Selasa, 10 Juli 2012

Gimana Bisa Bernostalgia Kalau Taman Baru Setahun Sudah Kacau?

Beta bukan fotografer profesional, dan cuma difoto menggunakan kamera ponsel nokia slide 1600 hehehe, tetapi menurut beta, apapun medianya, yang penting ada makna, ada pesan tersirat dan tersurat itu sudah lebih baik. Selamat menikmati...

Tugu dan Gong Perdamaian, ikon baru kota Kupang, dibelakangnya nampak Gedung Keuangan (mungkin adalah gedung tertinggi pertama di Kupang, hingga kini?)

Menarik bahwa pohon lontar juga menjadi ciri khas Taman Nostalgia, mewakili NTT

Papan publikasi yang penuh coretan gak jelas, mending yang suka nyoret itu gabung dan belajar nulis di Komunitas Sastra Dusun Flobamora?

Lontar

Bersyukur bahwa ada kelompok orang yang rutin menggunakan Tamnos untuk event positif: misalnya temu sastra dan pensi

Mario F Lawi sedang membaca di bawah pohon kersen yang teduh

Gedung Keuangan Negara Kupang dilihat dari TamNos

Gong Perdamaian

Ruang bawah tugu yang kotor dan berbau pesing, rupanya dijadikan toilet umum oleh sebagian warga Kupang


Diresmikan pada awal Februari 2011

Amanche Frank Oe Ninu sedang melahap Katuas Gaspar karya Prima Nakfatu. Kae Amanche mewakili NTT di ajang Ubud Writers and Readers Festival Oktober nanti di Ubud
Teman nongkrong di Tamnos
Mario F Lawi, penulis muda berbakat, masa depan sastra NTT

Hancur yah hancur aja bung! He-he...

Kalimat panjangnya, Indonesia dibawah garis Katulistiwa (dicoret dan ditulis dibawahnya) Kemiskinan. Vandalisme yang lain

Entah ada uang atau tidak toh toiletnya tetap saja kotor dan jorok

Dari luarnya sih keren, coba masuk ke dalamnya....

... langsung disambut tulisan ini dan pesing dimana--mana

Cendana yang ditanami Pak SBY, mungkin baru bisa dipanen ketika cucunya gede, 30-40 tahun kemudian

Senang bisa bersahabat baik dengan dua orang muda yang punya dedikasi besar bagi perkembangan sastra NTT masa kini, Mario F Lawi dan kae Amanche Frank Oe Ninu

Perosotannya si ada, tersedia di sisi barat namun yang ini mungkin lebih menarik bagi mereka, meski harus sembunyi-sembunyi dari petugas yang selalu sok menunjukan muka angker

Berisi lambang 5 agama besar, 33 propinsi dan ratusan kabupaten di Indonesia

Ada waktu silahkan mampir ke taman ini. Yang penting apresiasi, jaga kebersihan dan kelestarian taman, oke?






Gimana Bisa Bernostalgia Kalau Taman Baru Setahun Sudah Kacau?

