Kamis, 22 Januari 2009

KUMPULAN PUISI-PUISI SAYA!

RINDU IBU 2
Kadek: dia cuma menelan pahitnya bau asap dan asin keringatnya sendiri
namun disimpan jauh kdalam kantong yang hampir bolong
karena sering dijejali oleh hentakan gema dikepalanya

"kapan kau pulang ke Kapan anakku?" tanya ibumu pada dirinya sendiri
Aku: aih...kadek...aku sudah mengirim jutaan doa untuknya agar dia kuat, agar dia tabah membuka jalan bagi anakanaknya...d\kadang aku menagis dalam sepi mengingat pil pahit yang ditelannya, asap dan asing keringatnya, namun aku bangga karena dia sudah mengajar kekuatan dan kasih bagi mulut dan hatikum, dan kakiku...
kemarin aku sudah SMS, aku akan pulang jika citacitaku tercapai...saat doa ibu jadi bunga di genggamanku...
oya, Kadek, titip salamku buat Ibumu, ibuibu kita semua!thanks
Kadek: yupppppp hidup buat ibu2 kita yang tak pernah bersuara betapa letihnya mereka ...titip rindu buat ibu
Aku: salam juga buat ibumu
Jogjakarta, 21 Januari 2009 (berbagi rasa bersama Kadek lewat Facebook)

*************
SMS dari sahabat
selamat malam. ini penting. jika esok matahari
yang jatuh di halamanmu terasa terik mengiris
dan kepulangannya di punggung manaramenara
beton dengan keadaan melotot,
secepatnya juga malam ini…
ini penting: beritahu keluargamu
bumi sudah tua, jangan kau panasi lagi dengan
ulah jahatmu
jangan sampai hanya butuh satu dekade saja
untuk menenggelamkan kita semua
tanpa ampun. ini penting. ingat itu
Juni, 2007

*****

Harus di malam
engkau pasti akan bertanya, kenapa harus di malam, aku menulis katakata manis untuk mimpimu, mengirimkannya dengan doa yang dalam. semua untuk hatimu, sayang!
karena:
pagi bagiku melemahkan selsel fantasi, dan ini waktunya menutup pintu untukmu, hanya untuk sementara waktu. maaf
dan siang, terlalu terik untuk menulis rasa kalbu, rasa rindu yang tersisa di bibirmu. aku tak bisa, kututupi lorong cinta kita, rindu akan tertambat, sabarlah.
dan malam,
berlembarlembar kertas coklat pucat akan menjadi kaku
(lengkap sudah gara-gara cinta). bukan.
karena penat. tapi demi kau akan terus ku
merayu hati, berubah jadi bayu melayang,
menyentuh hatimu, hati kita
meniupkan cinta ke lorong yang cerah antara gila dan sadar, antara dimabuk cinta dan fantasi liar kita (kadang aku meyebut ini imaji, meski kau harus menggenggam peluhku, karena cintamu padakutak terbatas).
malam yang menjadikan rindu perlahan menyala jadi cinta, jadi katakata
jadi darah, jadi nafas kita berdua
hanya malam yang membuatku makin cinta kepadamu
aku selalu siap menaburkan benih cinta kita ke langit,
biar damai bersama bintang, di sisi bulan, untukmu!
malam kita cuma dua,
malam terang, malam liar
(liar untuk memacu selsel berkaca jadi kata untuk disulam
bersama malam, agar jadi indah. untuk itu
harus di malam
hanya malam

