Senin, 02 September 2013

Ferdy Levi: Penyanyi Sekarang Seperti Burung Beo!


Akhirnya saya berkesempatan bertemu lagi dengan pak Ferdy Levi, guru terbaik saya semasa SMA dulu di Syuradikara Ende. Yap, minggu lalu saya ke Ende sebab om saya, Martinus Mari yang dulu menjadi wali saya telah meninggal dunia. Seperti yang sudah saya sebutkan di blog ini bertahun-tahun lalu bahwa saya masih mempunyai hubungan keluarga yang amat dekat dengan pak Levi sang komponis besar lagu-lagu gerejawi di NTT itu. Beliau dalam tatanan adat kami di Paga, pangkatnya ‘Nenek’. (Di Lio Flores, Nenek itu tak bermakna feminim tetapi juga maskulin!).

Terakhir kali bertemu pak Levi tahun 2006 saat saya kembali ke Syuradikara untuk mengambil ijazah setelah setahun kuliah di Jogja. Beliau itu guru terbaik di Syuradikara saat itu. Guru yang serba bisa. Saya pun hingga kini masih merasa bangga pernah berlatih paduan suara bersamanya selama 3 tahun. Dari saya yang buta not dan tak pandai menyanyi bisa juga mahir membaca not, mengolah vokal dan pernapasan. Seluruh teknik dasar menyanyi kami pelajari bersama beliau.
Ketika bertemu lagi di rumah duka, beliau memang sudah sangat berbeda. Hampir 3 tahun belakangan ini memang beliau terserang stroke. Namun karena dirawat dengan baik, saat ini sudah kembali berjalan meski tak 100% normal dan secekatan dulu. Beliau memang tak lagi mengajar di SMAK Syuradikara, melainkan di PGSD univ. Flores.
“Pak, saya Dicky Senda, anggota koor inti Syuradikara tahun 2002-2005, masih ingat pak?” sapa saya malam itu. Beliau masih berpikir agak lama. saya kemudian memberi informasi tambahan, teman seangkatan saya Doddy Botha, bla bla.. akhirnya beliau ingat juga. Syukurlah.
Dengan bangga saya kemukakan kepada beliau dan istrinya, kenapa saya begitu mengingat jasanya. Kenapa saya begitu menaruh hormat yang besar untuknya. Teknik olah vokal yang ia ajarkan memang tak bisa saya lupakan begitu saja. Sederhana saja, teknik pernafasan perut yang ia ajarkan, secara otomatis terbentuk hingga kini. Disiplinnya, semua alumni Syuradikara yang mengenalnya pasti tahu. Hal sederhana saja. Beliau surprise ketika saya mengungkapkan hal tadi.
Katanya kemudian, “itu yang bagus. Saya sedih dengan anak-anak sekarang. Di TV cuma bisa membeo (maksud beliau, menyanyi lipsinc). Tak bisa baca not! Ini parah. Kemampuan membaca not penting. Teknik mengolah vokal yang baik juga penting. Saya lihat anak sekarang banyak yang tidak bisa baca not, nyanyinya jadi fals!”
Beliau kemudian mengungkapkan alasannya mengapa ingin sekali mengajar di PGSD. “Ketika saya keluar dari Syuradikara, Unflor langsung meminta saya menjadi dosen. Saya bilang, saya mau tapi harus di PGSD! Meski latar pendidikan saya Sastra Inggris. Kenapa PGSD? Mereka itulah yang bakal tamat dan menjadi guru SD. Guru SD adalah dasar. Jika pengetahuan mereka baik, dasar anak-anak kita ke depan juga akan baik.” Imbuhnya bersemangat.
            Ingin rasanya mengobrol lama dengan pak Levi. Namun beliau harus pulang duluan malam itu. Next time semoga ketemu lagi.
****
Chrsistian Dicky Senda. Alumni SMAK Syuradikara Ende angkatan 49. Kini bekerja sebagi konselor di SMPK St. Theresia Kupang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...