saya rasa tidak. Toh Kupang juga sudah punya jalan super mulus (hot mix). Atau menganggu mata presiden? Saya rasa SBY pun harus tahu keunikan Kupang bahwa kota itu cantik dan berdiri kokoh diatas batu karang. Kota yang tak tergoyahkan!

Anda ingat ketika Obama datang dan jalanan disterilkan. Obama lantas berkomentar, ‘wow, hebatnya Jakarta kini. Gak macet bla bla bla.’ Bisa dibayangkan dong Jakarta yang polusi dan semrawut mendadak sepi, bersih, maju lancaaar deh pokoknya, tentu semua akan terasa menyenangkan. Obama gak tahu betapa stressnya menjadi penduduk Jakarta yang macet, semrawut, polusi, belum lagi sering banjir. Jelas ini sebuah masalah. ‘Yang semestinya’ berbeda jauh dengan ‘pada kenyataanya’.

SBY di Kota SoE (photo by Martin Liufeto from http://www.facebook.com/martinliufeto
Marilah berandai-andai dengan contoh saat kedatangan Obama. Jika saja kita gak munafik untuk Obama. Maksud saya jika kita menampilkan semuanya apa adanya, baik dan buruk tanpa ada maksud untuk tidak sopan ke tamu, mungkin Obama akan berkomentar, ‘Hmm..Jakarta sama seperti kota metropolitan lainnya. Bahkan di Amerika sekalipun. Selalu bermasalah dengan kemacetan. Ada baiknya jika kita concern dengan masalah kemacetan. Oke sepertinya perlu untuk kerjasama investasi dibidang transportasi umum (?). seandainya yah. Artinya bahwa bagaimana orang lain mau tau masalah kita dan membantu kita jika kita sendiri gak mau mengakui kalau kita bermasalah?

Dalam hal ini pertanyaan yang sama pula untuk kunjungan kerja SBY di Timor. Gimana SBY tahu masalah NTT hari ini (apapun) jika pemerintah NTT menutup-nutupin itu. Biarkan SBY tahu bahwa di jalan El Tari ada warung kaki lima yang sudah begitu terkenalnya menjual jagung bakar? Bahwa hari ini begitu sulitnya mencari kerja/menciptakan lapangan kerja sehingga masyarakat hanya mampu berjualan rokok dan bensin di kios-kios di sepanjang jalan El Tari 1 dan 2 Kupang?

Sesungguhnya kita terlalu MUNAFIK! Menafikan yang dianggap kurang baik, meski belum tentu orang lain menganggapnya sama juga. Kita mungkin sukanya hanya menonjolkan yang BAIK-BAIK SAJA bahkan cenderung berusaha keras menciptakan KEBAIKAN supaya yang dianggap KURANG BAIK atau KURANG ELOK gak kelihatan. Bahkan dengan cara paksa. Mungkin yang terjadi seperti kisah berikut. Seorang artis ibukota berkicau di twitternya saat berkunjung ke Sumba, NTT. Si artis diundang makan siang di rumah bupati setempat. Si artis mengira bahwa tuan rumah akan menyuguhkan santapan lokal yang bagi dia akan menjadi sesuatu pengalaman baru dan unik dalam hidupnya. Eh, malah di suguhin santapan yang sangat Jawa! Si artis mengaku geli dengan hal itu dan bertanya, apakah Sumba mempunyai panganan lokal, layaknya ia datang ke Jogja dan mencari gudeg. Saya rasa ada. Tapi mungkin malu untuk disuguhkan. Dipikirnya nanti akan terkesan katrok, ndeso, jadul atau kampungan untuk seorang artis ibukota yang terkenal itu he he he.

(…sebuah SMS masuk di HP. Dari kakak saya). katanya, ‘wuih, rame sekali. Masyarakat SoE begitu antusias menyambut SBY.

Mereka rela menjadi pagar betis, melemparkan senyum terbaik mereka untuk presiden. Meski sehari-harinya susah nyari minyak tanah dan beras, tapi gak apalah hari ini rela meninggalkan rutinitas, menahan lapar dan capek karena menjadi pagar betis, demia SBY meski cuman lewat sekelebat doang dengan mobil RI 1-nya. Sikap yang mungkin saja dirindukan rakyat, pengen dikunjungi, disapa atau disinggahi barang semalam seperti yang terjadi di SoE malam ini. Berharap besok pagi, ketika bangun SBY pun harus respek dengan kondisi NTT hari ini, terkorup ketiga di Indonesia versi ICW, punya 71 desa di TTS dan Lembata yang bergizi buruk versi Kompas, gudangnya TKW /TKI, yang kekurangan ribuan tenaga guru, yang rentan HIV/AIDS, yang kualitas pendidikannya minim, yang kesulitan mendapatkan beras dan minyak tanah…banyak sekali! Presiden perlu tahu itu. Dan kewajiban rakyat lewat pemerintah daerahnya membuat SBY tahu! Bukan waktunya kita ngabisin sekian APBD untuk menyenangkan mata dan hati SBY. Beliau perlu tahu problem rakyatnya, masyarakat NTT!

Salam pagar betis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...