Beta bukan fotografer profesional, dan cuma difoto menggunakan kamera ponsel nokia slide 1600 hehehe, tetapi menurut beta, apapun medianya, yang penting ada makna, ada pesan tersirat dan tersurat itu sudah lebih baik. Selamat menikmati...
|
Tugu dan Gong Perdamaian, ikon baru kota Kupang, dibelakangnya nampak Gedung Keuangan (mungkin adalah gedung tertinggi pertama di Kupang, hingga kini?) |
|
|
Menarik bahwa pohon lontar juga menjadi ciri khas Taman Nostalgia, mewakili NTT |
|
Papan publikasi yang penuh coretan gak jelas, mending yang suka nyoret itu gabung dan belajar nulis di Komunitas Sastra Dusun Flobamora? |
|
Lontar |
|
Bersyukur bahwa ada kelompok orang yang rutin menggunakan Tamnos untuk event positif: misalnya temu sastra dan pensi |
|
Mario F Lawi sedang membaca di bawah pohon kersen yang teduh |
|
Gedung Keuangan Negara Kupang dilihat dari TamNos |
|
Gong Perdamaian |
|
Ruang bawah tugu yang kotor dan berbau pesing, rupanya dijadikan toilet umum oleh sebagian warga Kupang |
|
Diresmikan pada awal Februari 2011 |
|
Amanche Frank Oe Ninu sedang melahap Katuas Gaspar karya Prima Nakfatu. Kae Amanche mewakili NTT di ajang Ubud Writers and Readers Festival Oktober nanti di Ubud |
|
Teman nongkrong di Tamnos |
|
Mario F Lawi, penulis muda berbakat, masa depan sastra NTT |
|
Hancur yah hancur aja bung! He-he... |
|
Kalimat panjangnya, Indonesia dibawah garis Katulistiwa (dicoret dan ditulis dibawahnya) Kemiskinan. Vandalisme yang lain |
|
Entah ada uang atau tidak toh toiletnya tetap saja kotor dan jorok |
|
Dari luarnya sih keren, coba masuk ke dalamnya.... |
|
... langsung disambut tulisan ini dan pesing dimana--mana |
|
Cendana yang ditanami Pak SBY, mungkin baru bisa dipanen ketika cucunya gede, 30-40 tahun kemudian |
|
Senang bisa bersahabat baik dengan dua orang muda yang punya dedikasi besar bagi perkembangan sastra NTT masa kini, Mario F Lawi dan kae Amanche Frank Oe Ninu |
|
Perosotannya si ada, tersedia di sisi barat namun yang ini mungkin lebih menarik bagi mereka, meski harus sembunyi-sembunyi dari petugas yang selalu sok menunjukan muka angker |
|
Berisi lambang 5 agama besar, 33 propinsi dan ratusan kabupaten di Indonesia |
|
Ada waktu silahkan mampir ke taman ini. Yang penting apresiasi, jaga kebersihan dan kelestarian taman, oke? |
|
|
|
|
|
Gimana Bisa Bernostalgia Kalau Taman Baru
Setahun Sudah Kacau?
Beberapa waktu
lalu saya berkesempatan mengobrol bersama dua orang hebat yang darahnya
mendesirkan semangat sastra Flobamora, Mario F Lawi dan Amanche Frank Oe Ninu.
Lokasi obrolan pun gak tanggung-tanggung: Taman Nostalgia pukul 2 siang!
Tahulah sendiri kondisi kota Kupang disiang hari panasnya bagaimana, dan
kondisi Taman Nostalgia yang masih
sedikit pohon-pohon peneduh yang bisa bikin adem tubuh pengunjung.
Sisi utara taman
di bawah rimbunan pohoh kersen menjadi pilihan kami. Masing-masing kami
memegang bahan bacaannya: Mario dengan novel Atma karya Pion Ratuloly, saya
dengan buku kumpulan cerpen Kompas pilihan 2009 ‘Pada Suatu Hari Ada ibu dan
Radian’ sedangkan Amanche Frank Oe Ninu dengan majalah hidup edisi terbaru
(plus sebungkus rokoknya—saya dan Mario tidak merokok).
