Senin, 01 September 2008

ASYUR DALAM KATA-KATA

Asyur medio 18 Januari 2005. Malam dingin jam 22.30 WITA. Ketika semua temanku terlelap. Hanya aku sendiri memikirkan hari esok, tanpa mereka…lelap dengan mimpi indah. Mimpi mala mini, esok?
(untitled)
Malam kian pekat dengan
Ditemani kesenyapan
Tanpa hiruk pikuk
Semua terlelap, baagai tak berdosa.
Berderet-deret, bagai tak bernyawa
Ughh…oh mereka masih mengorok dalam
Bagai mayat-mayat bergelimpangan
Tidak! Masih ada igauan. Bukan mimpi. Mereka masih hidup.
Aku bisa saja membunuh berpuluh-puluh nyawa ini,
Tapi kenapa harus membunuh? Lupakan. Ini bukan energy psikis
Yang timbul dari pribadi gila. Aku cuma bercanda
Segala beban hilang sudah. Lenyap bersama mimpi-mimpi indah
Pikiran kosong. Masih melayang bagai baying-bayang
Tetapi, teman-temanku
Janganlah terbuai..masih ada
Hari esok
Bersiaplah!
NB: aku bukan pujangga. Aku hanya terbiasa menulis, menulis isi pikiranku dengan sadar atau tanpa sadar. Jika kau menangkap sisi gilaku disini, bantu aku. Aku memang pribadi yang pro imajinasi. Bagiku berimajinasi adalah merasakan setiap tubuhku berkeringat, sakit dan nikmat sekaligus. Kejang nikmat. Aku bisa bebas berekspresi setelahnya. Ini rahasia. Kewajaran bagi anak remaja puber!

Bagaimana cara anda menuruti bawah sadar yang aneh? Aku bisa melamun dan menulis. Puisi. Cerpen (aku masih malu untuk menerbitkan cerpen-cerpen yang pernah kutulis ketika SMA. Aku menulis cerpen ketika SMP. Sayang karya perdanaku hilang. Aku lupa judulnya, yang kuingat bercerita tentang seorang anak kampung yang rindu jam tangan dan berlangganan majalah remaja. Semua sia-siaa karena ia tinggal di desa kecil. Tokoh yang pelamun, sedikit introvert namun punya segudang mimpi yang aneh bagi kedua orang tuanya. Cerpen kedua aku tulis ketika aku telah di Syuradikara. Judulnya ’makhluk manis dalam bus’ sebuah ungkapan rasa cemburu sekaligus merasakan hangatnya cinta pertama. Cinta yang masih begitu ambigu jika enggan disebut cinta monyet. Puisi yang paling banyak kutulis. Dalam buku harianku aku menulis sebuah stetmen dari rajanya kata-kata mutiara berkilau Kahlil Gibran: puisi adalah jelmaan senyuman. Puisi adalah tarikan nafas panjang dan dalam yang mengeringkan linangan air mata.
Puisi adalah kehidupan yang berdenyut di kedalaman jiwa, yang maknanya adalah hati dan minumnyaa adalah anggur kasih sayang. Maka puisi apa pun yang tidak bersumber dari kejadian itu adalah karya palsu.
Aku cukup terpukul atas ungkapan Kahlil tersebut. Puisi adalah sebuah bentuk kejujuran yang kasat mata. Kejujuran yang datang dari dasar jiwa. Dari puisi kuyakin kita bisa melihat bagaimana sosok pribadi penulisnya atas sesuatu yang terjadi dalam jiwanya.
Refleksi
Tuhan
Dari sudut mataku kulihat pancaran damaiMu
Dari dasar hatiku
Kurasa jamahan tanganMu
Di altarMu
Kutatap bening mataMu
Di pintuMu
Inginku mengetuk
Dalam tanganMu
Dosaku Kau ampuni
(ruang Geografi/pernah menjad ruang guru, bersebelahan dengaan perpustakaan yang dibelang lorong ‘publikanda’. Saat rekoleksi gabungan kelas 3 IPA 1 dan 2).
Di ujung Februari, seroja putih itu pergi
(Untuk Mama Ance Tamelan)
Sore ini cerah. Bau lumpur tanah basah bercampur liat wangi matahari februari
Yang mencuri kesempatan. Bukankah februari adalah hujan?
Sore ini seroja senyum. Putih. Harum, meski dada itu terasa kosong. Kapan
Kau tahu saatmu pergi pada Tuhan? Aku tahu,
Saat nafasmu kian rapuh diantara senyum tulus yang kuat. Aneh memang hisup ini.
Kemarin, aku melihanya kokoh, hari ini ia tak lebih harum
Disetiap sudut putih. Lorong-lorong yan ramai orang lalu lalang.
Aku mengenalinya sebagai seroja. Putih. Harum. Kemarin.
Hari ini aku mengenalinya sebagai seroja. Pudar. Pergi jauh.
Pulang padaNya. Februari, hujan tak datang.
Disana tangisan puteri memecah. Putera diam memangku.
Di sore februari, langit pecah oleh air mata. Langit pecah menerima kedatanganya.
Datang pada Tuhan. Tanah, seroja, hujan bersatu menghasilkan bau khas ferbuari.
Februari yang mengirim kabar duka buatku.
Februari luka. Februari, aku menangis.
Asyur, 28 Oktober 2005
NB: puisi ini kutulis ketika sedang tidur Asyur menerima kabar, ibu dari teman/adik di Syuradikara, teman dari Soe juga, Marlin Tamelan barusan kehilangan Ibu tercinta untuk selamanya. Baru beberapa hari aku bertemu beliau yang datang ke Ende sebenarnya untuk menengok Marlin yang diopname di RSU. Mungkin terlalu capai, ibunya pun jaut sakit. Terlalu cepat. Pada situasi ini, aku merasakan betapa rasa kekeluargaan begitu kental dalam jiwa seluruh komunitas Syuradikara. Betapa ketulusan itu mengalir kemana-mana. Syuradikara telah mengajariku untuk peduli dengan sesama. Esoknya, Ibu Ance dihantar dengan ratusan ketulusan, di bandara Ende, kuning putih terasa dominan. Syuradikara semakin dalam tertanam dihatiku…


