Selasa, 11 Agustus 2009

Misa di Vosloorus

Sebuah Catatan Sipri Senda



Tanggal 12 Juli 2009 adalah hari khusus bagi Thabo karena ia diperkenalkan kepada umat oleh vikjen Rm. Duncan, di paroki baru yang bakal dipegangnya mulai 1 Agustus nanti. Paroki itu bernama St. Albertus Agung Vosloorus, terletak di luar kota Johannesburg, berjarak sekitar 30 km . Misa dimulai jam 07.00, maka kami berdua berangkat pagi-pagi jam 06.00. Tiba di sana tepat jam 07.00. Segera kami berkemas untuk misa konselebrasi. Gereja penuh oleh umat. Sebagian berdiri lorong depan pintu masuk. Misdinar berjumlah 13 orang dengan pakaian khusus berwarna hijau menurut warna liturgi, dan mengenakan kalung salib. Setelah semua siap, kami berkumpul di sakristi, lalu doa bersama dipimpin oleh seorang misdinar. Rumusan doanya tetap dan sama, tertempel di dinding di bawah salib, baik untuk sebelum misa maupun sesudah misa. Doa ditutup dengan permohonan singkat kepada St. Albertus pelindung paroki: St. Albertus…doakanlah kami sebanyak tiga kali. Lalu perarakan ke altar lewat halaman gereja menuju pintu depan gereja. Koor misa pertama ini adalah koor orang dewasa. Rm. Duncan yang juga adalah pastor paroki mengatakan bahwa ada 4 koor di paroki: kelompok dewasa, kelompok mudika, koor St. Sesilia dan satu kelompok lainnya yang saya lupa namanya. Minggu pertama dan ketiga dua koor tanggung misa. Minggu kedua dan keempat, dua koor lainnya. Kali ini giliran koor kelompok dewasa untuk misa pertama dan mudika atau Young People’s Ministries (YPM) untuk misa kedua. Koor menyanyikan lagu penuh semangat diiringi musik gendang. Semua penyanyi dan sebagian umat menari di tempat dengan gerakan yang amat padu.

Beberapa hal khusus dan menarik dari kedua misa ini:

Sesudah doa pembukaan, sebelum bacaan pertama, ada lagu pengantar yang cukup panjang juga. Seperti biasa, selalu menyanyi dan menari dengan penuh semangat. Mazmur tanggapan tidak ada tapi diganti dengan lagu antar bacaan yang juga panjang sambil menari. Sesudah bacaan kedua ada lagu alleluia bait pengantar injil mengiringi perarakan Kitab Suci dari pintu masuk ke depan altar dibawa oleh pembaca bacaan kedua, diterima oleh imam (Thabo) di depan altar, lalu ditahtakan di mimbar khusus yang tersedia. Menyusul bacaan injil.

Pastor paroki, Rm. Duncan yang bakal pindah ini memang kreatif juga dalam mempersiapkan kotbah. Kotbah dilakukan dari mimbar khusus yang disiapkan di depan altar dan dapat dipindahkan sesudah digunakan. Bacaan injil berbicara tentang pengutusan para rasul berdua-dua oleh Yesus, dengan syarat antara lain tidak boleh bawa pakaian, makanan atau uang, tapi bawa tongkat. Maka rm. Duncan membawa tongkat. Dinyanyikanlah sebuah lagu yang menggambarkan seorang utusan Tuhan yang berjalan dengan tongkat mewartakan injil. Tentu saja sambil menari.. Maka sambil membawa tongkat rm. Duncan menari-nari di depan altar sepanjang lagu dinyanyikan. Kami berdua pun ikut menari di tempat sambil bernyanyi gembira. Kotbahnya lumayan panjang. Tapi umat sudah terbiasa rupanya dengan gaya kotbah seperti itu. Misa dibuat dalam bahasa Zulu, kotbah pun demikian, sambil diselingi dengan bahasa Inggris. Saya diminta memimpin doa umat dalam bahasa Inggris. Doa umatnya semacam rangkuman permohonan untuk pelbagai kepentingan, tapi aklamasi umat dinyanyikan bersama disponsori oleh koor, dengan pengulangan rumusan aklamasi berkali-kali tergantung dirigen, kapan mau dihentikan, karena selalu dinyanyikan sambil menari. Selain itu ada doa bersama khusus untuk rencana pembangunan gereja baru. Seluruh umat berdoa bersama.

