Sabtu, 06 Juni 2009

damai di hati, damai dinanti

Dicky Christian Senda untuk CERAH HATI @ http://www.iker-anaktimor.blogspot.com

Hari minggu lalu saya melihat foto yang menjadi headline di banyak koran lokal maupun nasional. Ketika Megawati sedang berjabat tangan dengan rivalnya SBY. Jabat tangan terakhir mereka yah saat lima tahun lalu ketika posisi Megawati digantikan SBY. Selanjutnya banyak kabar seolah menyatakan adanya ketidakakuran antara mereka berdua. Apa pertemuan di KPU minggu lalu itu suatu bentuk rekonsialiasi? entahlah.

‘ih, ini juga kebetulan, terpaksa! karena memang harus berada di forum penting disaat bersamaan’ bisik nurani saya.

Damai itu harus lebih dari tindakan semata. Bagaimana dengan hati. Ikhlas gak? ikhlas gak ikhlas yang tahu yah cuma diri kita sendiri kan?

Saya pun kembali terngat headline Kompas beberapa waktu lalu, saat Hugo Chavez dengan sigap menyamperi Obama dan mereka pun bersalaman. Bagi dunia ini berita! Semua tahu bagaimana hubungan Amerika Serikat dengan negara-negara di Amerika Latin selama ini yang memang memburuk.

Berbicara Obama, bagi saya sosoknya secara langsung dekat dengan ruh rekonsiliasi. Entah ini karena hanya dimulutnya Obama saat kampanye atau memang benar-benar akan diwujudnyatakan, semuanya hanya tentang keinginan besarnya memperbaiki citra AS dan hubungan baik AS yang baru dengan ‘musuh-musuh’ lamanya, juga berbagai kebijakan warisan Bush yang justru jauh dari semangat rekonsiliasi. Bisa jadi jabatan tanganya dengan Chavez menjadi awal yang baik bagi misi kepresidenannya. Juga soal rencana penutupan kamp tahanan tersangka teroris di Guantanamo.

Dan yang terbaru dari Obama, pidatonya dalam kunjungan ke beberapa negara Arab menuai tanggpan positif dari masyarakat muslim dunia. Menarik bahwa dalam pidatonya, Obama mengutip isi Al-Quran, dan hal ini mendapat komentar dari beberapa masyarakat Arab, kata mereka, 'kami menantang para pemimpin Arab untuk berkunjung ke AS, berpidato dan mengutip sedikit dari isi Injil!'. Itikad damai saya kira bisa datang dengan bebrbagai cara. Semoga itu yang ingin dilakukan Obama dalam misi hidupnya.

Kini di saat menjelang Pilpres aroma persaingan nyatanya lekat dengan berbagai upaya kampanye hitam, saling jatuh-menjatuhkan, sebisa mungkin mencari kecacatan pihak lawan yang sekaligus menguatkan citra pihaknya sendiri (hmm bisa juga membawa citra negatif lho!). Namun ketika pemenang sah diumumkan, apakah mereka/kita dengan legawa menerima itu, berdamai lalu mengucapkan selamat secara terbuka? Atau malah terjebak suasana ala MEGA-SBY yang baru berjabat tangan lagi lima tahun kemudian, itu juga masih dengan pertanyaan lagi, benarkah hubungan mereka baik-baik saja?

Jadi ingat saat pilpres AS beberapa waktu lalu, McCain dengan berbesar hati mengucapkan selamat. Tak ada dendam?

Berdamai dengan pihak lain yang ditakutkan akan berbahaya memang bukan hal mudah dan pilihan gampang. Ini juga bergantung kesan dari diri kita. Sama halnya ketika Paus Benediktus XIV justru ‘berdamai’ dengan Facebook untuk memberi pesan damai dan kebaikan kepada generasi muda yang notabene adalah pengguna Facebook terbanyak, memberi contoh yang baik bagi banyak orang untuk bisa cerdas memanfaatkan teknologi, bukan sebaliknya menganggap teknologi ini haram dan pantas dijauhi. Artinya untuk berdamai kita memang harus masuk ke dalam kehidupan pihak yang ingin kita ajak berdamai. Menjauhi jelas bukan satu perilaku perdamaian.

Saya menulis tentang kedamaian disini panjang lebar bahkan ketika saya sendiri belum bisa mendamaikan hati saya dengan seseorang yang masih saya anggap sudah menyakiti perasaan saya. Saya hanya mampu bilang ke banyak orang saya tak punya masalah dengannya meski nyatanya perilaku saya jauh dari ungkapan itu. Ternyata benar, saya pun belum ikhlas berdamai dengannya.

Saya bahkan harus belajar lagi dari Johanes Paulus II ketika memaafkan pelaku penembakan atas dirinya. Bahkan ketika peristiwa itu menjadi buah bibir dunia, karena sebegitu mudahnya memberi maaf (memberi kedamaian) bagi orang lain.

Sudakah saya menjadi manusia yang berkeliling sambil berbuat baik?

Jogja, 6 Juni 2009

*...dan masih berpikir, sepertinya berperang fisik dengan Malaysia bukanlah pilihan tepat! perang otak saya kira kita akan lebih mampu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...