/1/
Di
dahiku masih ada tanda salib, dioleskan kakek dengan rasa haru yang harum,
sepotong kepala, serta adonan sirih dan pinang dari mulutnya. ‘Tanda ini,
Cucuku, adalah awal keabadian.” Salibku merah seperti mimisan ibu. Harum
seperti kencing pertama bayi waktuku. Kusembunyikan isak dalam lemari, karena
sejenak gagak akan diganti burung kenari, sebelum tubuhku menjelma sansak bagi
peluru-peluru dinihari. (Gela, dalam Kompas Minggu 13 Mei 2012).
sumber: facebook.com/MarioFLawi |
Mario
F Lawi adalah penyair muda berbakat yang dipunyai NTT saat ini. Tengok saja
untaian karya terbaiknya di http://mariolawi.wordpress.com.
Di dalamnya termuat karya-karya brilian Mario (ditambah beberapa karya dari
penyair dan cerpenis muda NTT seangkatan Mario). Karya-karya yang juga sempat
mengantarnya ke Temu Sastra Nasional (TSN) di Ternate 2011 lalu. Lewat puisi, ia
menjadi juara 1 Nasional lomba menulis puisi yang diadakan komunitas sastra Rumah
Sungai NTB (lewat puisi berjudul ‘Retina’). Puisi-puisi Mario juga pernah
dimuat di Bali Post, Sumut Post, Pos Kupang, Timor Ekspress, majalah sastra
Filokalia Seminari Tinggi St. Mikhael Kupang dan yang tergres hari ini, Minggu
(13/5/2012) dua puisi Mario dimuat di koran Kompas (surat kabar nasional yang menjadi
barometer bagi penyair dan cerpenis tanah air sejauh ini). Mario juga menerbitkan
buku puisinya Poetae Verba secara indie akhir tahun 2011 lalu.
Mario
adalah sahabat baik saya di komunitas sastra Dusun Flobamora Kupang saat ini.
Bertemu langsung dan akrab dengan pemred Jurnal Sastra Santarang (terbitan
komunitas Dusun Flobamora Kupang) ini bahkan belum genap setahun, waktu itu
ketika Mario sedang bersiap-siap ke Ternate. Ia adalah teman ngobrol yang baik,
untuk memperbincangkan perkembangan sastra NTT, sastra Nasional, buku-buku
sastra, film, filsafat, psikologi, dan banyak hal. Bersama penyair dan cerpenis
muda NTT lainnya, seperti Januario Gonzaga, Pion Ratuloly, Hiro Nitsae dan
Abdul M Djou, kami biasanya mengobrol hingga larut malam (bahkan pernah hingga
dini hari) di taman Nostalgia Kupang. Banyak topik yang lantas kami bicarakan,
ditemani kopi dan kacang. Saya menyebut peristiwa semacam ini sebagai sebuah brainstorming yang sangat-sangat
positif.
Hari
Sabtu (12/5/2012), sehari sebelum puisi-puisi Mario dimuat Kompas, kami baru
saja meluncurkan sebuah jurnal sastra Santarang, di aula Penginapan Keuskupan
Jln. Frans Seda, Kupang. Sebuah jurnal yang diharapkan mampu memediasikan semua
potensi penyair dan cerpenis muda di NTT. Beruntunglah bahwa kami dikelilingi
oleh sesepuh-sesepuh hebat, yang punya dedikasi besar bagi perkembangan sastra
Flobamora, Dr. Marselus Robot, Sipri Senda, Patris Allegro, Amanche Franck Oe
Ninu juga pak JB Kleden. Keberuntungan kami yang lain, bahwa perjuangan ini tak
semata-mata dilakukan sendiri, sebab ada banyak kawan-kawan nan kreatif yang
nyatanya sudah banyak memberi warna bagi sastra Flobamora, yah harus saya
sebutkan semuanya: dua penyair keren kae Abner Raya Midara dan bro Donnys Dally, Djo Izmail (cerpenis
asal Ende) dan kawan-kawan dari Filokalia: Arky Manek, Unu D Bone, Ishac Sonlay
(peserta TSN Ternate 2011 lainnya asal NTT), dan Ino Sengkoen. Tak lupa juga
adik-adik yang penuh dengan gairah bersastra dari SMAK Giovanni: Atty Mawikere,
Nurita Putri, Alvin Kleden, dkk. Gerakan yang bagus, kawan, sebab saya juga
memulainya saat SMA di Ende dulu.
