Kamis, 19 Februari 2009

Generasi Biru: catatan kelam bangsa dimata Slank

Tadi siang saya ke bioskop. saya ingin menonton ‘Generasi Biru’. Saya bukan saja mendapat satu pin serta poster gratis namun lebih dari itu tontonan nan kreatif yang coba diberikan Garin, dkk (*bahkan mungkin sejuta rasa keprihatianan akan kondisi Indonesia yang masih jauh dari ‘adil’ dan ‘sejahtera’ itu!*). Saya malah merasa mendapat ‘lebih’. lebih karena lagi-lagi Garin,dkk begitu cerdas meramu keberadaan Slank, Slanker, lagu-lagu Slank tentang cinta, perdamaian, respek antar manusia! tentang Indonesia, tentang harapan sebuah pulau nan damai, penuh cinta, penuh respek dan penghargaan, pulau biru yang didiami oleh generasi-generasi biru, situasi yang sama sekali bertolak dengan masa yang penuh tindakan repsesif, militerisme, kekerasan, pembunuh-pembunuh misterius (*petrus)*, dll. akhirnya bagi saya generasi biru adalah hitam putihnya Indonesia, keburukan-keburukan yang ingin ‘dibasmi’ slank dan slanker sebagai wakil generasi muda Indonesia menjadi Indonesia yang putih, yang biru yang sejahtera, yang adil, yang beradab, yang manusiawi!
Pertama saya harus jujur dan bilang bahwa saya agak terganggu dengan animasi-animasi dalam film ini, mungkin karena saya sendiri memang tidak begitu menyukai hal-hal berbau animasi/kartun atau komik malah he-he. ah lupakan selera saya ini. paling tidak otak saya harus lebih ‘bekerja keras’ untuk menginterpretasi hal-hal yang juga banyak termuat dengan hadirnya animasi tersebut. berbicara interpertasi film Garin, dkk ini maka pastilah kita harus mengulik lagi berbagai symbol-simbol tersamar dari adegan per adegan, yang unik dan sulitnya diformulasikan ke dalam tari-tarian/gerakan tubuh, dll, nah ini yang sulit. (*mungkin lebih ketika saya begitu ribet memaknai film Opera Jawa dulu, ‘aih, apa pula nih harus sapu lidi?’ he-he…*).
Tapi mungkin film ini terasa tidak terlalu ‘berat’ ketimbang Opera Jawa, pertama mungkin karena film ini berlatar masa yang juga sempat saya rasakan, militerisme dan tindak represif ala orde baru saya pernah rasakan, slank dan slankers itu sendiri juga menjadi bagian lain di sekeliling saya (ooooi, bangga juga nih ternyata teman-teman saya dari Kupang begitu antusiasnya he-he). Berbeda mungkin dengan opera jawa yang berlatar budaya jawa, hal yang sama sekali asing bagi saya meski saya masih mempunyai darah jawa he-he, atau karena begitu banyak symbol-simbol filosofis orang jawa, mitos/mite, dll yang memang begitu asing, tapi saya suka!
Setelah keluar bioskop saya malah terlibat obrolan seru dengan teman-teman saya yang notabene jago-jago, yah karena mereka aktif sekali dalam forum diskusi film, sedangkan saya harus belajar lebih giat lagi. Ah, hidup. jujur lagi saya sangat menikmati ‘generasi biru’. menikmati sejuta sajian yang cerdas, menggugah dan memberi informasi banyak bagi saya yang bukan slankers sejati (*meski begitu saya sejak dulu sudah respek dengan ‘spirit’ positif awak slank, mereka musisi hebat!*). Antara lain ketika sebelum masuk lokasi konser ikat pinggang harus dilepas, atau beberapa lagu slank di film ini yang masih asing di telinga saya (salah satunya theme song ‘generasi biru’ sama lagu untuk ‘anu’.
Jujur yang ketiga, saya malah sempat berdiri bulu kuduk saat di awal, aksi Slank di Timor leste juga kupang. berlanjut ketika lagu ‘bendera ½ tiang’ mengalun (*sungguh nasionalisme saya dipertanyakan disini!!!*), dan ketika Bimbim dengan perfect sedikit berdiplomasi lantas menyanyikan lagu yang saya pun tidak tahu judulnya, kira-kira lagu untuk si kecil ‘anu’ yang seorang tuna rungu, korban dari militerisme, menjadi penakut dan pemalu karena trauma. mata saya malah berkaca-kaca (*maaf jika saya terlalu emosional soal ini!*). Saya kembali harus mengakui betapa Slank pun begitu peduli dengan anak kecil, generasi biru yang masih cilik-cilik ini.
Saya bosa dengan film horror ala Indonesia, saya muak dengan film komedi (*plus-plus*), saya mau muntah karena film-film kancut yang masih ramai diproduksi, yang hanya ditonton, tertawa, bahagia dan nol besar, tanpa ada pesan yang menggugah kehidupan agar lebih baik, menggugah spirit! demi dunia yang lebih baik, hampir sedikit memang film-film cerdas memang.
