Minggu, 17 Agustus 2008

MERDEKAKAH KITA KINI?

(14.36 WIB)


Merdeka, kata yang selalu ramai dibicarakan semua warga Negara di Indonesia paling tidak selama sebulan ini. Seolah kata ini menjadi wajib untuk diungkapkan. Masyarakat ramai-ramai berlaku apapun yang mencerminkan kemerdekaan itu. Dari tingkat RT hingga Ibu kota Negara, dari masyarakaat kolong jembatan hingga istana kepresidenan, dari pemukiman kumuh dan terpencil hingga kompleks rumah mewah, terang benderang semuanya meneriaki ‘merdeka..!’ aneka perlombaan dirayakan guna merayakan kemerdekaan itu. Upacara resmi dilakukan tepat tanggal 17 Agustus ini. Katanya ini sebagai wujud kemerdekaan kita. Dimana-mana ada kata merdeka, di TV, radio, Koran, majalah, rapat RW, mal-mal, pasar, sekolah, kampus semua berseru lantang, ‘merdeka…’ merdeka hari ini ada dimana-mana, ada di dasar jiwa warga Negara, dibenak kita semua generasi muda atau generasi tua serta para veteran, opa-oma kita. Saya lantas berpikir apa itu merdeka? Apa itu kemerdekaan? Apa itu hari merdeka? Ada kata yang lain juga, kira-kira ruhnya mirip, Nasionalisme, rasa cinta Negara, bela Negara, apa itu semua?

Pertama, saya harus mengurai arti ini sejauh pemahaman saya sebagai anak muda 21 tahun. Maaf, jika masih ada yang salah dan kurang disana-sini. Saya bukan filsuf, saya bukan ahli analisis kata namun ijinkan sebagai wargna Negara yang ‘merdeka’ saya boleh mengungkapkan ide saya ini.

Pertama, menurut kamus bahasa Indonesia merdeka adalah………………………

Bagi saya merdeka adalah perasaan bebas dari seseorang sebagai manusia yang dibekali harkat dan martabat, cipta-rasa-karsa, dibekali oleh Tuhan hak dasar/asasi dan otonom, sekaligus tanggung jawab untuk menkreasi segenap anugerah tadi. Merdeka adalah kekebasan untuk hidup, kekebasan untuk menikmati ciptaan Tuhan, kebebasan meyakini sesuatu,kebebasan untuk belajar, bekerja, mengembangkan diri, kebebasan dalam bidang politik, ekonomi, hokum,social-budaya, dengan tanggung jawab. Saya yakin karena bekal cipta-rasa-karsa itulah makanya manusia seharusnya bisa membuat, merebut,merayakan dan memepertahankan kemerdekaan dirinya, lingkungannya, masyarakatnya, bagsanya. Karena sekirannya dengan ketiga anugerah Tuhan mengharapkan adanya suatu tanggungjawab secara sadar untuk memanfaatkan, memberdayakaan atau mengembangkan demi kebutuhannya sendiri juga orang lain.

Namun pemahaman saya (sebagai manusia merdeka saya yakin anda juga punya pemahaman berbeda, semoga tujuan kita sama) kondisi dewasa ini sangat bertolak-belakang dengan definisi kemerdekaan menurut kamus juga menurut saya tadi. Sebenarnya merayakan atau memaknai kemerdekaan tak perlu berlebihan (jika pikiran kita selalu berkiblat dengan ‘kemerdekaan’ bangsa lain diluar sana), maksud saya cobalah pikirkan, renungkan, lihat dengan kondisi bangsa kita dewasa ini, tak usah 63 tahun belakangan, 100 tahun cukup 10 tahun belakangan saja. Kasihan jika kita mengingat-ingat tahun sepanjang itu, tak dipungkiri banyak kebanggaan lahir dari sana, namun tak sedikit pula kepahitan yang kita rasakan hingga kini bahkan. Ini yang bahaya. Lantas apa gunanya jika kita hanya sebatas berteriak merdeka, memasang umbul-umbul, berpawai keliling kota, makan kerupuk, upacara lalu selesai.

