Selasa, 12 Mei 2015

It is About Living Beyond Ourselves

copyright: newhopefellowship.ca

Catatan reflektif pasca GMB Youth Adventure & Youth Leades Forum 2015 (Bagian 6)

Seribu kesempatan bisa datang silih berganti, tapi yang menjadikannya luar biasa adalah kita sendiri yang menjalaninya, bukan kesempatan itu sendiri. Gerakan Mari Berbagi adalah kesempatan yang akhirnya saya ambil di menit-menit akhir menjelang hari H. Seperti kisah saya GMB Mengapa Saya Ragu, Mengapa Saya tak Lagi Ragu.
Bang Azwar Hasan dalam buku acara Youth Adventure & Youth Leaders Forum 2015 bilang bahwa komitmen pada diri sendiri, membuat sejarah dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar jauh melampaui kecerdasan, status ekonomi, latar belakang pendidikan. Apa yang berkali-kali saya dengar selama YA & YLF 2015: hidup melampaui kepentingan diri sendiri. Living beyond ourselves.
Saya berefleksi atas kalimat tadi dengan aktivitas saya selama ini. Saya beruntung di Kupang, saya bisa berkenalan dengan orang-orang sederhana tapi punya komitmen besar bagi lingkungannya, kawan-kawan saya di Solidaritas Giovanni Paolo. Saya bergabung dengan komunitas ini Desember 2012 yang melandaskan aktivitas pada karya dan doa. Setiap bulan kami punya iuran wajib 10 ribu, bagi yang punya perpuluhan dan ingin melebihkan silakan. Sebenarnya tidak berpatokan pada uang saja. Pada kenyataanya, anggota dengan relasi dan jaringannya juga banyak membantu. Beberapa tahun terakhir kami berkesempatan untuk mendukung pertumbuhan komunitas masyarakat di Amarasi Timur. Beridirlah taman baca, PAUD, kelompok koperasi warga, kelompok tani, kelompok nelayan. Berbagai aktivitas untuk pemberdayaan anak dan kaum muda kami bantu fasilitasi lewat berbagai kegiatan misalnya latihan dasar kepemimpinan dan outbound, atau kegiatan pelatihan memasak untuk ibu-ibu dengan memanfaatkan bahan pangan lokal. Dan benar, semua kegiatan berjalan. Lalu ada yang bertanya, kok bisa dengan iuran 10 ribu kegiatan kalian yang banyak itu bisa jalan padahal jumlah anggota tak lebih dari 30? Banyak sumber daya bisa dikerahkan tak melulu soal uang. Bersedia secara sukarela saja untuk membantu mengajar anak-anak PAUD, menjadi fasilitator dalam LKTD dan outbound atau mengerahkan kekuatan networkingnya ke dinas kelautan untuk menyumbangkan satu buah kapal untuk kelompok nelayan, itu sudah jadi kekuatan besar untuk membuat perubahan di lingkungan kan?
Jika saya sudah menjadi bagian dari perubahan kecil di Amarasi Timur, lalu mengapa saya harus berat untuk memutuskan hadir ke GMB 2015? Saya mengambil kesempatan ini.
Saya ingat pesan salah satu misionaris asal Austria yang sudah lebih dari 40 tahun bertugas di dua pulau paling selatan NKRI; Rote dan Sabu. Katanya, “Ada berapa orang Katolik di dunia ini? Milyaran orang kan? Tapi mengapa ada milyaran orang lain yang hidup dalam kemiskinan dan kelaparan? Ini bukan soal orang Katolik hanya boleh bantu saja orang Katolilk. Tidak! Ada berapa orang kaya di Indonesia? Tapi mengapa angka kemiskinannya juga tinggi?”
Ketimpangan ini, bisa jadi dikarenakan apa yang sering disebut bang Az, kita hidup hanya untuk diri sendiri. Kita hidup masih sebatas memikirkan diri sendiri, kelompok sendiri.
Saya tak menyesal untuk memilih hadir ke GMB. Mengorbankan beberapa hal pribadi saya dan lebih memilih untuk datang belajar, bertukar pikiran/ide/gagasan. Datang untuk menjadi bagian dari perubahan. GMB hadir dengan semangat kekeluargaan, pluralisme, berintegritas dan berbagai tanpa memandang suku, agama, ras dll. Gelombang itu semakin besar dan saya optimis pengarusutamaan semangat-semangat GMB tadi akan menjadi sebuah keniscayaan bahwa Indonesia akan lebih baik. Kesempatan untuk berubah sudah dilakukan keluarga besar GMB, kamu, masih tunggu apa lagi? Mari gabung...

Kupang, Mei 2015

NB: Saya menantang diri saya sendiri untuk menulis catatan reflektif paska ikut GMB Youth Adventure dan Youth Leaders Forum 2015 di blog saya ini hingga 12 hari ke depan. Baca tulisan saya selengkapnya di sini. Terima kasih. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...