Senin, 14 Oktober 2013

Memberi Dari Kekurangan (Catatan Dari Siolais)

Tanggl 12-13 Oktober 2013 Kelompok Solidaritas dari Kupang melakukan aksi bakti sosial di Kapela Stasi Siolais Kec. Amanuban Barat, Kab. TTS. Kira-kira 50an km ke selatan Kota Soe. Perjalanan ke sana memakan waktu hampir 8 jam perjalanan dari Kupang. Beroombongan 15 orang dan memakai 1 bus milim Seminari Tinggi St. Mikhael untuk memuat sembako dan 2 mobil Katana lainnya. 
Sesampinya di Siolais kami disambut dengan upacara Natoni (sapaan secara adat dengan bahasa Dawanm, Timor) oleh para tetua adat dan romo Yos Binsasi yang bertugas setahun ini untuk melayani umat Katolik yang ada di Siolais, Eon Ana dan Nunab. Acara baksos kami sendiri dipusatkan di Nunab sekitar 5 km dari Siolais. 
Beberapa agenda Solidaritas antara lain: membagi sembako, penyuluhan kesehatan, katekese, pendalaman iman Katolik untuk orang dewasa dan bimbingan untuk anak dan remaja (Sekami). Setelah mendapat sambutan Natoni dan selendang dengan motif Amanuban yang indah itu kami diajak masuk untuk ibadat singkat yang dipimpin Romo Sipri. Selanjutnya kami disuguhi kopi dan pisang luang rebus. Selanjutnya acara penyuluhan kesehatan oleh kak Vency (perawat di RSU) dan Romo Sipri. Sedangkan di luar kapela, anak-anak dan remaja Siolais dikumpulkan untuk menari, bernyanyi dan berbagi sukacita bersama kak Eva, Marlin, dkk. Selanjutnya makan malam bersama lalu pemutaran film Di Timur Matahari karya Ari Sihasale dari Alenia Pictures. Masyarakat sangat terhibur melihat cakrawala baru dalam hidup orang-orang Papua saudara mereka di Timur Indonesia. 
Paginya setelaha mandi dan sarapan kami langsung menyiapkan sembako yang akan dibagi siang setelah misa. 
Romo Yos sendiri misa di kapela Siolais sedangkan kami misa bersama umat Nunab dan Eon Ana di kapela Nunab. Bapa-bapa dan Mama-mama di sini bernyanyi dengan begitu bersemangat. Setelah misa, saya didaulat untuk memberi sambutan mewakili kawan-kawan Solidaritas. Mereka menyebutnya 'Ketua Rombongan'. Oke, saya secara pribadi sangat terkesan dengan masyarakat Siolais ini. Secara geografi lingkungan mereka cukup gersang, kondisi jalanan ke Soe yang sulit, air pun sulit. Sehingga pada musim kemarau seperti saat ini sangat rentan untuk mengalami kelaparan dan gizi buruk. Kepada kami, mereka mengakui bahwa mereka jarang makan sayur. sedangkan jagung kering yang ditumbuh menjadi bose adalah santapan mereka sehari-hari. Hasil pertanian mereka cuma asam dan kemiri (juga berternak ayam dan sapi) yang bisa mereka jual meskipun dengan harga yang amat rendah. Para tengkulak dari Soe suka menjatuhkan harga hasil pertanian mereka dengan seenaknya. 
Malamnya ketika berdiskusi dengan kak Vency dan Romo Sipri mereka mengeluhkan pelayanan kesehatan, terutama soal Jamkesmas yang sama sekali tak ada yang gratis. Artinya mereka pun masih dipungut biaya obat dan mereka kebanyakan tak tahu lebih jauh tentang Jamkesmas, selain bahwa kesehatan mereka dijamin dengan obat yang digratiskan. Lantas obat mana yang gratis buat mereka? Tidak ada. mungkin mereka sudah dibodohi oleh petugas kesehatan di sana. 
Dengan akses jalan menuju puskesmas di Niki-niki atau RS di Soe yang sangat sulit dan ketidakjelasan bidan/perawat di kecamatan mereka sehingga persoalan bersalin di rumah masih saja terjadi. Meski begitu beberapa mengaku masih saja didenda oleh aturan pemerintah bahwa melahirkan di rumah dilarang (akibat angka kematian ibu dan anak yang tinggi terutama di TTS). Lagi-lagi mereka yang dirugikan. 
Saya merasakan sendiri sulitnya perjalanan ke sana. 
Siolais adalah sekelumit potret masyarakat Dawan, para atoin meto, manusia-manusia kering yang hidup di daerah tandus. Sebagaimana mereka disebut sebagai atoin meto, mereka pun sudah dibekali dengan ketahanan diri yang tiada taranya untuk menyesuaikan diri dengan alam yang demikian kering. 
Ketika ada yang datang mengunjungi mereka, tinggal semalam bersama mereka, duduk bersama mendengar keluhan yang keluar dari hati, rasanya sedikit beban longgar sudah. Kami datang dan mencoba berbagi sedikit dari apa yang kami peroleh selama ini. Tapi lebih dari itu, kami mau bersekutu dalam iman bersama mereka. Terus berjuang dalam iman Kristiani dan selanjutnya kita serahkan kepada Sang Penyelenggara hidup! 
Kabar gembira bahwa saya menemukan anak-anak Siolais punya kemampuan calistung yang baik. Sudah ada 2 anak Siolaos yang kini kuliah keguruan di Kupang dan hampir selesai. Ada angin segar untuk mereka. Dengan demikian mereka akan bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik. Anak dan remaja bisa bersekolah, dan mereka bisa menata masa depan lebih baik. saya yakin...

