Sabtu, 20 Maret 2010

Hei Manusia...!!!!

22 Maret hari air sedunia? Hmm, baru tahu saya.
Berbicara air betapa pentingnya ia bagi tubuh, bagi apapun.
Tentang air, saya ingat pernah terjadi sangketa antara warga Klaten dengan pihak Danone-Aqua beberapa tahun lalu (saya tahu kasus itu ketika dosen agama katolik saya di Fisipol UGM, romo Widyatmoko, mengangkat topik ini dalam sebuah diskusi menarik). Petani Klaten protes karena sawah mereka kering, ternyata penyebabnya adalah sedotan pabrik Aqua yang cukup tinggi dari sebuah mata air di sana menyebabkan aliran air menuju sawah ikutan kering.

Tadi pagi saya membaca Koran Kedaulatan Rakyat, hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas air tanah di jogjakarta memprihatinkan. Saya pun merasakan demikian. Di rumah teman saya di daerah Kaliurang yang masih alami, air tanahnya segar, jarang ada kotoran yang ikut tersedot bersama air yang menyebabkan bak kamar mandi mudah kotor. Kalaupun kotor paling gak seminggu baru dikuras. Eh, di kos saya di kota Jogja, barusan kuras hari ini esoknya baknya sudah kotor lagi karena banyak kotoran sudah mengendap di dasar bak kamar mandi.

Setahun lalu, saya mendengar, ada masalah bahwa salah satu hotel besar di kawasan Malioboro ternyata punya saluran khusus pembuangan limbah hotel ke arah kali Code yang dekat dengan Malioboro. Hal itu diprotes warga bantaran Code. Bau tak sedap dan air keruh buktinya.

Saya salut dengan warga Code. Kesadaran hidup bersih cukuplah. Code tak mampet, Code tak bau, Code tak dipenuhi enceng gondok (sebagai indikator tingginya zat kimia di air). Mereka bahkan punya acara khusus untuk mencintai air dengan mengadakan festival Kali Code.

Beberapa tahun lalu, saya mampir ke kos teman di Surabaya setelah pulang dari Kupang. Saya kaget dengan kualitas air PAM di Surabaya. Air di bak mandi tak lagi bening, baunya pun aneh. Ternyata karena kualitasnnya jelek, agar agak lebih baik kualitasnya, PAM mengolahnya lagi dengan pemberian zat-zat kimia tertentu untuk menjernihkan air, meski hasilnya rada berbau gak jelas.

Tentang air lagi, saya teringat kampung halaman saya di Mollo Utara, Timor. Daerah subur, sejuk, di lereng pegunungan Timor Tengah Selatan. Toh pada akhirnya kini, sejuknya lenyap, gersang menyerang dimusim-musim tertentu. Air PAM sering macet. Mengambil air bisa berkilo meter jauhnya dari rumah. Disaat yang sama, daerah resapan air mulai tergantikan dengan pemukiman penduduk. Untung saja, kearifan lokal orang Mollo sempat membuat para investor penambangan marmer angkat kaki. Konon katanya jika bukit-bukit yang mengandung marmer itu gundul, maka matilah mata air yang ada disana. Hutan lenyap, bukit kapur yang awet menyimpan air pun akan lenyap juga. Kerontanglah leher masyarakat Mollo.

Tentang air pula, isu abad ini mengemuka. Disatu sisi, ada benua yang makin kerontang, disisi lain ada pula benua yang pelan-pelan mulai menenggelamkan diri akibat volume air laut yang makin naik. Air menjadi kebutuhan, air menjadi masalah. Air yang dibutuhkan manusia adalah juga air yang selalu dikorbankan manusia. Lantas, apa sih mau manusia itu??? Hayo jawab, wahai anda yang katanya manusia!


Jogja, 19 Maret 2010
foto: www.vondsoldier.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...