Persembahan diawali dengan kolekte. Imam selebran utama berdiri di depan altar memegang kotak kolekte, bersama 4 misdinar yang juga memegang kotak kolekte. Lalu seluruh umat, masing-masing membawa dermanya sendiri ke depan altar sementara koor menyanyikan lagu sambil menari. Beda dengan pengalaman di gereja Our Lady of Africa yang umatnya membawa derma sambil menyanyi dan menari, di sini hanya sebagian kecil umat yang menyanyi dan menari membawa dermanya. Sebagian besar berjalan biasa atau malah ada yang bergegas menyerahkan derma lalu kembali ke tempat duduk. Hal menarik adalah anak-anak kecil yang dibiasakan orang tua untuk membawa sendiri derma dan mempersembahkannya di depan altar. Sesudah komunipun ada kolekte lagi untuk persiapan kedatangan uskup ke paroki dalam rangka krisma. Pola yang sama dibuat. Tapi kali ini tidak seluruh umat menyerahkan derma. Namun kelihatan bahwa mereka telah terbiasa memberi dengan murah hati. Pastor paroki menegaskan hal ini bahwa umat di sini sangat murah hati, sehingga pastor paroki baru tidak perlu khawatir tentang kesejahteraan hidup dan rencana pembangunan gereja. Murah hati bukan saja dalam hal pemberian derma tapi juga dalam pelayanan bagi gereja. Banyak sekali inisiatif dari umat untuk melayani gereja dalam rupa-rupa hal. Apalagi di paroki ini ada pula beberapa kelompok solidaritas awam seperti kelompok Santa Ana, kelompok Hati Kudus, Catholic Women’s League.

Hal menarik lainnya adalah ibu-ibu dan gadis-gadis umumnya membawa kerudung, dan pada waktu komuni, mereka menutup kepala mereka dengan kerudung sebelum maju menerima komuni. Para misdinar putripun ternyata membawa kerudung mereka masing-masing. Saat komuni, mereka menutup kepala mereka dan menerima komuni dengan khidmat dan sopan. Rupanya penggunaan kerudung merupakan sebuah tanda hormat dan takzim kepada Sakramen Mahakudus.

Saat pengumuman, pastor paroki memperkenalkan kami berdua, terutama Thabo sebagai bakal pastor paroki baru mulai 1 Agustus nanti. Umat begitu antusias dan gembira menyambutnya. Sehabis misa kedua saya mewawancarai salah seorang anggota koor YPM tentang organisasi dan kegiatan mereka. YPM terdiri dari orang muda katolik di paroki, berhimpun bersama dalam wadah ini untuk melayani gereja dengan pelbagai aktivitas baik di bidang musik, olah raga maupun sosial kemanusiaan. Telah banyak hal mereka lakukan. Misalnya dalam rangka pengumpulan dana untuk pembangunan paroki, mereka mengadakan konser belum lama ini, atau kegiatan mencuci mobil dan upahnya dikumpulkan untuk paroki. Selain koor hari minggu yang adalah tugas rutin dua minggu sekali, mereka sedang merencanakan kegiatan tanam pohon dalam waktu dekat. Ketika ditanya tentang kesannya mengikuti kegiatan YPM, dia mengungkapkan kegembiraannya, sekaligus harapan agar semakin lebih banyak lagi kaum muda terlibat dalam YPM, serta semakin bersatu dalam persaudaraan orang muda katolik demi Gereja.

Seorang ibu anggota Kelompok Santa Anna tampak sedang duduk menjajakan jualan berupa paket buah-buahan dan sayuran. Ia menjelaskan bahwa ini semua untuk pembangunan gereja baru. Satu paket seharga Rand 60 (sekitar € 5 atau Rp. 60.000). Buah-buahan dan sayuran ini bukan dari hasil kebun mereka sendiri, tapi dibeli di pasar, lalu dipaketkan dalam bungkusan yang bagus dan rapi. Ia mulai menjajakannya dari Sabtu sore sampai hari ini, sudah terjual sebanyak 45 paket dari 50 paket yang dibawanya. Setiap minggu dilakukan seperti itu oleh anggota Kelompok Santa Anna secara bergiliran. Anggota kelompok lainnya setiap selesai misa kedua, berkumpul dan berdoa bersama dalam gereja didampingi oleh pastor paroki. Hari ini berkenaan dengan perkenalan pastor paroki baru maka doa kali ini didampingi oleh Thabo.

Sekitar jam 14.00 kami kembali ke Randfontein setelah makan siang. Capai juga rasanya setelah merayakan misa dua kali berturut-turut dengan lagu dan tarian selama kurang lebih 5 jam. Begitu tiba di rumah langsung tidur sampai sore. Ahhhhhh….



Randfontein, 13 Juli 2009

Rm. Sipri Senda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...