Kamis, 13 Agustus 2009

Film Merah Putih: Melihat Kembali Semangat Pluralisme Indonesia!

Merah Putih

Bendera Indonesia. Berani dan suci. Tulang dan darah.

***

Seorang teman diskusi film saya pernah bilang 'itulah hebatnya Holyywod, Amerika! Lihat saja hampir di setiap film Hollywood ada saja gambar bendera negara mereka, tak pandang harus genre apa atau cerita apa tetapi bahwa selalu ada adegan kibaran bendera atau apapun yang menandakan, aha, ''itu bendera Amerika'' pasti ada. Dan coba kamu bandingkan dengan film-film produksi dalam negeri, apakah sering muncul bendera merah putih atau simbol merah putih yang bisa dibaca itu bendera Indonesia. Artinya bahwa merah putih itu mungkin sekedar atribut pendukung sebuah setting dalam film namun yang pasti dia ada.

Oya, saya mau bilang bahwa ini murni tulisan menurut pendapat saya. Setiap orang punya hak dan cara sendiri-sendiri dalam mengapresiasi film. Artinya, saya tidak selalu benar, anda juga, tidak ada yang benar atau salah disini. Yang ada adalah semua punya cara pandang sendiri dalam mempersepsi sebuah medium, dalam hal ini medium film.

***
Merah Putih adalah sebuah film arahan sutradara Yadi Sugandi dan skenario oleh Rob Allyn dan Conor Allyn (orang bule pastinya, wah! ini cambuk deh buat sineas lokal, hayooo tunjukin taring kalian juga). Apalagi ada juga nama-nama beken hollywood di belakang layar (so gak heran kalau secara teknis film ini lumayan bagus untuk ukuran indonesia, baik itu gambar-efek visual, sound, tata kamera, dsb). Ini juga karena dengan 'penyandang dana' dari keluarga besar Hashim Djoyohadikusumo, dan jelas di endingnya baru akan ketahuan ada misi 'keluarga' disini he he...Semoga saja besok-besok keluarga kaya semacam Djoyohadikusumo atau lainnya berani untuk menggaet-mempercayakan semua kru film lokal semacam Joko Anwar misalnya, pasti juga gak kalah keren! Bukannkan kualitas sineas lokal sudah baik hanya saja ada kendala dana?

****

Ketika saya sudah duduk manis di kursi deretan D 7, dan film Merah Putih itu dimulai, entah mengapa saya selalu merasa bahwa mungkin sudah saatnya (lagi-lagi) rasa Nasionalisme saya akan diuji (ujian terakhir saat film Garuda di Dadadku-King-Identitas, dan itu buruk sekali, artinya bahwa ternyata saya belum banyak melakukan banyak hal untuk negara saya). Dan benar saya di awal hingga tengah film ada beberapa adegan yang menusuk nurani saya sebagai warga negara Indonesia:

1. Soal konflik pribadi yang tajam dan perbedaan yang besar dalam kelas sosial, suku, daerah asal, agama, dan kepribadian dari setiap karakter di film. Ini yang mendasari film ini sehingga nampak baik. Kata kuncinya adalah PERBEDAAN. Bahwa negara ini pun didirikan dengan semangat PERBEDAAN, PLURALISME!
Lihat saja ada karakter Amir (Lukman sardi) yang Jawa banget, Thomas (Donny Alamsyah, nampak paling berkarakter disini sebagai orang Sulawesi Utara, Great Performance Don!), Dayan (Teuku Rifnu Wikana, sebagai orang Bali yang santun), dan Marius (Darius Sinathrya, orang kota yang belagu).
Donny Alamsyah yang menurut saya paling 'bersinar' di sini. Karakternya kuat sekali. Saya suka itu!

Ada adegan menyentuh ketika Marius yang nyebelin bertengkar dengan Thomas, saling mengungkit latar belakang mereka, baik agama, pekerjaan, juga suku. Sontak Amir dengan tegas bilang:

''kita hanya ribut-ribut sendiri sebagai saudara, Jawa dan Sulawesi terus bertengkar dan yang untung tidak dua-duanya, yang untung adalah BELANDA!!!'.

Menohok sekali. Bukannkah yang kini juga terjadi di bangsa ini? kita saling bertengkar, saling menuding, karena ada PERBEDAAN, dan siapa yang akan untung? TIDAK satupun diantara kita! Yang untung adalah PIHAK ASING!!!

2. Soal Isu Pluralitas. Ada karakter agama Hindu yang kuat, Muslim yang saleh, Kristen yang taat, bukan tak mungkin ada benturan, tapi ada puncak dimana mereka saling menghargai: ketika adegan peperangan hampir dimulai dan Dayan baru saja sembahyang kemudian Amir bilang:

''mintalah pertolongan 'DEWA-DEWA' mu agar kita bisa berhasil...''

dan dijawab Dayan: ''...saya pikir kau hanya percaya bahwa ''TUHAN itu SATU'' saja!

dan Amir menimpali: ''...saya juga percaya bahwa setiap kita punya hak untuk memilih jalannya sendiri-sendiri namun sama-sama akan menuju TUHAN!

Ohhhhhh, betapa bijaksananya. Inilah semangat yang kian luntur dari BANGSA KITA.

3. Yang berkesan juga adalah ketika kembali isu sukuisme menjadi senjata andalan mereka di barak tentara untuk saling menyindir, ketika dalam pesta dansa merayakan naiknya pangkat, Thomas bilang ke Dayan jika jagonya berdansa karena Bule-bule sudah membawa pengaruh ke Bali dan itu dijawab dengan tegas oleh Dayan: ''...saya boleh berbangga bahwa pulau sayalah yang paling terakhir diduduki kaum kulit putih (penjajah). Dan sayapun baru ingat, benar adanya bahwa dalam sejarah BALI adalah pulau Indonesia terakhir yang diduduki Belanda. Artinya bahwa mereka punya kekuatan khusus untuk menghalau dominasi penjajah waktu itu.

Inilah 3 poin yang paling mengesankan saya selama menonton film ini. Meski demikian ada beberapa adegan yang mengganggu, salah satunya saat Amir membayangkan saat-saat dimana ia memutuskan dari guru menjadi tentara karena seorang murid sekolahnya yang sudah duluan ikut menjadi tentara pejuang pelajarlalu tewas ditangan Amir, adegan itu di depan gedung-gedung tua (saya menduga itu di kota lama Semarang), ternyata ada yang kurang jeli: seorang penonton tertangkap KAMERA sedang merokok sambil nyengir ke arah Lukman Sardi. Padahal adegan itu menunjukan kualitas visual efek yang bagus sekali (menurut saya lho he he). Gedung tua Belanda memberikan kesan 'dark' - antah berantah gitu deh. Saluut.

Dan pada akhirnya, kelemahan itu ada di cerita (ceritanya nanggung karena format trilogi kali yah???) dan akting pemain. Meski itu sedikit sudah ditutupi oleh kualitas gambar, efek dan sound (juga ilustrasi musiknya). Yadi Sugandi juga bagus.

Pak Hashim Dj, ayolah beri bantuan modal juga buat sutradara keren kayak Garin, Riri atau Joko Anwar he he...pastilah kualitasnya gak kalah keren kok!

Ketika Merantau dan Merah Putih ini sudah sukses karena campur tangan 'asing' maka cambukan ini membuat anak negeri makin kreatif berkarya. Kita bisa kok!


Jogja, 13 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...