(Ditulis pada pertengahan Januari 2005. Di ranjang besi, tanpa busa. Hanya selembar tikar berlapis kawat pegas)
Cinta datang, cinta pergi. Dengan kematian ia bisa saja berlalu dengan rindu. Dengan tak cinta ia pergi tanpa pamit, menuai dendam. Ada saat dimana cinta, hanyalah sebuah kepura-puraan, mendamba benci. Aku menulis ini ketika ketika orang terdekat pergi jauh. Ketika penghkianatan itu kurasa sebagai kegagalan terbesarku, saat ini.
(untitled)
Impian hampa menusik diri
Berangan jauh mengenang kasih
Hati berdesah lirih
Sedang kasih kian menjauh

Mataloko, 24 Februari 2005 saat ret-ret hari pertama.ini malam pertama aku merasakan udara dingin yang menyayat kulitku. Dingin yang lebih menggila ketimbang dingin di Kapan, kota kelahiranku. Dingin Mataloko adalah dingin Nenas suatu tempat di kaki Gunung Mutis, sebuah dataran tertinggi di Pulau Timor. Lupakan. Aku hanya teringat dengan persahabatan dalam wadah ‘Who Are Us Crew’, kami berlima belas dengan karakter yang berbeda-beda, namun bisa satu sebagai saudara, sahabat dan musuh kecil. Saat-saat merasakan tawa lepas tanpa ckntrol, saat ide gila muncul tiba-tiba dalam kamar pakaian atau kamar mandi. Saat berebuk cara ‘membalas’ kemarahan dari ‘musuh’ musiman kami, teman-teman seagkatan di Trikara. Saat-saat dimana kata-kata pedih yang keterlaluan menjadi warna harian kami, ejekan yang dijamin membuat mukamu merah menanggung malu. Kami masing-masing sudah cukup kebal dengan kebiasaan. Hanya saja kami terlalu muda untuk peduli dengan orang tua terutama Ayah yang selalu dibawa-bawa dalam cacian ke sesama teman. Sudahkah kalian meminta maaf pada orang tua masing-masing. Tak pantas kutulis kalimat makian itu disini. Nanti kapan-kapan kita bisa berbicara empat mata, jika penasaran masih terselubung di pikiranmu.
Aku merasa keanehan masih kita ‘pelihara’ hanya untuk memuaskan nafsu muda kita. Pun saat ada yang ultah. Biasanya kita akan mengisi bak penampungan air untuk memberihkan WC dengan (maaf) air kencing, lalu menyeburkan sang korban kedalamnya. Maafkan kami. Aku selalu terlibat sebatas timpemandu sorak, sekedar melepas energi yang memenatkan tubuh dan jiwa. Hanya itu. Meski kadang rasa iba itu ada. Beruntung aku selalu lolos. Karena ulang tahunku terjadi setiap kali liburan Natal terjadi. Aku selalu lolos. Namun bagi teman yang lain ini adalah mimpi buruk.
Kadang ketidakadilan mewarnai persahabatan kami. Jika kau memiliki fisik kecil dalam kelompok kami ini, bersiaplah untuk mendapat diskriminasi itu. Meski dalam taraf bercanda saja. Jelaas akan selalu merugikan. Ini pula yang selalu dialami kedua teman ‘kecil’ kami, Cicho dan Yanto. Ah, kami semua masing-masing juga pernah mendapat perlakuan ‘dikerjain’. Kemudaan kami selalu pada kesimpulan untuk keseruan saja, tak boleh berlebihan. Toh kami selalu akur dan penuh tawa. Kasih tulus tetaplah menjadi dasar pertemanan kami…
Rio S. Sanudin (3 IPS 3, Manggarai)
Gerald L. Fori (3 IPA 2, Kupang)
Arman Kole Nono( 3 IPS 3, Kupang)
Konradus Melianus Krisna Putra (3 IPA 2, Kupang)
Euginius P.S. Kandar (3 IPA 2, Manggarai)
Christianto Senda(3 IPA 1, Kapan-TTS)
Maximillianus A. Magang (3 IPA 1, Sumba Barat)
Krisantus Romelus Kandars (3 IPA 1, Alor)
Stefanus Doni Aeng (3 IPS 1, Maumere)
Sefri Doa (3 IPS 2 ,Bajawa)
Heriyanto Jemy (3 IPS 2, Manggarai)
Kristoforus Sisi (3 IPS 2, Bajawa)
Yulisu N. Soka (3 BAHASA, Nangapenda)
Rino Gande (3 BAHASA, Borong-Manggarai)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...