Kamis 22 Maret 2012 siang saya
diajak Gerald Fori teman baik saya sejak di Syuradikara, untuk ikut bersama
rombongan Orang Muda Katolik paroki Penfui mengunjungi Romo Bob yang hari itu
ultah di tempat tugas barunya di Batuna (daerah yang subur dan sejuk di
Amarasi, letaknya antara Buraen dan Baun). Dengan sigap saya lansung menerima
tawaran menarik itu.
Perjalanan siang itu kami tempuh
dari Kupang melewati Oesao menuju arah Buraen, lewat Sanraen belok kanan menuju
Batuna. Dari Kupang hingga Sanraen kondisi jalannya bagus, cuma setelah itu
kondisi jalannya mulai rusat/ berlubang dan cenderung menurun. Daerahnya sih
subur, masih banyak hutan dan perkebunan di kiri kanan, mirip dengan perjalanan
Ende Wolowaru. Sepanjang jalan ke Batuna banyak sekali ketemu warga yang
barusan pulang panen jagung di kebun. Seru.
Sampai di Batuna, ternyata sudah
ada serombongan OMK yang sudah duluan sampai beberapa hari yang lalu.
Romo Bob
sendiri sudah saya kenali sejak SMP tahun 2001, waktu itu beliau menjadi frater
TOP di paroki saya, Maria Immaculata di Kapan. Sejak saat itu gak pernah ketemu
lagi dan baru bertemu saat di Batuna ini. Maka sore hingga malamnya, menjadi
momen yang menarik sekali untuk banyak mengobrol dengan Romo Bob tentang banyak
hal, umumnya yang sudah pernah terjadi dulu, saat di Kapan. Dan dari banyak
obrolan itu, saya sendiri bisa memetik banyak hal, pertama, cerita-cerita Romo
Bob banyak membantu saya merefreshkan kembali ingatan saya dulu. Kedua, banyak
cerita tentang keluarga saya dari versi Romo Bob yang ternyata belum saya
ketahui hahaha. Wah, makasih banyak romooo….
Pukul 19.00 WITA, kami pamit karena
harus balik lagi ke Kupang. Menyenangkan. Banyak terima kasih untuk bro Geral
Fori dan pacarnya Nuki Da Silva, mama papanya Gerald, dan kawan-kawan OMK Paroki
Penfui.
Pukul 20.40 WITA, kami baru saja
sampai ke Kupang ketika bung Pion Ratuloly menelpon dan menawarkan untuk ikut
bergabung dengan beberapa kawan dari komunitas Dusun Flobamora (KDF) yang
rencananya saat itu juga akan berkunjung ke kediaman pak Marsel Roboth untuk membahas
beberapa hal terkait penerbitan Santarang, jurnal sastra KDF. Saya menyanggupi
meski masih ada rasa letih pasca perjalanan bolak balik Kupang-Batuna barusan.
Mereka sudah ngumpul di Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui. Saya bilang, Oke,
kebetulan saya sedang melewati Bundaran burung rajawali dekat Undana, kalau
bisa ada yang jemput di situ. Bung Abdul Djou menelpon saya dan bilang kalau
dia akan jemput.
Pukul 21.00 WITA, rombongan kami
bertolak dari Seminari Penfui menuju rumah pak Marsel di daerah Matani (kalau
gak salah…). Medannya diluar dugaan, bisik saya ke Abdul. Hehehe. FYI, pak
Marsel adalah salah satu dosen sastra di Undana, bergelar doctor dan punya
semangat yang besar juga untuk membesarkan kesusastraan NTT. Malam itu di rumah
pak Marsel, kami makan jagung katemak, daun ubi dan sambal yang enaaak sambil
mengobrol plan A, plan B untuk Santarang dan sastra NTT secara umum.
