Minggu, 30 November 2008

Baba AKong: Tsunami Cerdaskan Saya…




Demikian sebuah ungkapan jujur seorang pesisir berdarah Tionghoa yang konsern pada rehabilitas hutan bakau teluk Maumere pasca tsunami 12 Desember 1992. Baba A Kong yang sepak terjangnya baru saya ketahui ketika diangkat dalam sebuah film dokumenter peserta Eagle Award sebuah ajang perlombaan film-film dokumenter yang kini eksis di tanah air. Cerita yang kembali diulas di acara TV favorit saya Kick Andy, berjudul ‘Prahara Tsunami Bertabur Bakau’. Dalam kompetisi itu film ini bahkan menjadi film terbaik pilihan juri sekaligus film favorit pilihan pemirsa Metro Tv. Dengan tema semangat untuk mengkonservasi atau merehabilitasi hutan demi kehidupan yang lebih baik kedepannya, saya menjadi sadar dan tahu betapa ada orang-orang hebat bertangan dingin, yang dengan semangat juangnya berkontribusi langsung dalam pemeliharaan hutan-hutan di seantero tanah air. Beberapa diantaranya yang kemudian dihadirkan dalam acara hebat yang tayang setiap Jumat, pukul 21.00 WIB. Tak apalah ketika menulis ini saya baru saja melahap tayangan ini, dan sedikit terbawa emosi oleh pengalaman nyata para narasumber hebat itu. Saya mengakui ini. Untuk itu saya dengan bangga menghormati orang-orang yang sudah berdedikasi selama hidupnya demi kelestarian alam, dengan cinta mencoba hidup selaras dengan alam.
Semua narasumber Kick Andy kali ini sama istimewanya, punya keunikan latar pengalaman sendiri-sendiri namun berujung pada hal yang simpel sekaligus sulit di masa sekarang, apalagi jika tidak dilakukan dengan kerelaan hati dan cinta yakni ikut serta pelestarian hutan. Terus terang saya jadi malu dan mengetahui bahwa diri saya terlalu kecil, tak ada apa-apanya, terlalu egois sehingga buru-buru akan berlaku seperti mereka, keseharian saya jauh sekali dari hal-hal positif yang mereka lakukan. Tetapi paling tidak ada satu hal yang bisa saya terima bahwa mereka butuh saya dan Anda untuk meyelamatkan alam ini, bahwa sia-sia jika hanya mereka saja yang melakukan, bahwa untuk masa sekarang ini jelas ‘one man, one tree’, memulai sesuatu gerakan dari yang terkecil yakni mengebangkan sikap cinta pada alam. Tentu kelihatan sepele jika hanya diucapkan. Betapa dedikasi Baba A Kong,dkk malam ini di Kick Andy sudah menggambarkan bahwa untuk sampai pada hasilnya, tak sedikit waktu yang terpakai, tak sedikit tenaga, uang juga nyawa dan harga diri yang dipertaruhkan demi kembalinya hutan yang hijau dan lebat, demi kehidupan yang lebih panjang lagi bagi umat manusia.
Baba A Kong jelas yang paling menarik bagi saya, karena jelas sebagai warga NTT, punya keterkaitan emosi yang khusus dengan Maumere dan Flores pada umumnya, kehadirannya di film dokumenter juga di Kick Andy membuat mata saya terbuka. Ada orang yang begitu mulia hatinya seperti Baba Kong dan keluarga yang saya yakin juga mungkin banyak orang Flores/NTT yang sebelumnya belum tahu menahu tentang keberadaan atau tindak-tanduk Baba Kong dan keluarga.
Menarik soal ungkapan Baba Kong yang tergerak hatinya untuk menanam kembali hutan bakau dan kemudian larut dalam kecintaan pada pelestarian alam justru dimulai oleh pengalaman buruk di peristiwa tsunami pada tahun 1992. Memang tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan hutan bakau di pesisir sangat besar manfaatnya. Bisa sebagai pencegah abrasi, menghijaukan daerah pesisir sekaligus membantu penyerapan gas CO2, mungkin juga sebagai penyedia makanan bagi ikan-ikan, hingga berdampak besar mungkin saja untuk mengurangi efek tsunami atau gelombang pasang. Hutan bakau akhirnya bisa menjadi penyeimbang sistem yang melibatkan manusia, air, hewan-hewan, udara, dll sebagai kesatuan yang saling mendukung. Jika Baba Kong menjadi banyak tahu tentang alam dari peristiwa tsunami, maka seharusnya saya dan Anda pun bisa tahu, cerdas, dan cinta juga terhadap alam.
Saya kemudian berpikir lebih dalam. Al Gore di awal kemunculannya mengkampanyekan soal perubahan iklim global pun dianggap sebagian orang ‘gila’ dan terlalu mengada-ada. Sama halnya dengan penolakan dan kata-kata sindiran yang diterima ketika pertama kali tergerak untuk menanam bakau. Ini menunjukan betapa masih banyak orang-orang yang egosi ini ‘berkeliaran’ dimana-mana. Saya makin malu dengan diri saya yang selama ini lupa, bahwa mereka-mereka ini sudah membantu saya hidup. Yah, hidup. Bayangkan jika semua orang egois dan tak peduli pada kelestarian lingkungan. Oksigen bagi saya dan mungkin bagi Anda adalah barang yang tergratis seumur hidup, namun tanpa sadar kitapun tak tahu tangan-tangan hebat yang bergerak tak kasat mata tanpa suara membantu ‘memperpanjang’ masa ‘transaksi’ okesigen-oksigen yang saya hirup dengan tak tahu malunya, tak tahu dirinya! Maka berterima kasihlah pada tangan-tangan hebat itu. Dan tak cuma disitu, mulailah menjadikan tangan-tangan kita hebat jua dengan menanam dan terus mencintai pohon. One Man One tree. Ternyata oksigen ada di tangan kita, kawan!
Hormat saya buat semua manusia yang sudah mendedikasikan hidupnya pada pelestarian hutan. Go Green!

Bumijo Lor, 29 November 2008
00.02 WIB
(foto dari kickandy.com dan kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...