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengobrol bersama dua orang hebat yang darahnya mendesirkan semangat sastra Flobamora, Mario F Lawi dan Amanche Frank Oe Ninu. Lokasi obrolan pun gak tanggung-tanggung: Taman Nostalgia pukul 2 siang! Tahulah sendiri kondisi kota Kupang disiang hari panasnya bagaimana, dan kondisi  Taman Nostalgia yang masih sedikit pohon-pohon peneduh yang bisa bikin adem tubuh pengunjung.
Sisi utara taman di bawah rimbunan pohoh kersen menjadi pilihan kami. Masing-masing kami memegang bahan bacaannya: Mario dengan novel Atma karya Pion Ratuloly, saya dengan buku kumpulan cerpen Kompas pilihan 2009 ‘Pada Suatu Hari Ada ibu dan Radian’ sedangkan Amanche Frank Oe Ninu dengan majalah hidup edisi terbaru (plus sebungkus rokoknya—saya dan Mario tidak merokok).
Tak ada obrolan penting siang itu, dan tak ada niat berlebih juga untuk mematung dan masing-masing fokus dengan bahan bacaanya. Sesekali kami membahas tentang target-target Jurnal Sastra Santarang yang baru saja kami rintis, kami membahas pekan OMK Kesukupan Agung Kupang di Soe baru-baru ini, membahas kondisi TamNos yang kian memprihatinkan dan kami membahas juga beberapa ABG dan ibu-ibu dengan tubuh ‘ekstra’ yang lopas siang-siang (duileh istilahnya hahahah…jogging! Maksudnya) dengan jaket dan topi lengkap.
Dan kami mulai menerka-nerka kira-kira lebih tepat mana: sengaja memakai pakaian tertutup dan tebal (plus topi/topi jaket, kacamata riben. Mulut ditutupin syal) demi mempercepat ‘pemanasan tubuh’ biar lebih banyak keringat, ataukah takut panas (takut hitam tepatnya) ataukah maluuuu sama orang-orang. Mungkin ketiganya punya porsi sendiri-sendiri.
Tak lama berselang seorang bapak penjual kacang tanah bakar lewat, sekaleng susu kental manis dihargai Rp 5.000,- Lumayan juga buat mengganjal perut (padahal 3 jam sebelumnya baru ditraktir kae Amanche makan RW).
Ketika kae Amanche dan Mario sedang asyik mengobrol saya sengaja mengitari taman dan mulai observasi kiri kanan. Saya kumat lagi. Kali ini memang niat banget untuk kepo! Uhuii. Kondisinya memang kian tidak terawat.
Saya memulainya dari Toilet. Ruang pamungkas yang konon kata orang paling pas untuk menilai kepribadian, mental dan karakter penghuninya (baca: pengunjung dan penjaganya). Sudah saya duga, baru setahun taman ini berdiri toiletnya, alamaaak memprihatinkan. Airnya ada, banyak, malah mengalir sia-sia, tapi klosetnya jorok minta ampun. Dari luar sudah tertulis toilet rusak! Dengan menutup hidung dan mulut dengan baju kaos saya ‘memberanikan’ diri untuk ‘maloi’ kata orang Kupang, mengintip sejenak isi toiletnya. Baknya penuh dan kotor dan baunya pun menuh-menuhin ruang toilet.
Kira-kira 10 meter dari toilet persis di belakang gong perdamaian, ada pos jaga (bapak-bapak dari Pol PP).  Saya lihat, toiletnya juga ‘aduhai’, akh bapak-bapak ini sama saja.
Ternyata masalahnya belum selesai. Ketika mengitari gong perdamaian, ternyata ada 2  pintu masuk di sisi utara dan selatan menuju ke sebuah ruang dibawah gong. Nampak terkunci. Namun yang paling membuat saya gak habis pikir adalah bahwa rupanya pengunjung (mungkin para lelaki, atau bisa jadi ada juga wanitanya) yang memakai lorong kecil dibawah gong itu untuk dijadikan toilet baru. Dari kejauhan pesingnya memusingkan! Semakin dekat, makin jelaslah ada kubangan cairan kuning yang memenuhi lantai dan bercaknya juga di tembok.  Alamak! Lagi-lagi toilet.
