Kolase (copyright: Noya Letuna) |
Pada
hari Sabtu (15/6) #KupangBagarak sebuah sebuah kelompok orang muda lintas
komunitas yang ada di kota Kupang, melakukan acara donor darah bekerja sama
dengan PMI Propinsi NTT, bertempat di
kompleks PMI Propinsi NTT depan Hotel Pelangi. Acaranya dimulai jam 9 pagi,
namun karena saya masih bertugas mengawas di sekolah, saya baru bisa bergabung
setelah jam 13.00.
Ini
suatu gerakan yang baik dari #KupangBagarak untuk warga kota Kupang sebab darah
menjadi begitu penting dan vital, namun pada kenyataanya PMI masih sering
kekurangan stok darah. Berlandaskan kenyataan tersebut akhirnya teman-teman
#KupangBagarak dibawah koordinasi langsung kak Danny Wetangterah dan kak Inda
Wohangara berinisiatif menggelar kegiatan ini.
Uniknya,
karena banyak member #KupangBagarak adalah juga seniman musik, maka konsep
donor darah kali ini agak sedikit berbeda. Di halaman PMI, para koordinator
menyediakan alat musik dan soundsystem yang cukup memadai untuk bisa digelar
sebuah pagelaran musik akustik (ciiieeh istilahnyaaa hahaha) untuk menghibur para pendonor yang hadir.
Namanya
donor darah tentu tak sembarang orang bisa melakukannya. Ada beberapa tahap
yang harus dilalui. Standarnya ya berat badan minimal 45, HB minimal 12,5, dan
tekanan darah normal. Nah pada 3 tahap awal ini banyak teman-teman yang gagal
untuk lanjut ke proses selanjutnya. Untungnya saya tidak. Berat badan yaaa satu
kilogram diatas batas minimal (hahahah buka kartu), HB 13,7 dan tekanan darah
110/70.
Pengalaman Perdana
Dondar
Ngjeam (copyright: Noya Letuna) |
Awalnya
sempat deg-degan. Awiii, kermendes ow dia pung rasa saat jarum ditusuk ke
lengan? Apalagi saya agak sedikit kurang berani kalau melihat darah dalam
jumlah banyak. (pernah dulu bujari kaki terkena seng tajam saat menjemur padi,
darah mengguncur derah dan sempat panik waktu itu).
Tapi
saat masuk ke dalam ruangan PMI saya sudah menguatkan hati saya. Saya usahakan
perasaan saya rileks, saya buang jauh-jauh rasa takut. Sederhana saja tapi
ampuh. Ketika sudah di atas tempat tidur, saya coba ajak kaka nona yang
bertugas melakukan proses dondar untuk mengobrol. Pokoknya saya berusaha untuk
cerewet saat itu sambil memikirkan hal yang menyenangkan tanpa fokus lagi ke
darah dan darah. Motivasi terbesar saya adalah semoga dengan dondar ini, tubuh
saya cocok, sehat dan bisa gemuk (begitu kata orang-orang yang sudah pernah
dondar). Saya sudah kelamaan kurus, pingin gemuk ah.
Sandro Dandara (copyright: Inda Wohangara) |
Sampai
ketika tangan saya di gosok dengan alkohol pikiran saya sudah tidak ada lagi ke
dondarnya tetapi ke lain hal yang menyenangkan. Bahkan ketika petugas menyuruh
saya mengepalkan jarijari tangan kiri. Dan tiba-tiba... ada sedikit rasa nyeri
di lengan kiri saya, namun sakitnya sesaat selebihnya saya merasa sedikit aneh
dan geli, karena rasanya seperti ada sesuatu bergerak keluar dari tangan saya,
hhahhaha...
Kurang
lebih 15 menit kemudian prosesnya hampir selesai. Agak lama sebab bapak yang
ada di samping saya sudah duluan selesai. Saya sempat pikiran juga, kok lama
ya? Petugas menjawab bahwa kemungkinan karena pembulu vena saya yang kecil. Oh,
baiklaaaah...
Proses
mengeluarkan jarum pun sangat cepat dan tidak terasa nyerinya. Tiba-tiba saja
petugas bilang, “silahkan ditekuk lengannya, kak...”. Eh rupanya sudah selesai.
Sungguh
kejadian baru saja ini telah mematahkan penilaian salah saya selama ini bahwa
dondar itu pasti menyakitkan.
Om Paul Bola (copyright: Inda Wohangara) |
Setelah
selesai, saya diarahkan menuju ke ruang sebelahnya tempat di mana makanan dan
minuman bergizi di hidangkan khusus untuk pendonor. Ada segelas susu coklat,
telur rebus, aneka biskuit, air putih dan obat tambah darah.
Sama
sekali tidak terasa pusing.
Tiga
bulan lagi saya harus donor lagi. Lu karmendes?
***
Christian Dicky Senda,
blogger, penikmat sastra, film dan kuliner. Saat ini bergiat di Komunitas
Blogger NTT dan Komunitas Sastra Dusun Flobamora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...