Jogjakarta, 21 Januari 2009

****

Nasi goreng dan sepiring kewarasan

ini malam kesekian aku makan nasi goreng. tanpa sayur, hanya panas yang tersisa di perut karena cabai. aku penat seharian dan hampir saja roboh tadi sore di mulut gang menuju rumah kontrakanku. bukan hanya itu, aku merasa istana kewarasanku telah roboh juga akhirakhir ini.
tapi aku bukan orang gila. aku sadar namun tidak waras. lho???
aku bisa merasakan monosodium glutamate menyerap ke dalam poripori lidah, ini nikmat (namun membawa mau)
nasi goreng enak, tapu cukuplah ketidakwarasan ini. aku letih menggenggam moralitas
letih mengisi kesadaranku dengan dua puluh cangkir kopi (yang membuatku makin sulit tidur)
aku makan nasi goreng dan ingin berdamai dengan jiwaku
aku minum es jeruk dan ingin berdamai dengan ketidakwarasanku

aku mau makan nasi goreng lagi esok. tapi tanpa monosodium glutamate, aku takut kanker.
aku sadar, aku bukan orang gila hanya saja aku kurang waras.
aku mau makan nasi goreng dan merencanakan lagi ideide gilaku (tapi benar aku tidak gila)
:aku mau membunuh rasa malasku, aku mau membunuh rasa ketidakpercayaan diri
aku mau makan nasi goreng dengan sepiring kewarasan, agar aku kuat
agar aku bisa mencintai dia dengan sabar.
aku mau sepiring kewarasan

Jogja, 20 Oktober 2008
_______________

Darah di Pucuk Senapan
(ketika masa depan luluh lantak oleh militerisme)
darah tertumpah tadi siang. dari mulut orangorang jelata.
bunyi senapan sontak mengambil paksa nyawa pucat
itu pergi. aku melihat mereka berteriak. ampun…
ampunni kami, bapak!
inikah yang dinamakan pengayom masyarakat??
hei, mereka itu orangorang berseragam. mereka parlente,
tapi mereka pembunuh.
aku bertanya: tanyakanlah halaman nuranimu, sudahkah?
aku menagis: bilang ke presiden bahwa amis darah
dimanamana, juga di seragam mereka.
aku bertanya: apa aku, kau dan dia masih manusia?
aku bertanya lagi: tanyakanlah halaman hatimu, pernahkah?
aku berdoa: Tuhan berikannlah keadilan dan
cintaMu untuk kaum jelata ini.
aku bilang: pak kepala, bersihkan senapan dari darah
jelata! secepatnya
aku berteriak: pak presiden, cepat usut kasus ini hingga tuntas
aku, kamu, dia, mereka, pak kepala, pak presiden,
bertanyalah pada halaman hati kita masingmasing.
lihatlah ke dalam kita, adakah rasa humanis itu ada?
matilah kita jika sama sekali kosong.
(aku melihat Tuhan senyum padaku)

(Jogjakarta, Desember 2006)

*****

Mimpi Bersama Freud
Aku mau menyusun garisgaris mimpi yang panjang bersama Freud
untuk setiap senja yang rapat, bersiap dibungkus malam. bersama elang dan benang yang tumbuh dalam kepalaku.
aku bisa memancing sekaligus cinta dan kebodohan
aku rasa Freud akan senang malam ini. apalagi dengan rencanaku menyususn alur mimpi:
aku akan menganyam lembaran pagi yang berbunga biru, tapi tak berbulu.
aku akan menganyam juga kekuatan dan perlawanan hingga tajam serupa bamboo runcing, yang akan kupakai untuk menusuk perutperut buncit koruptor!
Aku sudah membayangkan Freud tersenyum padaku, nanti malam
(Jogjakarta, 10 November 2007)

****
Liang Merah
aku lahir dari liang merah, maka aku liang merah
tempat segala firman dan takzim bersambut
jadi lembayung. ini berkah dari Dia, sumber
daya sensasi dan tuah. untuk dia yang lain di bawah atap kesuburan.
(dua puluh satu abad kemudian)
mereka yang lembayung menyanyikan untukku
bebunyian suara Tuhan,
dipinggang sebuah segara:
mereka yang lembayung mencampur tertawa dengan jelaga, dengan derita, dengan nipah, dengan berlembarlembar prahara, dengan bintang, dengan titimangsa, dengan seribu gunung
maka jadilah aku, liang merah
bersisikan marabencana dan cinta kasih sekaligus
aku adalah liang merah, tempat segala yang bertuan masuk, memancing nafsu, merajut dunia baru,
atau sekedar menulis derita di dalamnya
lalu pergi begitu saja dengan kepongahan
entahlah,
aku tetap liang
yang diciptakan Dia lewat dia
yang merah
(buat Ferderika Elizabeth Kamlasi)
Jogjakarta, November 2007
________________________