Bagi
saya, Mario (yang lebih spesial saya bicarakan profilnya dalam tulisan ini)
adalah generasi baru sastra NTT, setelah angkatannya Mezra Pellondou dan Maria
Matildis Banda yang sudah diakui secara Nasional. Sebelum mereka, tentu saja,
ada nama-nama yang tak bisa kita lupakan, Gerson Poyk, Umbu Landu Parangi, John
Dami Mukese, dll. Tak berlebihan memang jika saya mendaulat mahasiswa ilmu
komunikasi univ. Undana ini, seperti itu. Karena saya mengakui kekuatan
puisi-puisinya (tema, diksi, dsb), juga keluwesannya bergaul dengan
sastrawan-satrawan Nasional. Dua modal penting saya rasa, yang harus dimiliki
seorang penyair. Apalagi fakta bahwa Mario masih muda (kelahiran 18 Februari
1991) pernah mengenyam pendidikan di SMU Seminari, kini sudah menjadi mahasiswa
ilmu komunikasi, menjabat sebagai pemred sebuah jurnal sastra yang sudah
terdaftar resmi di LIPI, tergolong pribadi yang sangat terbuka untuk berdialog
dan tak kalah penting, adalah seorang muda kutu buku! Semuanya pasti memiliki
peranan yang besar bagi perjalanan kepenyairannya. Mungkin termasuk juga
bagaimana jalur dan semangat pemuda berdarah Manggarai-Sabu ini mendapat
dukungan penuh dari kedua orang tuanya. Komplit!
Pada
akhirnya, saya mewakili MudaersNTT lainnya, yang punya harapan besar untuk
berkembang di jalur pilihan kita masing-masing: entah sebagai sastrawan,
musisi, pemain teater, penyanyi, penulis buku, desainer, pengusaha muda, guru,
pekerja LSM, dosen muda, dokter, dan semua profesi sekaligis minat kita semua,
mau mengucapkan terima kasih untuk Mario F Lawi. Tak berlebihan. Sebab Mario,
saya yakin, sudah menginspirasi banyak anak-anak muda NTT lainnya. Dari yang
terkecil saja, menginspirasi kawan-kawannya di kampus, di komunitas sastra DF,
dan adik-adiknya di SMAK Giovanni. Kita semua, yang selalu menaruh harapan
besar untuk kemajuan NTT, terutama dalam bidang kreatif/kreativitas. Ayo,
kawan, setelah Mario, giliran kita untuk mulai mencoba melakukan apapun hal
positif yang bisa kita buat. Jika hari ini 2 puisi Mario berhasil masuk Kompas,
mana karyamu? Tentu saja bukan maksud saya agar semua anak muda NTT menulis
cerpen dan puisi. Teringat sahabat baik saya di kelompok menulis MudaersNTT,
Yoyarib Kannutuan Mau, mahasiswa UI sekaligus aktivis yang seringkali beropini
di Pos Kupang dan Timor Ekspress.
Semangat
Mario sepatutnya menjadi semangat kita juga di bidang karya masing-masing. Tak
ada salahnya mulai mencoba, kawan. Yah, kita, −saya *sambil bercermin*− dan
kamu semua. Sebelum akhirnya kita mati karena pesimis melulu!
Christian Dicky Senda., Blogger di Komunitas Blogger NTT,
penggagas kelompok menulis MudaersNTT, bergiat di Komunitas sastra Dusun
Flobamora Kupang. Penikmat film, psikologi, sastra dan kuliner. Buku puisinya
Cerah Hati (terbit 2011) dan kumpulan cerita, Kanuku Leon, segera terbit.
Twitter @dickysenda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...