Jujur saja, saya baru di komunitas
ini. Enam tahun lebih banyak bergiat di komunitas blogger, memang sih di jogja
beberapa kali sempat berkumpul dengan kawan-kawan sastrawan muda di Jogja. Tapi
yah tidak pernah memilih terjun seutuhnya ke komunitas yang kegiatannya muri
sastra. Baru kali ini, sejak seminggu bergabung dengan kawan-kawan KDF, dengan kawan-kawan
yang punya kualitas bersastra, lebih mumpuni dan berpengalaman, yang
karya-karyanya sudah banyak dikritik/diulas oleh kritikus sastra, yang rajin
muncul di kolom puisi/cerpen koran local, yang sudah menang lomba sastra sana
sini, banyaak. Tapi itu tekad baru saya. Harus banyak belajar di sini. Terima
kasih juga karena saya diterima dengan baik. Dicky, bersiaplah untuk karyamu
dikritik, diulas dari kacamata teori sastra, dibaca oleh teman lain, dan
bersiap-siap juga untuk banyak-banyak baca, perluas sensivitas bersastra,
perluas jaringan. Yang selama ini menulis puisi atau cerpen otodidak, maka
mulai, harus…memperhatikan hal-hal teknis/ teoritis.
Are you ready, dicky?
Siiiiiiiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaappp!!!
Pukul 11.30 WITA, kami bubar. Tapi
di perjalanan masih sempat juga menemukan ide: yuk, mari kita ngopi dan
berpuisi di taman Nostalgia. Lagi. Malam ini juga. Oke, besok libur. Bagi
kalian, karena saya masih libur panjang (pengangguran maksudnya). Di taman
Nostalgia, kami ngopi dan melanjutkan beberapa topic obrolan yang tak sempat
selesai di bahas di rumah pak Marsel tadi. seru melihat bung Amanche dan bung
Pion larut dalam adu argument tentang rencangan acara peluncuran dan saya yang
agak ‘gelagapan’ mencari posisi tengah diantara dua orang hebat di depan saya
ini. Sedangkan bro Abdul, bung Janu dan Bung …. Sibuk juga berbagi ide kreatif
tentang Santarang kedepan, bikin desain ini itu, bikin kaos, stiker plus
agenda-agenda yang bakalan hadir dalam satu tahun ini. Hahaha, ini sudah
mendekati jam 1 pagi dan kami masih berkutat menghabiskan sisa energy hari itu
untuk sastra.
Tapi kami harus bubar, karena masih
ada beberapa agenda esoknya; Romo Amanche akan mendampingi diskusi dengan
anak-anak Giovani, dan kami yang lain harus kembali mendesain cover Santarang
edisi perdana. Karena sudah dini hari, saya ditawari menginap di penginapan
Keuskupan, kediaman romo Amanche, yang lokasinya persis di depan taman
Nostalgia.
Jumat, 23 Maret 2012, 07.00 WITA, Penginapan
Keuskupan Agung Kupang, Jalan Frans Seda.
Ketika saudara-saduara yang
beragama Hindu sedang menjalani ritual laku tapa, menyepikan jiwa dan raga dari
rutinitas duniawi.
Saya bangun dengan badan yang
terasa berat dua kali berat tubuh saya. Saranya mau tumbang lagi tapi…Dicky ini bukan di rumahmu, ini di rumah
oraaaang ckckckck
Romo Amanche menawarkan agar saya
bisa ikutan acara diskusi yang akan dia pandu. ‘Mungkin lu bisa bagi beberapa
pengalaman nanti. Topiknya tentang remaja dan pergaulan bebas.’
‘Oke…siap romo.’
‘tapi kita misa dulu yah…’
‘oke romo…’
Saya, romo Amache dan salah satu
romo misa di kapela kecil di Penginapak KAK. Setelah bisa, kami sarapan bersama
lalu siap-siap untuk diskusi.
Jam 9.30 WITA, diskusi dengan
kawan-kawan muda dari kelas XI IPS 2 SMA Katolik Giovanni dimulai.
Menarik
bahwa diskusi ini atas inisiatif sang wali kelas, dibantu ibu Santi guru BK,
dan romo Amanche yang membidangi Kesiswaan juga pelajaran Budi Pekerti di
Giovanni. Dan dari semua kelas yang ada, cuma kelas ini saja yang punya
kegiatan seperti ini. Dasarnya sih jelas, karena selama ini mereka menyadari
kalo anak-anak kelas 2 SMA kok lebih bergejolak yah ketimbang di kelas 1 dulu
atau nanti di kelas 3. Ada apa dengan mereka? Bagaimana mereka melihat dan
menilai pergaulan (dan pergaulan bebas) dari kacamata mereka masing-masing? Apa
kendala mereka saat ini baik dari segi akademis, segi persahabatan, hubungan
dengan ortu? Senang juga saya diberi kesempatan untuk berbicara di depan mereka
tentang pengalaman saya sekolah dulu, saat kuliah di Jogja, pengalaman dengan
keluarga dan berbagi ilmu juga karena saya belajar psikologi, punya sedikit
pengalaman bekerja di bidang konseling anak dan remaja di Jogja dulu. Itu yang
saya bagi.