Menutup Hati
ini salah kita, sobat
menabur benih cinta tulus dalam sua, kau bisa menyebutnya juga dengan egois, sedangkan aku menyebutnya dengan cinta yang salah!
dan ini haram bagi kita.
aku memaafkan pagi, kau harap itu.
kau berjanji pada hari minggu yang kaku, aku menunggu.
kau marah karena aku bilang hari itu kaku, dan ku marah pada nyanyian yang mempertemukan kita.
kau bilang aku baik
aku sakit karenanya: kita salah dalam setiap sentuhan
dalam warnawarna perasaan. ku mau tutup hati bagimu karena kita salah. demi Tuhan
aku kecewa pada langit yang masih mempertemukan kita.
(maafkan aku, sobat)
(Buat dua sobatku, Theresia Avilla dan Gaudenz Albertho)
Jogjakarta, 22 Desember 2008

****

Upacara
(dari bumi tua buat Usif Neno*)
malam sudah pecah. kabut puncak turun perlahan.
sirna ditelan silau kristakristal emas
indah. embun bergelayut dipaksa lekas jatuh
buahi alam agar ranum, agar sejuk. agar indah.
di barat burungburung berpantun, berbalas riuh
sambung menyambung, membiarkannya melompatlompat
ke angkasa. kitari gunung dan bukit kapur yang
menyebul subur, (mereka menyebutnya susu perawan yang ranum)
tempat nenek moyang memangku janji setia. darah
dan arwah jadi batubatu pitih mengkilap).
mereka mau menari susupi rimba, jatuh di pusara
lembah. ee le le semua bergegaslah:
‘taburlah jejakmu pada jalan setapak berkelok dengan
bahan persembahan yang tersedia, dengan pundak dan
kepalamu, bawalah. bersuka jiwamu, ukur wajahmu
dengan abu merah kuning, nyanyikan lantang eee le le le…
persembahkan hati, di atas tapak bumi tua bagi
Usif Neno tertinggi’
dari tanah untuk langit
nyanyilah
tambur berbalas gong, memecah hutan. gong beradu
hentakan kaki anakanak penari bonet
tambur berpacu okulele, beradu pantun…
‘sebab bagi kita keindahan berangkai kelimbapahan
menyembul dari perut bumi dan
kekuatan dan berkah dari atap keharibaan, hingga kulit
bumi hijau terbentang luas. dataran jadi huma. padang
berbariskan sapi-kuda dan babi gemukgemuk
gunung kokoh menjulang memendam sejuta mataair. ketiak
hutanhutan bergelantungkan madu manis. semua itu hanya
untuk kami hamba sahaya, hamba setia, orangorang terpilih’
darah di atas pusara, arwah di angin yang kita hirup, hanya
untuk kami hingga seribu titimangsa menjemput kami berganti
cucucicit, supaya semua kebaikan ini takkan lari darimu,
dari kami. hanya kebeningan hijau di jiwa, bukan jejak
nestapa dan api yang membakar kedurhakaanmu, kedurhakaan kami.
terimalah senyum kami sebagai jawaban atas kemurahanMu.
terima bakti kami agar baikMu kekal sejak si jantan
menyambut pagi, menghantar kami ke lading hingga senja
merah bawa lelah dan nikmat pulang ke rumah, setia pada
hari.sadarkanlah kami untuk berlaku arif bagi ciptaanmu,
ya Usif Neno
terima kasih untuk panen raya yang berlimpah. biarkan
mulut kami menarikan katakata ungkapan syukur…nyalakan
semangat, semangat untuk darah dan arwah
lawan siapapun yang serakah
yang menguliti pusara nenekmoyang demi kepentingan sendiri.
lawan demi tanah yang lestari: untuk anak cucu, jagalah hingga
seribu tahun lagi
Oenino, Agustus 2006
*Usif Neno; Tuhan Allah
(NB; ditulis saat festival gunung Mutis, bentuk kearifan
masyarakat Mollo buat bumi)