Tak ada obrolan
penting siang itu, dan tak ada niat berlebih juga untuk mematung dan
masing-masing fokus dengan bahan bacaanya. Sesekali kami membahas tentang
target-target Jurnal Sastra Santarang yang baru saja kami rintis, kami membahas
pekan OMK Kesukupan Agung Kupang di Soe baru-baru ini, membahas kondisi TamNos
yang kian memprihatinkan dan kami membahas juga beberapa ABG dan ibu-ibu dengan
tubuh ‘ekstra’ yang lopas siang-siang (duileh istilahnya hahahah…jogging! Maksudnya) dengan jaket dan
topi lengkap.
Dan kami mulai
menerka-nerka kira-kira lebih tepat mana: sengaja memakai pakaian tertutup dan
tebal (plus topi/topi jaket, kacamata riben. Mulut ditutupin syal) demi mempercepat
‘pemanasan tubuh’ biar lebih banyak keringat, ataukah takut panas (takut hitam
tepatnya) ataukah maluuuu sama orang-orang. Mungkin ketiganya punya porsi
sendiri-sendiri.
Tak lama berselang
seorang bapak penjual kacang tanah bakar lewat, sekaleng susu kental manis
dihargai Rp 5.000,- Lumayan juga buat mengganjal perut (padahal 3 jam
sebelumnya baru ditraktir kae Amanche makan RW).
Ketika kae Amanche
dan Mario sedang asyik mengobrol saya sengaja mengitari taman dan mulai
observasi kiri kanan. Saya kumat lagi. Kali ini memang niat banget untuk kepo!
Uhuii. Kondisinya memang kian tidak terawat.
Saya memulainya
dari Toilet. Ruang pamungkas yang konon kata orang paling pas untuk menilai
kepribadian, mental dan karakter penghuninya (baca: pengunjung dan penjaganya).
Sudah saya duga, baru setahun taman ini berdiri toiletnya, alamaaak
memprihatinkan. Airnya ada, banyak, malah mengalir sia-sia, tapi klosetnya
jorok minta ampun. Dari luar sudah tertulis toilet rusak! Dengan menutup hidung
dan mulut dengan baju kaos saya ‘memberanikan’ diri untuk ‘maloi’ kata orang
Kupang, mengintip sejenak isi toiletnya. Baknya penuh dan kotor dan baunya pun
menuh-menuhin ruang toilet.
Kira-kira 10 meter
dari toilet persis di belakang gong perdamaian, ada pos jaga (bapak-bapak dari
Pol PP). Saya lihat, toiletnya juga
‘aduhai’, akh bapak-bapak ini sama saja.
Ternyata
masalahnya belum selesai. Ketika mengitari gong perdamaian, ternyata ada 2 pintu masuk di sisi utara dan selatan menuju
ke sebuah ruang dibawah gong. Nampak terkunci. Namun yang paling membuat saya
gak habis pikir adalah bahwa rupanya pengunjung (mungkin para lelaki, atau bisa
jadi ada juga wanitanya) yang memakai lorong kecil dibawah gong itu untuk
dijadikan toilet baru. Dari kejauhan pesingnya memusingkan! Semakin dekat,
makin jelaslah ada kubangan cairan kuning yang memenuhi lantai dan bercaknya
juga di tembok. Alamak! Lagi-lagi
toilet.
Sebenarnya di
segala sudut sudah ada tempat-tempat sampah, yang dipasang stategis. Hanya saja
ketika beberapa kali kesana, nampak sekali jika tempat sampahnya sudah penuh
namun karena tak ada distribusi lanjut, akhirnya yah menumpuk-tumpahruah dan
kotor. Kedua, di area seputar pedagang kaki lima, nampak kumuh dan (maaf) jorok
juga. Apalagi saat di puncak malam, ketika akan bubar jualan, sampah dan limbah
sisa comberannya tumpah kemana-mana. Tentu akan jadi sarana yang bagus buat
pengembangbiakan lalat dan bakteri. (dan saya sudah beberapa kali ngopi disitu!