Banyak PR yang harus dikerjakan (saya yakin para ‘guru’ sudah bosan karena setiap tahun, 63 tahun, 10 tahun belakangan kita masih berkutat pada lembaran PR yang sama. Orang bilang kita berlari ditempat. Atau sedang treadmill di ruang berAC, capek tetapi diaam ditemat). Balik lagi soal kemerdekaan yang hakiki dan simple yang belum tersentuh (sudah jika itupun karena ketimpangan ada disana-sini). Yah, sebagian besar belum merasakan kemerdekaan yang nyata, bukan retorika belaka, bukan dimulut saja. Ketimpangan social paling kasat mata. Ada orang terkaya di asia tenggara tinggal di sini, tapi ada juga orang termuiskin di asia tenggara juga mungkin dunia ada di Negara kita. Ada gedung tingkat yang hamper menyentuh langit, namun masih ada juga gubuk reyot nyaris tiarap mencium tanah atau disapu banjir. Ada kota yang remain 24 jam, tetapi masih ada juga pedusunan mungil tanpa listrik, jalan, sekolah, klinik, di ujung sana masih dinegara kita, tersembunyi diantara hutan dan gunung. Ironis. Ada sekolah bertaraf internasional berjejer angkuh di Negara ini, hampr keok sekolah-sekolah reyot seolah tak mau kalah eksis, kalah jumlah dengan sekolah bagus. Berapa warga miskin ketimbang warga kaya, berapa warga pengangguran ketimbang warga berpekerjaan, berapa jumlah warga bersekolah dari warga tak sekolah, berapa jumlah anak jalanan? Berapa angka kekerasan terhadap perempuan, anak dan warga sipil pada umumnya disbanding keadilan dan kesejahteraan yang diperoleh dari Negara? Apa ini yang namanya merdeka?

Saya membaca majalah Basis edisi Juli-Agustus 2008, yang menyoroti ketidakmerdekaan warga Negara dalam hal pendidikan. Anggaran negara kita sama sekali belum berpihak terhadap dunia pendidikan. Mana mungkin kita dikatakan merdeka jika masih banyak yang buta huruf, angka putus sekolah tinggi? Nasib guru-guru kita? Ya timpang juga. Guru di Jawa sepatutnya bisa lebih bernafas ketimbang guru-guru di pedalaman Papua, Kalimantan, Sumatera, Nusatenggara, Sulawesi, dll. Kurikulum pun telah menjajah anak-anak, yang adalah generasi masa depan. Alih-alih demi peningkatan kualitas, dan memang hanya output yang dilihat bukan input dan sekelumit proses yang terjadi sekian waktu sebelum menjadi output itu. Anak sekolah dijajah sungguh. Pasalnya demi ujian nasional mereka dipaksa les ini itu, hari-hari dilalui dengan les, belajar dan les lagi. Tak ada kebebasan bagi mereka. Pokoknya supaya nilai akhir memenuhi target segala cara dilakukan. Pendidikan seharusnya membebaskan siswa sebagai individu yang bebas memilih pendidikan sesuai kemampuan, interes, kemampuan otak, unik satu sama lain, dipaksa untuk seragam. Aneh memang anggaran yang minim dikira mampu menghasilkan mutu yang baik. Pendidikan semata proses mekanis, tanpa memikirkan keunikan setiap individu. Pendidikan indonesia masih belum mengakui multiple intelligennya Howard Gardner.

akhir kata merdeka sejatinya adalah

1.bebas dari kebodohan, bebas dari kemiskinan.

2. bebas dari terorisme

3. bebas dari Tivi yang masih menayangkan acara atau sinetron yang membodohi, yang menginjak-injak logika!

