copyright: elangor.com |
Catatan reflektif pasca GMB Youth Leaders Forum 2015 (bagian 7)
Di Youth Leaders Forum 2015, saya harus mengikuti kegiatan yang sangat. Kalau saya mengamati buku kegiatan GMB 2015, setiap harinya ada sekitar 10 -12 sesi yang wajib kami ikuti (sudah termasuk sesi morning exercise, diskusi, day’s reflection dan cultural performance rehearsal). Aktivitas dimulai jam 5.30 WIB dan biasanya baru berakhir jam 23.00 WIB. Padat sih tapi dinamikanya diatur dengan sangat baik sehingga tidak terasa melelahkan, misalnya ada icebreaking, yel-yel spontan, diskusi ringan yang serba kekeluargaan. Antara kepala dan hati seimbang, ditunjang makanan yang memenuhi standar gizi sehat dan tentu saja olah raga pagi sehingga semua berjalan dengan baik. Forum ini memang beda. Keberagaman menjadi kekuatan bersama.
Ada banyak sekali pemimpin hebat dari berbagai perusahaan yang datang dan memberi pencerahan plus kiat-kiat suksesnya sebagai seorang pemimpin, tapi ada juga banyak aktivis kemanusiaan yang hadir dan berbagai pengalaman mereka. Itulah mengapa saya bilang, di GMB 2015, kognitif kami dirangsang, afeksi kami disentuh. Ada sesi critical thingking yang keren (sayang waktunya pendek) dari mas Dede Prabowo, tapi ada juga sesi yang membuat semua peserta larut dalam lautan empati yang dahsyat, misalnya di sesinya mbak Inayah Wahid. Berkali-kali kak Suraiya Kamaruzzaman bilang kepada kami, “Bagi seorang pemimpin, kecerdasan saja tidak cukup. Ia harus punya hati. Ia harus peka pada kondisi orang lain.” Beliau lantas mencontohkan banyak pemimpin di negara ini yang kebijakannya tidak manusiawi. Kami sedang di YLF dan di luar sana, publik sedang dihebohkan dengan rencana hukuman mati terhadap Marry Jane oleh pemerintah Indonesia.
Alasan lain mengapa YLF tahun ini menjadi keren adalah bahwa semua yang hadir entah board member, peserta, relawan, inspiring leaders, semuanya merepresentasikan keberagaman. Latar belakang yang berbeda, pengalaman hidup yang berwarna, bahkan suku, ras, agama dan ideologi politik yang berbeda. Dan semua itu menjadi satu paduan yang indah dan dinamis. Berbeda adalah jatidiri kita, dengan berbeda kita belajar untuk memahami dan berempati, dengan berbeda kita kuat! Apa lagi yang kalian takutkan dari sebuah perbedaan? Berbeda tidak berarti akan pecah. Tidak berarti pahit. Saya menikmati persatuan dan rasa manis dari sebuah perbedaan. Dan saya percayai kenyataan itu eksis di negara tercinta kita. Cuma segelintir orang saja yang biasanya suka menafikkan semua itu.
Terima kasih GMB. Saya belajar banyak di sini.
Kupang, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...