Minggu, 07 Juni 2009

Prahara Manohara dan Sisi Termehek-mehek Masyarakat Kita (?)

Manohara. Nama yang kini mencuri perhatian masyarakat karena kisah molodramatik dari hidupnya. Namanya melodrama, hampir pasti kini kisah itu hampir jauh dari pijkan kehidupan nyata (Budi Sarwana, Kompas7/6). Titik puncaknya ketika pengacara OC Kaligis memutuskan mengundurkan diri untuk tidak membela Manohara. Seorang Ratna Sarumpaet, yang selama ini aktif dalam isu-isu pelanggaran HAM, human trafficking juga hak asasi wanita, sudah lebih dahulu berteriak dan menantang agar ibunya Manohara jangan asal bicara saja tetapi lekaslah menunjukan bukti, jika akhirnya tidak mau mempermalukan diri sendiri juga diri bangsa ini, karena indikasinya sudah jauh melebar ke ranah hubungan diplomatik RI-Malaysia.

Kaligis bahkan pergi karena hingga seminggu kebebasan Mano, belum juga ada upaya visum dan usaha pengaduan ke mahkamah internasional sebagai satu-satunya gerbang hukum paling pas untuk menangani masalah ini. Masuk akal menurut saya karena fakta luka-luka fisik itu bertahan berapa lama sih? Akibatnya kini banyak orang mulai meragukukan kesaksian Mano dan ibunya selama ini.

Karena tak ubahnya kisah melodrama ala sinetron juga telenovela maka kisah Mano juga tak ubahnya kisah di acara televisi yang konon terpopuler saat ini, Termehek-mehek! Seolah-olah nyata tapi ternyata palsu, takubahnya sebuah sinetron atau telenovela. Dulu saya tertipu di episode-episode awalnya. Saya rasa kini masih banyak yang menikmati aksi penipuan itu sebagai sesuatu yang nyata, pasalnya kita, masyarakat kita mungkin saya bermental melodramatik sampai-sampai lupa membedakan mana yang nyata dan mana yang imajinasi belaka (dan mungkinkah kisah Mano hanya imajinasi belaka dia dan ibunya? waktu akan menjawab!).

Akhirnya yang kita anut, yang kita yakini, yang kita pahami dan kita jalani hanya situasi yang miskin retorika, yang miskin substansial, yang hanya imajinasi semata, jauh dari kenyataan karena kita berada di dunia drama itu sendiri (ST Sunardi, Kompas 7/6). Kita kini sudah dikepung habis-habisan oleh kisah-kisah molodrama di televisi,

dimana fakta mungkin nomor kesekian yang utama adalah menggali sisi dramatis yang menguras air mata, sisi lain masyarakat penonton televisi kita yang mudah ‘termehek-mehek’.

Apakah betul kisah Mano tak ubahnya kisah dongeng Cinderela?

Bumijo Lor 1215, 7 JUni 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...