*ketok jidat*).
Pada akhirnya,
bisa kita simpulkan bahwa keberadaan taman ini bagus sekali. Saya sebagai
aktivis di komunitas yang sering kopi darat di taman ini, merasakan betul
manfaatnya. Taman ini menjadi ruang publik dan cikal bakal ruang terbuka hijau
yang baik (jika dikelola baik secara berkelanjutan) namun sayangnya baru
setahun, banyak lampu taman rusak, kolam rusak, fasilitas listrik (yang tidak
digunakan dengan baik juga jeboool) dan perkembangbiakan tanaman juga berjalan
lamban.
Banyak komunitas
yang kemudian menjadikan taman ini sebagai arena unjuk gigi, unjuk identitas,
namun yang gak kalah juga adalah kumpulan pasangan muda mudi yang memanfaatkan
area jogging track sepanjang jalur taman untuk pacaran di malam buta yang minim
penerangan. Berbanding terbalik memang, ketika ada anak-anak muda yang kepengen
eksis di depan umum menunjukkan identitas komunitasnya, eh ada juga yang
diam-diam ‘menutup-nutupi’ diri dan aktivitas mereka disepanjang jogging track dan rimbunan semak.
Apapun itu kondisi
Tamnos sekarang, sudah harus jadi kewajiban bersama untuk menjaga dan
memelihara. Kupang ini sudah panas, kepengen ada tempat yang hijau dan bikin
adem, yakni taman kota. Semua dimulai dari diri sendiri, termasuk juga saya
yang sering kesana. Jangan sekali-skali berprinsip, ‘akh, kan ada petugas
kebersihannya!”. Masalahnya gak akan selesai kalau begitu.
Usul saya, seperti
yang saya lihat di kota Ende dulu, taman-taman kota dekat lapangan Perse itu
dibersihkan oleh para narapidana setiap harinya. Punishment yang baiklah,
daripada berbuat yang tidak-tidak di Lapas, mending dijadwal per kelompok untuk
membersihkan taman-taman kota. Tapi sekali lagi, setelahnya, jangan juga ada
kalimat, ‘Akh, kan sudah ada penghuni Lapas yang bersihin!’. Tetap semua punya
tanggungjawab untuk memberdayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Tamnos itu asset
Kota Kupang, milik semua warga kota Kupang. Sebab kota yang baik juga harus
punya ruang terbuka hijau, ruang publik-taman kota yang asri dan nyaman. Karena
sejatinya fungsi taman kota itu besar sekali, selain sebagai paru-paru kota dan
daerah resapan yang baik, juga sebagai tempat untuk menetralisir jiwa dan raga
dari berbagai macam hal negatif, tempat untuk bersosialisasi, menunjukkan
eksistensi diri/kelompok, dll. Taman kota bisa jadi tempat wisata dan bermain
selain Mall dan Mall lagi. Kondisi taman yang hijau, asri, bersih, sejuk,
adalah obat mujarab untuk mengusir stress karena pekerjaan. Ketiadaan taman
kota/ruang terbuka hijau juga bisa mengindikasikan gersangnya mental para
penghuni kota tersebut.
Jalur Frans Seda
harus bisa jadi jalur percontohan untuk ruang terbuka hijau. Artinya kedepan
gak ada lagi mall dan gedung-gendung menggeser posisi jalur hijau itu. Jangan
sampai! Tapi penuhilah dengan pohon-pohon dan lapangan untuk bermain futsal,
basket, dll.
Semoga Walikota
yang baru bisa memahami betul pentingnya sebuah taman kota dan ruang terbuka
hijau bagi penduduk kotanya, yah Pak?
Kalau gak, apa
yang bisa kita nostalgiakan dari taman ini? Baru setahun saja kok sudah kacau
begitu.
NB: bisa gak menaruh petugas di
taman yang lebih friendly, komunikatif dan gak sok angker?
Kupang, 11 Juli 2012
Christian Dicky Senda, citizen journalist.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...