4. bebas dari raksasa kapitalis dan neoliberalis (konsumtif,pornografi,amoral,individualistis,rakus,tamak,dll)

5. bebas dari korupsi

6. bebas dari penjajahan oleh Militerisme, kediktatorisme

7. bebas dari intervensi bangsa adikuasa


selain itu merdeka berarti bebas dari penindasan atas nama agama, ideology, suku, ras, dan sekian banyak diskriminasi yang masih dialami oleh kaum minoritas (homoseksual, aliran kepercayaan,Korban LAPINDO, masyarakat adat, kaum perempuan dan anak, masyarakat miskin- meski masyarakat meskin masih menjadi 'mayoritas' dalam hal jumlah bukan dalam hal mendapatkan haknya, mereka yang masih hidup dengan embel-embel PKI (bukankah yang 'menciptakan' PKI, stigma negatif terhadap PKI justru lebih biadab dari PKI?, mereka yang hdup dalam teror, dalam pengungsian, dll.)

Merdeka bukan saj dari penjajahan orang asing melainkan juga merdeka dari perlakuan penjajah dari negeri sendiri, saudara setanah air sendiri.

saya teringat isi kotbah di gereja tadi pagi, bunyi firman Tuha : kamu dipanggil untuk kemerdekaan; maka abdilah satu sama lain dalam cinta kasih. sungguh kalimat ini menambah perbendaharaan arti merdeka dalam hidup saya, juga bagi anda. maksudnya bahwa merdeka dalam kacamata spiritualis adalah hak setiap manusia ciptaan Tuhan, Dewa, Allah, dll ( saya menyebut demikian karena saya menghargai kemerdekaan sama saudara saya dalam menyebut nama 'tuhan' mereka!). bahwa merdeka adalah mengabdikan diri satu sama lain dalam hal cinta kasih. Cinta kasih, dua kata yang dewasa ini sangat mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan.

Saya menulis ini dengan segenap kemampuan dan kekurangan saya, yang pasti saya menulis ini sebagai bentuk kemerdekaan saya, atas diri saya, hidup saya. Namun tak berarti saya mengesampingkan tanggungjawab saya. Saya yakin anda punya pemahaman berbeda berdasar pengalaman hisup anda mungkin saya akan senang itu berarti anda sudah merdeka dalam mengungkapkan isi hati anda.

Dirgahayu Kemerdekaan RI ke 63. Saya harus menulis kemerdekaan bukan terpaksa atau lari dari komitmen saya diatas, namun ini semata rasa optimisme saya. Yah, kita sudah merdeka tapi belum 100% merdeka. Banyak PR didepan mata yang menunggu tanpa pandang bulu ini tugas siapa, generasi tua atau muda. Jika kita mau merdeka secara utuh, buang jauh-jauh sudah pemikiran sempit kita, individualisme kita, tinggalkan semangat cinta diri, cinta suku, agama, ras yang berlebihan, sempit, kaku, tinggalkan ekslusifime dalam hidup. Berjuang tanpa melahat kamu agama apa, kamu suku apa, kamu berideologi apa, kamu buka keluarga saya, kamu bukan teman saya. Hindari semangat penyeragaman! kita berbeda, kita beragam, terdiri dari banyak suku, pulau, bahasa, adat, perilaku,dll karena itu kita di sebut Indonesia. Indonesia bukan milik orang Jawa, indonesia juga milik orang Papua, orang Aceh, Orang Sampit, orang Maluku,dll. Indonesia bukan milik agama Kristen, Islam, tetapi jiga milik agama Hindu, Budha, Kong Hucu, milik aliran kepercayaan lokal yang sangat banyak itu. Tinggalkan semangat jelek itu jika kita mau merdeka secara utuh.

Buat generasi muda, cuma satu jangan terlalu egois, ingat diri, konsumtif,karena jika berlebih itu akan memperbudak kita. Memperbudak berati tidak merdeka. Mau dijajah terus? Gak dooong....ayo maju generasi muda Indonesia dengan segala keunikanmu, keragamanmu, berbedamu hanya karena itu Indonesia tetap ada hingga kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...