Catatan
Orasi Ilmiah Ben Mboi, penerima Lifetime Achievement 2012 dari Forum Academia
NTT
Jumat 19
April 2013, saya berkesempatan hadir di acara orasi ilmiah pak Ben Mboi, mantan
gubernur NTT era 1978-1988 di aula rektorat Universitas Kristen Artha Wacana
Kupang. Orasi ilmiah pak Ben kali ini sebenarnya terkait dengan rangkaian acara
NTT Academia Award 2012 lalu, dimana salah satu penerima awardnya adalah pak
Ben Mboi di kategori Lifetime
Achievement.
Pak Ben dalam memori saya hanyalah sebatas mantan
gubernut NTT, orang Manggarai, istrinya menjabat sebagai menteri kesehatan saat
ini, itu saja. Saya memaafkan diri sendiri. Sebab harusnya saya telah
mengetahui banyak tentang beliau orang hebat yang pernah dimiliki NTT. Oke,
mari kita gugling semua informasi tentang beliau.Misalnya info singkat tengan Ben Mboi di Wikipedia ini.
Ben Mboi (sumbe: Doddy Doohan) |
Acara sore itu berlangsung jam 16.00, yang diawali
dengan nyanyian Usi Apakaet dari PSM UKAW. Dilajutkan dengan prolog oleh kak
Elcid Li, selanjutkan kurang lebih 2 jam, pak Ben dengan gaya dan semangatnya
mulai berorasi. Saya masih bisa melihat jejak semangat itu, meski kini beliau
agak tertatih berjalan. Semangatnya luar biasa. Kapasitas intelektualitasnya
sungguh masih bernyala-nyala.
Tema orasi kali itu berkaitan dengan ‘Pemimpin ideal
NTT’ dan pak Ben selalu melandasi setiap perspektifnya tentang kepemimpinan
dengan pengalamannya sebagai gubernur selama 10 tahun. Saya percaya
pembicaraanya, saya percaya dedikasinya, sebab sejarah telah menulis itu dengan
tinta emasnya sendiri. Atau adakah yang masih meragukan ini?
Pak Ben memilai orasi dengan pertanyaan sederhana,
kapan seorang pemimpin dapat kita percaya? Menurut beliau, ada dua jawaban sederhana,
pertama ketika pemimpin itu punya kredibilitas. Dan yang kedua pemimpin itu
punya keberanian.
Pemimpin
dan Kredibilitas
Seorang pemimpin yang kredibel, harusnya adalah juga
pemimpin yang mampu mendengar. Terkait ini, beliau sedikit curhat, ketika
sehari setelah pelantikan yang beliau lakukan adalah menemui semua bupati dan
kepala dinas secara personal. “Saya dilantik hari Sabtu tanggal 1 Juli 1978.
Tanggal 2 Juli, syukuran di Naikoten dan tanggal 4 Juli saya mulai ‘sekolah’.”
Rupanya ‘sekolah’ yang beliau maksudkan adalah menimba informasi sebanyak
mungkin dari pada bupati dan kepala dinas tadi. “Tiap hari saya ketemu mereka,
2 orang kadis setiap hati. Saya tanya semua informasi penting terkait dinas
yang dipimpinnya.” Menarik, bahwa secara sederhana sekali beliau tidak
menempatkan diri sebagai sang sok tau, tetapi orang yang belum tahu dan ingin
tahu banyak.
Dari poin itulah beliau mulai menyusun kerangka
kepemimpinannya sendiri. “Pemipin itu harus akrab dengan realita. Kedua, kredibel.
Kalau omong A yang lakukan A, jangan omong lain perilakunya lain”
Menurut pak Ben, seorang pemimpin juga harus bisa
membedakan mana yang penting dan yang tidak penting. Menurutnya, masalah tak
boleh diserahkan kepada waktu untuk ‘diselesaikan.’ Untuk itu jangan
bertele-tele dan menunda-nunda sesuatu.
Namun ide pak Ben tentang ‘Nation’ menjadi sangat
menarik jika ditilik dari realita masyarakat NTT saat ini. Ia mengkritik kenapa
pemimpin NTT sekarang sangat abai terhadap paham ‘kebangsaan’ orang NTT:
Flobamora yang awalnya dicetuskan oleh El Tari. Menurutnya fungsi gubernur
adalah membangun Flobamora yang beragam ini.
Kenapa menjelang pilkada NTT ini ada aroma
primordialisme tercium. “Bangkitlah Timor, Hantam Flores! Hantam Katolik!”
begitulah kalimat-kalimat yang menurut pak Ben beredar di kalangan masyarakat
NTT di Jakarta. Pada akhirnya ia menyimpulkan bahwa demokrasi di NTT, adalah
memilih siapa yang saya kenal dan saya suka, bukan siapa yang mampu. Atau pilih
siapa yang kasih saya uang .
Tentang ide Flobamora, beliau bercerita bahwa ketika
El Tari menyampaikan ide tersebut setelah melakukan perjalanan panjang dengan
naik kuda dari Alor hingga Manggarai Barat. Kemudian lahirlah paham nation
building itu: Flobamora.
Kepada para pemimpin dan calong pemimpin NTT, pak
Ben mengajukan 3 pertanyaan mendasar:
1.
Bagaimana
membangun NTT yang harmonis?
2. Apa prinsip yang dipakai
agar terjamin kehidupan yang harmonis dan setara dalam kondiri Flobamora yang
bergama tadi? ß unsur fairness
3.
Bagaimana
caranya menjadikan NTT layak bagi pluralitas.
Dan anda sebagai pemimpin loyak tidak kepada partai saja tetapi juga
loyal dan setia kepada rakyat?
Pemimpin
dan Keberanian
Kepada
pemimpin dan calon pemimpin, pak Ben menitipkan pertanyaan-pertanyaan, yang
lagi-lagi nampak sederhana tapi kaya makna.
1.
Apakah
Anda orang yang berani?
2.
Apakah
Anda orang yang memiliki integritas?
3.
Apakah
Anda orang yang mampu berdedikasi?
Selamat
bertanya kepada diri kita sendiri, dan merenunglah.
Saya bangga akhirnya bisa ketemu dan mendengar
langsung orasi Pak Ben Mboi. Pemimpin yang memang dipilih karena punya
kemampuan, punya integritas dan semangat untuk melayani rakyat bukan untuk
partai. Berhubung akan ada putaran kedua
Pilkada, tulisan ini semoga bermakna buat kita. Meski agak sangsi juga apa
kedua calon di putaran kedua memenuhi kriteria dan pertanyaan kritis pak Ben di
atas?
Christian
Dicky Senda. Blogger, penikmat sastra, film dan kuliner. Saat ini bergiat di
Komunitas Blogger NTT (Flobamora Community) dan Komunitas Sastra Dusun
Flobamora. Menulis buku puisi Cerah Hati (2011) dan sedang menyiapkan usaha
penerbitan buku kumpulan cerpen Kanuku Leon berbasis crowd-funding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...