Senin, 07 September 2009

Sesama Penyolong Jangan Saling Mendahului!

Sesama Penyolong Jangan saling mendahului. Itulah judul dari artikelnya Novelis Remy Sylado di harian Kompas (6/9).

Jalan pemikiran yang juga sudah sempat saya pikirkan beberapa hari yang lalu bahwa apakah kita selalu yang menjadi 'malaikat' dan Malaysia itu 'setannya'?? Berbicara budaya di negeri yang beraneka ragam ini memang tak ada habisnya dan tak pernah lepas juga dengan gesekan disana-sini karena kemungkinan peleburan-perpaduan-kawinmawin-inkulturasi antar budaya bisa terjadi dan itu menghasilkan budaya yang abu-abu. Mungkin itu juga yang kini terjadi pada bangsa ini.

Mengagetkan dengan analisis dan fakta-fakta dari Remy, bahw ternyata ada banyak lagu 'yang tak terduga' selama ini (dan itu lagu-lagu penting) tak lepas dari aroma palgiat. Apalgi ada bukti yang lebih kuat bahwa lagu Terang Bulan yang selama ini diyakini diplagiat Malaysia dari Indoenesia jadi lagu kenegaraan sebenarnya juga bukan lagu asli Indoensia yang dibuat oleh anak Negeri asli.

Apakah kita sungguh terlalu bersih dari urusan Plagiat memplagiat budaya atau karya intelektual orang lain? Apakah industri televisi, film, musik, fahsion, dan banyak lagi sudah benar-benar adalah buah karya intelektualitas asli anak-anak Indoensia? Ada banyak contoh soal plagiat di depan mata kita, yang dilakukan oleh kita sendiri, so bercerminlah sebelum marah-marah, maki-maki!

Remy menulis ' Srbab, ujung-ujungnya soal MARAH-MARAH ini dibeberkan dengan kasus-kasus PLAGIAT yang ternyata tidak sepi di Indonesia, malunya harus ditanggung bersama-sama.''

Hayoooo.

Jadi jangan sampai kita ibarat pepatah 'gajah di pelupuk mata gak keliatan tapi semut diseberang sono kita bisa melihatnya...''

Kedua, soal efek dari klaim Malaysia, weleh-weleh...ramai dimana-mana, semua ribut, bahkan harus menyokong suporter di Facebook (yang kebanyakannya adalah generasi muda), dsb. Marah. Kebakaran jenggot. Termasuk saya sendiri di awal-awal dulu.

Tapi apakah ini gambaran dari rasa NASIONALISME kita, terutama para generasi muda Indoensia?

Ketiga, sebenarnya dengan klaim Malaysia ini kita untung apa rugi sih? Jangan-jangan benar bahwa orang lain (bangsa lain) lebih peduli dengan barang-barang kita ketimbang kita? Ribut karena lagu 'Rasa sayange' kita dinyanyiin Bangsa lin, sedangkan setiap harinya kita malah sibuk menyanyikan lagu-lagunya orang Amerika? Emosi memuncak karena Tari pendet tapi kita SEBAGAI PEMILIK TARIAN ITU sendiri tak bisa menarikan tari itu! Hal yang sama untuk batik, angklung, wayang, dsb. Bukankah yang lebih concern, lebih cinta, lebih perhatian dan lebih berupaya melestarikan justru orang lain, dari bangsa lain?

Atau kita sejatinya seperti contoh salah satu dosen saya, '' kekanak-kanakan' : kalo ada teman sebaya yang main benda kepunyaanya, anak itu akan marah dan merampasnya kembali dari tangan si teman, namun setelah itu ia malah sibuk dengan mainan baru yang lain dan melupakan mainan yang sudah dirampasnya kembali tadi (bahkan membiarkan mainan itu tergeletak hingga rusak).


Ahh, ........apakah kita selalu yang paling baik dan benar?????


Jogja, 6 Sepetember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...