Jumat, 04 Desember 2015

Seksualitas dan Agama dalam Something In the Way

Saya merasa beruntung ikut residensi di Jogja selama dua bulan ini, sebab disaat yang sama, di akhir tahun Jogja penuh dengan agenda seni budaya. Di media sosial beredar hestek #DesemberkeJogja, ternyata karena di bulan ini paling tidak ada 4 festival film besar yang sedang dan akan dihelat. Antara lain Jogja NETPAC Asian Film Festival, Festival Sinema Prancis, Festival Film Dokumenter dan Festival Film Pelajar. Perkembangan sinema di Jogja memang luar biasa.
Siang tadi saya berkesempatan nonton film yang sebelumnya belum pernah diputar di bioskop Indonesia, baru sekali ya di JAFF ini. Selebihnya film ini sudah berkeliling ke beberapa festival film luar, misalnya Berlinale 2013. Something In the Way karya Teddy Soeriaatmadja. Sebelumnya saya kenal nama ini lewat film Ruma Maida, Ruang, Banyu Biru dsb. Belakangan karyanya diapresiasi luas ketika sukses membuat film Lovely Man, berkisah tentang pelacur waria. Masih dengan warna yang sama yang sarat dengan kritik sosial, Something in the way berkisah tentang Ahmad (Reza Rahadian) seorang sopir taksi yang rajin solat dan ikut ceramah harian di masjid sama rajinnya dengan nonton DVD porno dan onani (di depan TV, kamar mandi dan di dalam taksi). Di masjid ia kerap mendengar ceramah tentang bagaimana manusia mengontrol hawa nafsunya, bagaimana perempuan harus berpakaian, hingga jihad. Suatu ketika Ahmad dengan kikuk dan gamang berhubungan seksual dengan Kinar, seorang pelacur, tetangganya di rumah susun. Ia merasa sangat berdosa dan ingin menebusnya dengan menikahi Kinar. Ceramah di masjid tentang perjuangan menuju kebenaran melalui jalan jihad semakin memperkuat keinginannya untuk menikahi sang pelacur sebagai bentuk penyelamatan dari dosa-dosa sehingga meski pilihan itu ditentang bos Kinar bernama Pinem (Verdy Solaiman), maka satu-satunya jalan yang diambil Ahmad adalah membunuh Pinem dengan sangat brutal menggunakan palu! Pada akhirnya ia memang tidak sempat menikahi Kinar, sebab keburu ia ditikam anak buah Kinar hingga sekarat secara perlahan-lahan di kamar di rumah susun.
Kualitas akting Reza tidak diragukan lagi. Ia begitu total memerankan Ahmad dengan dorongan seskualitas yang tinggi namun disaat yang sama harus menekan semua itu ketika harus mendengar ceramah di masjid. Satu-satunya pelampiasan adalah nonton DVD porno dan masturbasi di sofa depan TV dan di kamar mandi. Ia bahkan kelewat kikuk dan gamang ketika harus berhubungan seksual dengan Kinar. Semua itu diekspresikan Reza dengan sangat baik. Sayang sekali bagi saya Ratu Felisha sebagai lawan main kurang mengimbangi Reza. Dialog dan ekspresinya terlalu biasa dan datar.
Kayaknya di Indonesia film ini hanya baru tayang di JAFF, selebihnya banyak diputar di luar, misalnya di Berlinale. Saya sonde yakin juga film seperti ini akan diloloskan LSF kita yang tahu sendirilah masih bermasalah juga dengan sistem sensor belum lagi lembaga macam LSF biasanya suka radang dengan isu semacam yang diusung Something in the Way. Akting brilian Reza di film ini akhirnya dinobatkan majalah Tempo sebagai aktor terbaik 2013. Beruntung bisa nonton film ini di JAFF. Saya malah jadi penasaran sama film Lovely Man. Teman saya, Abe Maia sutradara muda dari Kupang sudah menjanjikan saya copy dari film Lovely Man.
Yang ada di seputaran Jogja, ayo ke JAFF, FFP dan FFD. Banyak film bagus diputar di sini. Kapan lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...