Siolais, suatu saat nanti kami harus datang lagi... saya jatuh cinta dengan kesederhanaan hidup dan iman umat di sana. Saya belajar, tak boleh mengeluh atas apa yang saya alami, pahit sekalipun.
 
Btw, Solidaritas adalah sekelompok orang muda baik pelajar, mahasiswa, karyawan swasta, PNS, ibu rumah tangga, dll yang tersebar di Kupang. Berdiri tahun 2000 (13 tahun lalu) di Katedral Kristus Raja Kupang, didirikan oleh Rm. Sipri. Bertemu sebulan dua bulan sekali, berdoa bersama dan mengumpulkan sedikit demi sedikit berkat dari setiap anggota. Rp.10.ribu adalah sumbangan wajib setiap anggota setiap bulannya. Sejauh ini sudah memberi bantuan untuk umat di Molo, di Amarasi dan kini bergerak ke Amanuban. Motto Solidaritas, "memberi dari kekurangan." 

bus milik Seminari

3 Katana berhasil menembus gunung dan lembah menuju Siolais

rumah tradisional masy. Amanuban, Timor

the road, Siolais.

disambut senyum manis anak-anak Siolais

para bapa mama Siolais, Nunab dan Eonana menyambut dengan Natoni adat

diberi selendang dan cipika cipiki. kita bersaudara...

menari bersama kak Evi Lemba



Romo Sipri dan kak Vency bertugas sebagai penyuluh kesehatan

screening film Di Timur Matahari

packing sembako

kapela Nunab, terdiri dari 46 KK

Misa syukur bareng umat

Romo Sipri memperkenalkan anggota Solidaritas

hehe ketua rombongan sedang memperkenalkan Solidaritas

bersama anak-anak Siolais

anak-anak Sekami bernyanyi bersama kak Marlin

Ketika dites kemampuan baca dan menghitung: luar biasa. mereka bisa!

Kapela Nunab

Kak Vera (baju merah) tak sungkan bernbaur dengan para Mama di dapur

bergaya dengan selendang yang diberikan oleh para mama di Siolais

packing sembako

kak Evi bersama anak-anak Siolais, masa depan gereja di Timor

kak Wens Laka membagikan sembako

berkesempatan membagikan sembako

Romo Yos Binsasi, Pr. pastor yang melayani umat Siolais, Nunab dan Eon Ana

Mereka nyanyi lho buat kakak-kakak dari Kupang. Berani dan pede

dari yunior sampe senior. Gereja perdana hingga masa depan gereja di Siolais

Sayonara

Oleh-oleh selendang motif Amanuban

Selendang motif Amanuban Timor


1 komentar:

  1. aiih, ternyata Siolais itu [lebih] keren [daripada Oeekam]! :)

    BalasHapus

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...