Senin, 02 November 2015

Pesan Damai dari Ganjuran

Di akhir bulan Oktober, bulan Maria bagi umat Katolik saya tiba-tiba terpikirkan untuk pergi berziarah (sebelum waktunya habis) ke Ganjuran. Selama 6 tahun hidup di Jogja dulu saya belum sekalipun ke Ganjuran dan tahu di mana persisnya tempat itu. Beberapa kali mendengar kisah atau menonton dari TV, saya tahu bahwa itu jadi tempat ziarah di Bantul. Kabarnya di sanalah orang Bantul perdana dibabtis menjadi Katolik, ada gereja dengan arsitektur Jawa dan candi, ya candi bergaya arsitektur Hindu Jawa ada di sana. Tadi pagi saya bangun dengan semangat yang pasti: saya harus ke Ganjuran.
Berbekal google map saya meluncur dari tempat residensi saya di Dlingo, Imogiri. Dari google rasanya jarak tempuh saya tidak terlalu jauh, Benar saja. Saya turun dari Dlingo ke Imogiri, melewati pasar lalu belok kiri ke arah jalan Imogiri Barat, lurus hingga menemui jalan Parangtritis. Nah di sana saya mulai kebingungan. Paket internet saya habis dan agak kesulitan menemui penjual pulsa paket internet di jalur Parangtritis kilometer 8-10. Saya nekat saja menyusuri jalan Sultan Agung berharap bisa ketemu jalan Samas lalu belok kanan ke jalan Ganjuran, begitu informasi terakhir yang saya baca di google map sebelum paket internet saya habis. Akh, sempat bertanya ke seorang ibu toh kesasar juga. Saya berbalik arah ke perempatan yang saya lupa namanya, mengisi pulsa (yang masuknya lamaaaa skali) dan mulai menunggu untuk mengaktifkan google map lagi. Ketika internet akitf dan saya cek lagi ternyata saya harus lewat lagi 6 km ke arah selatan jalan Parangtritis untuk ketemu pertigaan Ganjuran. Ah, hari ini teknologi memang sangat membantu. Jalan Ganjuran tak terlalu lebar. Di kiri kanan ada persawahan membentang luas. Para petani nampak sedang panen kacang tanah, beberapa ibu pulang dengan sepedanya yang dibelakangnya terikat segunung daun kacang tanah sehabis dipanen. Ada yang memuat daun padi sehabis diambil bulir padinya, barangkali untuk makanan ternak di rumah. Kurang lebih 10 km akhirnya ketemu Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Ganjuran. Didahului SD Kanisius, lalu SMA Stela Duce, kompleks gereja, makam yang bersisian dengan deretan warung makan, parkiran dan perjualan aneka patung dan rosario lalu diujungnya ada rumah sakit.
Gerbang gereja sangat khas, berbentuk seperti gugusan candi dengan tulisan 'selamat datang' dalam bahasa Jawa. Sayup-sayup terdengar seperti ada misa dari dalam gereja. Rupanya ada misa pemberkatan nikah tapi dalam bahasa Inggris. Saya memilih menyusuri halamannya yang luas dan hijau, melewati pendopo gaya Jawa hingga ke sudut belakang, sebuah candi. Yah, candi. Banyak peziarah sedang antri untuk masuk dan berdoa di dalam candi yang ada patung Hati Kudus Yesus mirip patung dewa di candi Hindu Jawa. Ada 5 kran atau lebih yang mengeluarkan air dari mata air di sana. Saya berdoa sejenak, mampir beli rosario di toko oleh-oleh yang dikelola oleh anak-anak panti asuhan setempat lalu berkeliling memotret. Misa pemberkatan bule itu menarik perhatian saya (ada juga sekelompok ibu berjilbab di dalam sana, sepertinya dari keluarga besar sang mempelai perempuan). Gedung gerejanya bergaya rumah jawa dengan banyak sekali ornamen khas dengan warna dominasi hijau. Di sisi kanan dan kiri altar ada patung Yesus yang mirip dengan patung di dalam candi, dan juga patung Maria menggendong bayi Yesus juga bergaya Hindu Jawa. Saya teringat patung-patung yang ada di dalam candi Prambanan. Setelah puas berkeliling, saya keluar kompleks dan memilih untuk makan nasi pecel dan minum es kopyor di warung depan gerbang gereja. Ada beberapa deret warung di sana yang juga menjual B1 dan B2, sebuah kode khusus untuk daging anjing dan babi. Selesai makan saya tertarik untuk mengunjungi rumah sakit di sebelah gereja. Sebelum tiba di RS, ada pemandangan yang menarik mata saya; sebuah makam dengan nisan dan patung yang unik. Ini termasuk makam tua, dilihat dari angka-angka yang tertulis di nisan. Ada beberapa batu kubur yang menyerupai kubur orang Islam hanya saja ada ukiran salib di ujungnya. Sementara ada juga patung malaikat memeluk salib yang menyerupai tokoh-tokoh patung di candi Hindu Jawa. Agak lama saya berkeliling dan menikmati nama-nama baptis yang tertulis di sana; Antoinete, Tarcisius, Genoveva, dsb. Dari makam saya bisa melihat bangunan rumah sakit St. Elizabeth bediri kokoh. Di jalan pulang, setelah membeli beberapa jenis kerupuk yang dijual ibu-ibu dekat parkiran (mereka bertanya asalku dan bertanya banyak soal Kupang), saya agak tertarik dengan warung bertuliskan B1 dan B2 itu... nekong e mulai sudah. Ah, ini pengalaman yang menyenangkan untuk pertama kalinya ke Ganjuran. Sungguh saya menikmati bagaimana Katolik Roma bisa bertemu dengan amat manis dengan tradisi Hindu Jawa. Keberagaman menjadi sebuah tanda rahmat Tuhan memang tiada habisnya. Damai itu indah, kawan...

Salam dari Dlingo







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...