Senin, 15 Desember 2008

Nikmatnya Gado-Gado Perasaan

(Woro-woro: Jika Anda mulai merasa gejala bingung dan pusing saat membaca tulisan berikut, saya sarankan untuk tidak melanjutkan. Namun jika Anda berhasil melampauinya hingga kata ‘all’ satu lagi permintaan saya, berikan saya komentarnya. Terima kasih.)


Saya paling suka gado-gado, kalau di Jogja ada makanan yang mirip dengan gado-gado yakni ‘lotek’. Saya bisa merasakan nikmatnya tomat segar dengan sambal kacang, dengan sayuran hijau yang menyehatkan, atau dengan aroma bawang putih yang bisa berefek kurang enak setelah makan, atau merasakan bau kencur yang sedikit aneh di hidung tapi bisa mendatangkan rasa yang berbed. Dulu ketika SD saya paling suka permen nano-nano, berwarna kuning, putih sedikit garis merah, yang rasanya campur aduk itu. Hidup kalau saya bilang yah mirip dua hal diatas. Banyak hal silih berganti yang bisa kita rasakan sebagai yang baik, yang buruk, yang menyenangkan sekaligus menyakitkan sedetik kemudian.
Saya bersyukur bahwa sejak kecil saya sudah diberkahi dengan kemampuan mengindra dengan baik. Tapi tidak sebatas itu, saya kemudian sudah sampai pada titik dimana apa yang saya persepsi itu bisa dimaknai lebih lanjut. Karena saya hobi membaca sekaligus menulis maka kesempatan untuk mencerna lebih lanjut objek persepsi, dan membaca adalah salah satu kunci untuk ‘menajamkan’ kemampuan mengindra atau mempersepsi lalu memaknainya lebih lanjut. Dan akan lebih bermakna lagi jika apa yang saya lihat, saya dengar, rasakan, saya pikirkan itu bisa saya tuangkan dalam sebuah tulisan. Untuk tulis menulis memang saya belumlah lihai dibandingkan Seno Gumira Ajidarma atau Pramudya Ananta Toer.
Berbicara Pramudya, sejuta rasa salut seakan tak pernah habis untuk beliau, bahwa dengan pengalaman harian beliau sebagai tahanan politik, banyak karya-karya brilian lahir sebut saja Bumi Manusia, dan deretannya. Atau soal Bung Seno yang dengan lihai memanfaatkan dengan baik profesinya sebagai wartawan yang tentunya mempunyai banyak sekali pengalaman di lapangan, dan semua itu dengan indah terangkai dalam tulisan-tulisannya, cerpen dan novelnya. Bagi saya mereka berdua adalah contoh nyata anak manusia yang sukses memanfaatkan kemampuan mengindranya. Saya jadi ingat seorang pemuda Indonesia, saya lupa namanya yang dulu pernah tampil di acara Kick Andy. Dia seorang buta, namun jago komputer. Saya lantas iri dengannya, dengan kekurangan saja bisa berprestasi seperti itu, bagaimana dengan saya yang puji Tuhan masih dianugerahi indra lengkap dan semuanya berfungsi sangat-sangat baik sekali.
Masih soal gado-gadonya hidup, seminggu belakangan ini ada banyak hal menarik yang begitu kuat menempel di ingatan saya. Saya harap Anda tak bosan membaca kalimat-kalimat berikutnya hingga berujung di kata ‘all’. Saya yakin Anda pun punya banyak pengalaman sehar-hari yang Anda anggap menarik sehingga tanpa diminta hal tersebut sudah terekam jelas di memori. Untuk itu mulailah untuk tidak sebatas mempersepsi, bawalah juga ke dalam alam pikiran hingga sesuatu itu menjadi sangat-sangat bermakna, berarti, lantas mulailah untuk menulis atau membaginya kepada orang lain. Hitung-hitung Anda sudah memanfaatkan ciptaanNya sebagaimana seharusnya. Bukankah kita diciptakan untuk bermanfaat bagi orang lain, dengan memanfaatkan talenta kita? Beruntung ketika menulis ini saya dalam keadaan sadar untuk jujur sekaligus tidak munafik dengan diri saya, artinya inilaha saya apa adanya dengan segenap kelebihan dan kekurangan saya. Percayalah kadang saya juga bisa jauh berbeda dari kata-kata saya, itu jika saya memang lagi kena sindrom tidak sadar diri. Berbahaya jika dalam hidup kita dikuasai oleh ‘ketikdaksadaran’ dan ‘bawah sadar’.