Sebenarnya di segala sudut sudah ada tempat-tempat sampah, yang dipasang stategis. Hanya saja ketika beberapa kali kesana, nampak sekali jika tempat sampahnya sudah penuh namun karena tak ada distribusi lanjut, akhirnya yah menumpuk-tumpahruah dan kotor. Kedua, di area seputar pedagang kaki lima, nampak kumuh dan (maaf) jorok juga. Apalagi saat di puncak malam, ketika akan bubar jualan, sampah dan limbah sisa comberannya tumpah kemana-mana. Tentu akan jadi sarana yang bagus buat pengembangbiakan lalat dan bakteri. (dan saya sudah beberapa kali ngopi disitu! *ketok jidat*).
Pada akhirnya, bisa kita simpulkan bahwa keberadaan taman ini bagus sekali. Saya sebagai aktivis di komunitas yang sering kopi darat di taman ini, merasakan betul manfaatnya. Taman ini menjadi ruang publik dan cikal bakal ruang terbuka hijau yang baik (jika dikelola baik secara berkelanjutan) namun sayangnya baru setahun, banyak lampu taman rusak, kolam rusak, fasilitas listrik (yang tidak digunakan dengan baik juga jeboool) dan perkembangbiakan tanaman juga berjalan lamban.
Banyak komunitas yang kemudian menjadikan taman ini sebagai arena unjuk gigi, unjuk identitas, namun yang gak kalah juga adalah kumpulan pasangan muda mudi yang memanfaatkan area jogging track sepanjang jalur taman untuk pacaran di malam buta yang minim penerangan. Berbanding terbalik memang, ketika ada anak-anak muda yang kepengen eksis di depan umum menunjukkan identitas komunitasnya, eh ada juga yang diam-diam ‘menutup-nutupi’ diri dan aktivitas mereka disepanjang  jogging track dan rimbunan semak.
Apapun itu kondisi Tamnos sekarang, sudah harus jadi kewajiban bersama untuk menjaga dan memelihara. Kupang ini sudah panas, kepengen ada tempat yang hijau dan bikin adem, yakni taman kota. Semua dimulai dari diri sendiri, termasuk juga saya yang sering kesana. Jangan sekali-skali berprinsip, ‘akh, kan ada petugas kebersihannya!”. Masalahnya gak akan selesai kalau begitu.
Usul saya, seperti yang saya lihat di kota Ende dulu, taman-taman kota dekat lapangan Perse itu dibersihkan oleh para narapidana setiap harinya. Punishment yang baiklah, daripada berbuat yang tidak-tidak di Lapas, mending dijadwal per kelompok untuk membersihkan taman-taman kota. Tapi sekali lagi, setelahnya, jangan juga ada kalimat, ‘Akh, kan sudah ada penghuni Lapas yang bersihin!’. Tetap semua punya tanggungjawab untuk memberdayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Tamnos itu asset Kota Kupang, milik semua warga kota Kupang. Sebab kota yang baik juga harus punya ruang terbuka hijau, ruang publik-taman kota yang asri dan nyaman. Karena sejatinya fungsi taman kota itu besar sekali, selain sebagai paru-paru kota dan daerah resapan yang baik, juga sebagai tempat untuk menetralisir jiwa dan raga dari berbagai macam hal negatif, tempat untuk bersosialisasi, menunjukkan eksistensi diri/kelompok, dll. Taman kota bisa jadi tempat wisata dan bermain selain Mall dan Mall lagi. Kondisi taman yang hijau, asri, bersih, sejuk, adalah obat mujarab untuk mengusir stress karena pekerjaan. Ketiadaan taman kota/ruang terbuka hijau juga bisa mengindikasikan gersangnya mental para penghuni kota tersebut.
Jalur Frans Seda harus bisa jadi jalur percontohan untuk ruang terbuka hijau. Artinya kedepan gak ada lagi mall dan gedung-gendung menggeser posisi jalur hijau itu. Jangan sampai! Tapi penuhilah dengan pohon-pohon dan lapangan untuk bermain futsal, basket, dll.
Semoga Walikota yang baru bisa memahami betul pentingnya sebuah taman kota dan ruang terbuka hijau bagi penduduk kotanya, yah Pak?
Kalau gak, apa yang bisa kita nostalgiakan dari taman ini? Baru setahun saja kok sudah kacau begitu. 

NB: bisa gak menaruh petugas di taman yang lebih friendly, komunikatif dan gak sok angker?

Kupang, 11 Juli 2012
Christian Dicky Senda, citizen journalist.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...