Minggu, 06 Desember 2015

Cerita-Cerita dari Ceme


Orang-orang hidup dari masa ke masa dan mencoba menjaga tradisi turun temurun. Mencoba belajar dari tanda-tanda alam, membuat kesempakatan untuk kepentingan bersama, bekerja dan terus bermimpi untuk kehidupan yang lebih baik di hari-hari mendatang. Manusia menyesuaikan diri dan bertahan hidup dengan perubahan lingkungan dan sosial. Kampung adalah tempat orang secara sadar dan sederhana memaknai kehidupan mereka. Cerita-Cerita dari Ceme adalah upaya menumbuhkan semangat menulis ulang cerita-cerita lokal inspiratif dari kampung; bagaimana anak-anak melihat dunianya dan orang dewasa bermimpi tentang masa depan yang berbaur begitu saja dengan tradisi bertutur hingga rasa dari aneka kuliner lokal. Anak-anak mulai belajar melihat isi dunia dimulai dari dongeng dan mitos-mitos. Orang dewasa melihat perubahan sosial ekonomi dan mencoba menyesuaikan diri, beberapa tradisi tetap dipertahankan sementara tradisi lainnya pelan-pelan mulai ditinggalkan (dari petikan Prolog buku Cerita-Cerita dari Ceme).

***
Pengalaman mengikuti program pesanggrahan Bumi Pemuda Rahayu di Banjarharjo sungguh luar biasa. Atmosfer yang pas sebenarnya bagi seorang penulis; keterbukaan warga untuk berbagi ide dan gagasan serta suasana yang masih relatif tenang. 
Sebagai orang baru, barangkali juga orang asing, dengan waktu yang singkat, saya akhirnya harus memakai strategi untuk memudahkan saya merealisasikan rencana proyek Cerita-Cerita dari Ceme. Ada beberapa benang merah sebagai penghubung yang coba saya kaitkan dengan pengalaman hidup orang-orang di Timor (saya hadirkan lewat tokoh fiksi Leon dari Mollo, Timor). Leon yang ternyata punya keterkaitan darah dan sejarah dengan salah satu kampung di Imogiri. Leon hadir di Banjarharjo dalam sebuah penelitian dan terkait langsung dengan berbagai pengalaman baru dan kisah inspiratif di kampung Banjarharjo/Ceme lewat tokoh Andre dan Siti. Hal ini penting sebagai sebuah strategi awal untuk menentukan alur serta ide dan gagasan apa yang mau digali. Ada proses yang menarik selama kurang lebih dua bulan penulis tinggal bersama masyarakat Banjarharjo. Berbagai pertemuan, obrolan, pelatihan menulis kreatif bersama Andre, Endra dan Very, memasak, menghadiri acara penting kampung seperti Suronan, nonton pentas seni kampung dan sebagainya, kemudian menghasilkan banyak pertukaran informasi, ide dan gagasan. Menyenangkan melihat dukuh Banjarharjo begitu terbuka dengan orang baru serta perubahan sosial yang terjadi di lingkungan mereka. Masyarakat yang rendah hati ini mencoba bertahan hidup dengan pekerjaan utama menganyam kerajinan bambu, selain bertani, beternak dan menjadi tukang kayu.
Proyek menulis kolaborasi Cerita-Cerita dari Ceme memang sengaja melewati proses kreatif yang serba tak terduga setiap hari. Tulisan-tulisan lahir, tumbuh dan berkembang mengikuti dinamika sosialisasi saya dengan warga dukuh Banjarharjo sebagai narasumber maupun sebagai partner menulis. Saya berusaha keras untuk menulis cerita yang juga bisa dibaca semua kalangan (tidak gampang menulis cerpen anak-anak). Beberapa tulisan anak-anak adalah hasil pelatihan menulis kreatif yang kemudian saya jahit dengan cerita fiksi lain agar senapas dengan ide/gagasan yang sudah dibangun sejak awal. Selebihnya adalah interpretasi langsung atas ide dan gagasan yang ditemui setelah melakukan serangkaian obrolan, wawancara dan berbagai bentuk interaksi lainnya dengan masyarakat setempat dan sumbangan tulisan juga ilustrasi dari rekan-rekan pesanggrah.



Di dapur, kita mengelilingi sebuah anglo dari terakota berisi bara api, sebagai sebuah persekutuan kecil yang baru. Sekumpulan manusia yang sedang merasakan betapa hangatnya sebuah rasa kemanusiaan. Nyonya rumah hadir di antara kami dengan senyum tulus yang mengibar-ngibar. Diambilnya poci berisi air lalu diletakan ke atas anglo. Mata kami tertuju pada dua benda berwarna coklat itu. Kubayangkan relasi anglo dan poci ibarat ayah dan ibu, saling menyatu dan mengisi. Sang nyonya rumah memperkenalkan diri sebagai Wajirah lalu bilang padamu bahwa minuman hangat nan nikmat akan disedikan bagi kita semua. Aha, barangkali inilah minuman kemanusiaan. Kau menduga-duga dan perempuan itu memasukan sembari memperkenalkan satu per satu bahan seumpama seorang ibu mendongeng bagi anak kesayangannya.
Dedaunan dan reranting patah, biarkan harum cengkih merasuk. Biarkan harum daun pala menusuk. Kayu manis yang mengingatkan manusia pada kesuburan. Dan pada ruas jahe juga kayu secang, rongga-rongga dada menaruh harapan akan kelegaan dan rasa hangat. Manis gula batu mengelabui kepahitan hidup, sementara saja, untuk kebahagiaan yang abadi.”



Saya menyebut proyek menulis buku Cerita-Cerita dari Ceme sebagai kumpulan cerita inspiratif. Di sana ada banyak ungkapan pemikiran yang tulus dan sederhana tentang lingkungan alam dan sosial masyarakat kampung, beberapa sketsa dari Kenichiro Egami rekan pesanggrah asal Jepang yang juga berbicara tentang Ceme. Ada resep masakan yang saya coba tulis ulang dengan teknik berbeda, sebagai sebuah prosa disamping beberapa petikan wawancara. Buku Cerita-Cerita dari Ceme dituli dengan pendekatan sastra yang ringan dari sudut pandang Leon, Siti dan Andre yang merepresentasikan pengalaman hidup mereka dari kampung Mollo di pedalaman Timor, Nusa Tenggara Timur dan dukuh Banjarharjo (popular juga dengan sebutan Ceme) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

NB: Ilustrasi Sampul: Mikail Kaysan (pesanggrah BPR, birdwacther usia 11 tahun). Desain sampul Abdul M Djou

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...