Gaby, antara Mistis dan 'industri' pLagiat di Indonesia

Publik Indonesia terutama industri musik dan entertaimen beberapa waktu belakangan ini kembali diwarnai kehebohan soal hadirnya lagu 'misteri' Gaby ( dalam versi lain, Jauh, Jauh kau pergi, Tinggal kenangan,dll). Menarik perhatian masyarakat umum dan media karena ada bebearap hal yang menyertai lahirnya Gaby ke permukaan, misalnya isu mistis yang menyelimuti lagu itu sendiri (kembali lagi hal-hal berbau mistis muncul setelah beberapa waktu lalu publik dibuat sedikit 'bego' dengan isu SMS penjabut nyawa atau apalah itu). Toh di era modern ini, serba digital, teknologi generasi ketiga bahkan akan empat dan seterusnya, mistisme masih menjadi komoditas yang 'laris' untuk dijual, dibicarakan, dan masih menjadi kepercayaan kolektif masyarakat kita, misalnya saja cerita-cerita mistis yang berkembang dimasyarakat terus diangkat ke layar lebar (mbak Kunti, mas Pocong, dkk)dan hampir selalu menguasai bioskop-bioskop tanah air. Mungkin Bangsa ini tepat dan masih layak disebut bangsa 'mistis' yah? he he menarik. Saya mendengar lagu Gaby ini kira-kira 3 bulan yang lalu di ketika sedang mengetik di sebuah rental komputer di daerah Selokan-Bulaksumur (kampus UGM). lagu yang saya dengar ini versi akustik, yang direkam kurang begitu jernih tetapi memaksa telinga saya untuk mendengar lebih dalam, lagu siap sih, kok sepertinya tidak saya dengar sebelumnya di Radio atau TV. Dan baru ramai dibicarakan justru awal pekan ini. Lebih menarik lagi selain isu mistisnya yakni serangkaian kejadian misterius yang konon dialami penciptanya (Gaby), ada isu lain yang menyertainya yang bahkan sangat saya sayangkan, plagiat. Plagiat dalam industri entertaimen, TV, Film,hingga Institusi pendidikan adalah beberapa dari sekian banyak kejadian yang sudah dan masih dilakukan di negara ini. Tahun 2005 Film peraih Citra Eskul yang katanya melakukan plagiat musik dan cerita kemudian ditarik lagi kemenangannya, cerita sinetron-sinetron di TV nasional kita (yang makin memporak-porandakan logika dan akal sehat masyarakat Indonesia) pernah juga diulas Kompas, kebanyakan mirip dengan cerita-cerita drama Korea, Jepang atau Meksiko. Di Jogjakarta sendiri yang menjadi basis pendidikan yang mungkin terbesar di Tanah Air pun tak luput dari masalah memplagiat atau diplagiat. Bagi yang mengenal area Shoping Centre pasti tahu ada berapa banyak kios-kios yang membeli dan menjual kliping tugas kuliah, skripsi, karya ilmiah,dll. Bebas dan terbuka.Dan 'peserta' transaksinya tak lain adalah para mahasiswa/i (oknum he he). Kembali lagi ke Gaby, menjadi menarik karena secara bersamaan ketika lagi tersebut terkenal, munculah sekian banyak Band yang membawakan lagu Gaby dan masing-masing pihak mengakui merekalah penciptanya dengan argumen penguatnya masing-masing namun rata-rata berujung pada 'kisah' misterius nan fenomenal itu, Gaby sebagai tokoh sentral yang disebut-sebut menciptakan lagu ini sebelum bunuh diri, menyusul pacarnya yang lebih dahulu dipanggil Tuhan akibat kecelakaan.Memang belum ada bukti kuat untuk saat ini, tapi yang penting adalah siapa yang mencipta lagu yang cukup bagus itu dan siapa plagiatornya. Tercatat pengakuan sebagai sang empunya lagu Gaby muncul dari Makasar, Manado, Surabaya, dan Cirebon. Meski ada sedikit perbedaan tapi hampir 90% lirik atau notasinya plek sama. Lucunya dua band berbeda tempat dan tidak saling mengenal menyanyikan lagu yang sama, dengan judul dan sedikit aransemen berbeda namun punya nama Band yang sama persis, KARAMEL! Nah lho, kalau sudah begini siapa yang benar?
Dan akhirnya Gaby kembali membawa pelajaran berharga buat kita, betapa kekayaan intelektual seseorang masih sangat gampang dicaplok sana-sini di Negeri tercinta ini dan disaat orang Amerika sudah ke bulan,dan sebagian masyarakat modern sudah keasyikan dengan teknologi generasi kelima (mungkin) maka sebagian masyarakat lainnya masih asyik dengan aneka cerita dan kepercayaan mistis nan membingungkan akal sehat. Ah....