Jumat, 24 April 2009

Antara Tranvestisme, Lawakan dan Perkembangan Psikoseksual Anak

Dalam sebuah dialog di stasiun TV One, pelawak Tessy alias Kabul dengan nada kecewa mengomentari nasibnya yang dilarang tampil sebagai sosok Tessy yang kebanci-bancian itu oleh komisi penyiaran di negeri kita. Konon kabarnya pihak stasiun televisi pun tidak berani menampilkan karakter Tessy dalam program-program acara mereka, mungkin karena takut juga berurusan panjang dengan pihak KPI.
Disisi lain pelarangan itu seolah kontras dengan kenyataan bahwa hingga detik-detik ini karakter-karakter kebancian masih wara-wiri dengan leluasa di banyak program acara televisi-televisi tanah air. Ekxtravaganza hingga kini masih menyelipkan karakter banci dalam setiap episodenya. Ini salah satu acara lawak dari sekian acara lawak yang seolah akan mati dan basi jika tidak menghadirkan sosok banci didalamnya. Ini menurut saya lho. Apakah melawak itu harus dengan memerankan karakter banci saja biar lucu? Entah mengapa peran ini sungguh laris manis di negeri tercinta ini. Yang kemudian melahirkan artis-artis jutawan baru, terkenal, dipuja-puja karena ‘kebanciannya’ (entah jua itu benar-benar mereka aslinya kemayu atau yang pria tulen tetapi doyan berperan ‘melambai’ demikian istilah ibu direktur sekolah tempat saya bekerja he-he).

Seperti saya bilang tadi, lepas dari memang adanya motif kelainan perkembangan psikoseksual atau tidak dari pemainnya, sering kali pemain peran tersebut adalah sosok individu yang secara biologis dan psikologis seutuhnya berjenis kelamian laki-laki dan dasarnya perkembangan psikoseksualnya sehat. Namun ‘doyan’ memerankan karakter banci. Tora Sudiro atau Indra Birowo misalnya.

Saya kok kadang melihat itu sebagai eksploitasi atau sasaran pelecehan dan cercaan semata, bahwa kayaknya figur banci sepertinya adalah jurus paling gampang dan ampun untuk memancing tawa.
Dalam sebuha diskusi terbatas dengan dosen saya mengenai adanya kemungkinan ekses negative bagi perkembangan psikoseksual, terutama bagi anak-anak yang notabene biasanya menjadi pemirsa terbesar acara lawakan seperti itu. Ini khusus bagi anak laki-laki yang sedang dalam proses perkembangan psikoseksual dengan kondisi emosi yang labil dan kepribadian yang belum mantap, sehingga bisa jadi figur banci, yang popular dan kaya itu bisa menjadi panutan atau figur ideal yang akhirnya bisa dijadikan sebagai tokoh ideal untuk dijadikan figur identifikasi dirinya.


Apa itu transvestisme?



Merupakan jenis gangguan perkembangan psikoseksual yang membuat anak laki-laki memiliki kecenderungan untuk senang memakai pakaian perempuan, untuk kemudian saat berpakaian perempuan tindakan dan perilakunya meniru tindakan dan perilaku perempuan, biasanya disaat yang sama anak tersebut memperoleh kenikmatan erotic-seksual khusus yang akan memperkuat perilakunya.

Pada akhirnya kekecewaan Tessy adalah kekecewaan yang seharusnya mendewasakan dirinya dan orang lain, bahwa industri pertelevisian atau hiburan di negeri ini masih rendah kontrolnya dan bahwa televisi adalah sarana hiburan paling murah yang dimiliki rakyat Indonesia sayang hal itu tidak seiring dengan kualitas acara-acara televisi itu sendiri, yang mendidik dan mencerahkan masyarakat, terutama anak-anak.

Jogja, 25 April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...