***********

Untitled
Pagi masih berduka
kemarin: mudah membunuh cinta karena dosa
hari ini: merajam dosa dengan kasih mengharap anagr Dia hadir di hati
aku melihat: Tuhanku dirajam
hingga dagingnya berdarah
mengerang
perih
sakit
karena ludah, karena cemoohan,
karena katakata kotor
ini masih pagi: tepat di hari Tuhan berduka
(kau dan aku babat ciptaNya sampai cacat)
surya belum sempat menyuguhkan keagungannya
aku sudah menangis sejadijadinya
sambil tertatih menyentuh pintu: aku masih
kotor Tuhan
ampunilah aku

Jumat Agung, 21 Maret 2008

______________

impian hampa mengusik diri
berangan jauh mengenang kasih
hati berdesah kecewa
sedang kasih kian menjauh
(Syuradikara, 2005)
****

Dicky, desember, duapuluhdua
depalapnpuluhenam
damai
denz
dewi
dilema, dormitory
dengki
dogma
donat, derita…djogja
D…???
(Kapan, Juni 2006)
**********************
Refleksi
Tuhan, dari sudut mataku
kulihat pancaran DamaiMu
dari dasar hatiku
kusara jamahan TanganMu
di altarMu
ku tatap bening mataMu
di pintuMu
inginku mengetuk selalu
dalam tanganMu
dosaku Kau ampuni
(aku mecintaimu Tuhan)
(Syuradikara, 24 September 2004, ditulis saat rekoleksi kelas 3 IPA 1)



Ave Maria, Gratia Plenna
Salam Maria
(perawan tersuci, ratu perdamaian)
penuh rahmat, Tuhan sertaMu
(dalam pancaran mata kasih, penguat imanKu)
Terpujilah Engkau diantara wanita
(terpujilah Engkau pengasih anakanak)
Terpijilah buah tubuhMu Yesus
(anak daraMu, penyelamatku)
Santa Maria Bunda Alla ( sancta Maria, mater Dei)
Doakanlah kami (yah Bunda pengasihku)
yang berdosa ini (sebab kau pengantara bagi puteraMu)
Sekarang
(hingga selamanya)
dan (sepanjang masa, hingga…)
pada saat kami mati nanti, amin
(milia dan agung namaMu Maria)
(23 Juni 2006)
**************

Buat Ibu
aku bernyanyi untuk kasihmu: au ana feto mese, us skola bi es em pe ina noi, ina noi
ina noi…aku bernyanyi untuk keringatmu: ina noi…ina noi..ibu sayang
aku bernyanyi untuk letihmu: ina noi..ina noi…ibu manis
aku bernyanyi untuk darahmu: ina noi, ina noi…
(Februari, 2004)
**********
semalam aku bermimpi:
pulanglah!
pulanglah ke pangkuanKu
sudah lama aku menunggu kau pulang
jalanmu salah. datanglah ke jalan kedamaian nomor Saturday rumah bercat putih
masuklah
Ku temui kau di altar sunyi itu…
bergegaslah
(Aku mau bernyanyi bersama letihmu)
Syuradikara, Agustus 2003

************

Biru
kau suka biru, aku juga tapi kita beda
aku biru, kau biru, tapi kita beda
bajuku biru, kau juga tapi kita beda
rumahku biru, kau juga, kita memang beda
aku adalah biru kamu yang sudah pernah membuatku jadi biru juga
namun biru kita berbeda. aku, biru dan kamu adalah samasama biru
hanya saja kita beda
biru adalah beda
(medio Desember 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...