Beberapa hal menarik bagi saya:
1. Soal ibu yang memegang kertas bertuliskan tanda tanya (*?*), mengajak saya bertanya, juga anda, tentang kehidupan kita, tentang ketidakadilan, ada apa? mengapa? bagaimana? ada sejuta tanya atas sejuta persoalan yang bahkan belum terjawabi oleh siapapun, oleh ibu itu (*saya jadi ingat tanda tanya itu dipegang Suciwati atau ibu Sumarsih!*). 10 tahun lebih reformasi ternyata belum cukup untuk membongkar benteng kokoh tanpa indentitas itu. Siapa? ada tanya! Generasi biru harus menjawab itu, slankers dan sekian juta anak muda Indonesia punya PR berkaitan dengan TANYA ibu tersebut?
2.Lantas mengapa Garin, dkk memakai perempuan (bebrapa penari wanita) untuk mencari jawaban itu? mengapa wanita? bukan penari laki-laki? kenapa? ada tanya disini! mengapa sehingga Abdee hanya mengiringi wanita-wanita itu mencari jawaban dengan petikan gitarnya, bahkan hanya mampu menulis di pasir, ‘CARI’! atau ibu itu hanya mampu memecahkan kode berupa potongan-potongan gambar yang berarti ‘HILANG’! apa yang hilang? siapa yang hilang? ada tanya! kita harus menjawab ini semua, di nurani masing-masing…Mengapa penari wanita yang menari diantara terali-terali para ‘tapol’?
3.Saya bahkan menyarankan para pemimpin kita menonton film ini, jangan hanya berama-ramai menonton AYAT-AYAT CINTA lantas CENGENG, lantas menangis he-he karena lagu itu (*mengapa harsu cengeng? tanya!*). Mereka harus melihat bahwa diri mereka kadang bisa berubah menjadi robot/raksasa bengis (*digambarkan secara animasi di akhir film, gedung DPR/MPR berubah jadi raksasa dengan senjata!*).
4.Mengapa ada adegan ‘bos’ kencing anak buah meminum air seninya? mengapa ada bentuk tarian ‘nyeleneh’ seakan memegang senjata/selang pemadam kebakaran he-he..lantas byurrrr… menyemprot/menyerang ke arah lawan? mengapa harus ‘penis’ simbolnya atau yang berkaitan dengan daerah selengkangan? he-he lagi!. apa ada hubungannya dengan symbol reprsesi, dengan symbol ‘kekuatan’ atau tepatnya ‘kejantanan’ (*Yoni dalam mite Hinduisme*). Mungkin saja. Yang kemudian symbol represi atau kekuatan itu di lawan oleh anggota Slank satu persatu dengan mengarahkan bokong-dicebok (maaf)-(Kaka), atau Ridho aksi menerima ‘semprotan’ itu dengan aski mencuci, atau Abdee dan Bimbim dengan gerakan menyilih serangan.
5.Mengapa ada tokoh yang hatinya diambil, dirinya diibaratkan dengan celeng, lantas berperilaku seperti hewan meski dia manusia, akhirnya baru sadar ketika menonton TV, lantas dilahirkan kembali menjadi bayi dengan sayap kupu-kupu lantas hidup ‘waras’ lagi. Mungkin ini adalah symbol pembodohan kepada rakyat yang dilakukan selama ini, rakyat diperdaya, diperlakukan tidak manusiawi, layaknya anjing dari sekawanan ajing-anjing berdasi, bersepatu lars, bersenjata, bertopeng, yang lebih bengsi dan tak manusiawi itu!
6.Menarik lainnya adalah banyanya poster-poster tokoh-tokoh lokal dan dunia yang terkenal humanis, bijak, adil, cinta perdamaian, misalnya RA. Kartini, Oprah Winfrey, paus John Paul 2, Bung Hatta, Munir, Lady Diana, Mother Theresa, Mahatma Gandhi, Albert Einstein, banyak sekali, atau saat kotak kardus yang sisi-sisnya bergambar sosok-sosok hebat diatas tadi, yang dipakai penari menutup kepala. Suatu hal yang tak mustahil untuk dilakukan para generasi biru demi mewujudkan pulau biru yang adil, damai dan sejahtera tadi. Saya malah membayangkan jika satu pulau bersisi orang-orang seperti RA. Kartin, Munir, Oprah, mother Theresa, dkk, ohhh betapa damainya pulau itu.
7.Slankers Kupang Timur yang menyanyi dengan iringan Sasando di kamar yang sempit. Ah, bangga rasanya. Bulu kuduk saya berdiri untuk yang kesekian kalinya. Mohon maaf jika saya terkesan berlebihan he-he.
8.Militerisme, tindak represif , penculikan, pelarangan kerativitas, yang digambar dalam GB (*menutup kepala personel Slank dengan karung goni*) ini kiranya menjadi cermin betapa pelanggaran HAM sudah begitu menyiksa banyak rakyat kecil, kaum minoritas! Saya malah kian bangga dengan ajakan Slank, misi Slank, harapan Slank, kecintaan Slank terhadap generasi muda Indonesia, rakyat Indonesia pada umumnya, juga para pemimpin yang memang disentil habis-habisan disini, marilah berbuat sesuatu demi masa depan yang lebih baik, masa depan yang biru, adil dan sejahtera.
Saya malah masih ingat adegan lagu bendera ½ tiang bergema, menyentuh nurani (*jika masih mempunyai nurani *), menggugah rasa NASIONALISME saya, berharap juga rasa-rasa kalian semua…Jaya Indonesia. Saya harus menonton film ini lagi. Saya belum puas. Saya masih penasaran dengan sejuta seimbol yang belum bisa saya pecahkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...