Disini saya juga mau membagi virus baik, VIRUS UNTUK KERANJINGAN MEMBACA! Sudah saya bilang membaca ibaratnya mengasah pisau agar selalu tajam, membaca adalah mengasah otak agar selalu cemerlang dan berdaya guna. Membaca adalah makanan tergizi yang dibutuhkan otak. Membaca disini sangat luas, membaca yang kelihatan dan yang ‘tidak kelihatan’. Maksud saya yang kelihatan itu yah buku, majalah, yah Koran, yah tulisan, yah gambar, yah deretan huruf-huruf, tapi ada juga ‘yang tidak kelihatan’ yakni bacaan yang abstrak, ketika teman saya tersenyum saya bisa membaca ‘tulisan’ K-E-B-H-A-G-I-A-A-N di mata dan raut wajahnya, atau sebaliknya jika teman saya lagi marah, sensitif, dsb. Membaca membantu kita melatih kepekaan alat indra kita.
Saya bahagia ketika teman-teman saya banyak yang SMS dan menelpon saya, mengucapkan selamat atau memberi pujian serta dukungan kepada saya yang kini rajin menulis dan mempostingnya ke blog saya, ke blog mini di Friendster,dsb. Rata-rata mereka menunjukan ekspresi tidak percaya, masa sih? Kok bisa? Sejak kapan? kok saya gak tahu? Sebenarnya teman-teman saya tidak banyak yang tahu bahwa saya sudah menulis ‘kecil-kecilan’ sejak SMP (puisi dan curhat ala ABG puber gak jelas gitu he-he). Kemudian makin intens ketika di SMA, saat saya mulai jelas mengetahui siapa saya, apa kemampuan saya sekaligus apa saja kelemahan saya. Saya punya 4 buah buku agenda yang berisi banyak hal yang saya tulis saat di Asrama Syuradikara, Ende. Waktu itu yang saya pikirkan adalah menulis dan membaca apa saja. Ternyata ketika hampir empat tahun berlalu, ah banyak manfaat dari kedua aktifitas tadi. Tak ada ruginya deh untuk melakukannya.
Masih soal komentar teman, Basis teman segeng dulu di SMA sempat berkomentar, ‘kawan, kenapa tidak dari dulu kau tunjukan kemampuanmu?’. Saya Cuma bisa tersenyum. Hidup ini ada prosesnya dan tak ada kata terlambat. Mengapa dulu ketika di SMA saya kurang berekspresi dan menunjukan kemampuan saya, itu karena alasan masa transisi yang sulit bagi saya, dari sebuah atmosfir yang biasa-datar ke atmosfir yang wah, bernama Syuradikara. Masa-masa awal di Syuradikara cukup membuat saya syok dan merasa terlalu jauh tertinggal. Jujur butuh cukup waktu yang lama untuk mengumpulkan energi bernama percaya diri dan sekaligus keluar dari jerat bernama ‘introvert’, ini sulit kawan. Dan saya harus berterima kasih buat Syuradikara yang sudah ‘memaksa’ saya untuk percaya diri, untuk mencari jati diri dan percaya bahwa saya harus bisa lebih terbuka lagi. Teman-teman saya memang tahu betul sejarah saya ketika 3 tahun di Asrama Asyur dan Syuradikara.
Karena temanya gado-gado maka maafkan saya jika tulisan ini sudah cukup membuat Anda bak menyantap gado-gado atau permen nano-nano, terlalu bercampur aduk dan Anda kesulitan menangkap esensi dari tulisan ini. Saya menulis dalam keadaan sadar, tidak limbung, tapi inilah saya dengan keterbatasan saya. Saya memang harus terus belajar. Terima kasih buat teman-teman, sahabat, dan keluarga yang masih terus percaya pada saya dan terus mendukung saya. Salam kompak! GBU all.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...