Umumnya mereka mengakui tentang
pergaulan mereka saat ini yang lebih banyak tuntutan dari luarnya, dari teman
sebaya, dari lingkungan, dari trend dan gaya hidup yang berkembang, bahwa
remaja yang gaul harus seperti ini, itu..bla..bla. ada perasaan bahwa ‘kadang’
mereka tidak menjadi diri sendiri dan sibuk menjawab tuntutan dari luar.
Kedua, mereka sendiri juga
menyoroti makna keluarga bagi remaja. Bagaimana pola asuh orang tua selama ini,
otoriterkah? Terlalu permisifkah? Atau yang demokratis. Kok ada perasaan
hal-hal di luar rumah ‘kadang’ lebih menarik yah ketimbang di rumah? Bagaimana
caranya menciptakan bahwa apapun kondisinya rumah tetaplah yang paling nyaman
dan paling bisa dipercaya, bukan siapa-siapa yang lebih dipercaya di luar sana.
Ketiga, topik-topik tentang
sekolah, ada perasaan (dan dugaan yang subyektif yah) kalo sekolah kok
diskriminasi, dsb.
Menarik. Karena memang forum-forum
seperti inilah yang harusnya sering dimediasikan oleh guru atau orang tua.
Bagus untuk melatih remaja untuk belajar terbuka, apapun diomongkan, yang
kesulitan bisa dicari solusi bareng-bareng.
Karena hasilnya nanti mereka akan jadi remaja yang sehat. Ortu dan guru pun
bisa belajar untuk demokratis, dari yang selama ini mungkin agak otoriter. Yang
pola komunikasinya searah bisa dirubah jadi dua arah. Itu yang coba saya bagi
ke mereka juga ke guru-guru yang hadir. Karena saya pun bukan saja berteori
tapi juga punya pengalaman langsung, misalnya pola komunikasi saya yang buruk
awalnya dengan ortu, akhirnya mulai berubah. Dari yang cengeng, ngambekan, gak
jelas maunya apa tapi nuntut, berubah ke pola komunikasi yang dua arah.
Saya percaya kalau pola dari
rumahnya sudah oke, komunikasi dengan ortu enak, tidak ada yang merasa
mengekang atau dikekang, gak ada juga yang lepas control juga. Pasti akan baik.
Apalagi ditunjang dengan nilai-nilai positif dari ortu, kedisiplinan,
tanggungjawab, religiusitas, pendidikan moral, cinta kasih dan persaudaraan,
saya yakin sekali, remaja tersebut akan mampu membawa diri, tahu cara bersikap,
tau menempatkan diri. Karena sudah dipastikan berkembangnya nilai-nilai dari keluarga
atau yang lebih tua (termasuk juga guru), otomatis prinsip-prinsip hidup si
remaja juga terbentuk, secara psikologi, ego dan super egonya berkembang
maskimal.
Ada rasa penghargaan ke dirinya
sendiri (tubuh dan jiwanya), sebab ia sudah dihargai orang lain (keluarganya).
Ada rasa percaya diri yang tinggi, karena orang tua dan guru selalu memberi
itu. Penghargaan dan percaya diri itulah yang akan jadi modal si remaja untuk
menempatkan diri di lingkungannya. Tau caranya bersikap, tau caranya memilih yang
baik dan tidak, pantas atau tidak untuk dirinya, karena super egonya sudah
terbentuk baik. Meskipun kondisinya nilai dia berbeda dengan nilai
lingkungannya. “Oke kita tetap berteman, itu pilihan kamu, ini pilihan saya. Silahkan
jika itu baik untuk kamu, dan saya kira kamu juga menghormati pilihan saya
ini…” hahaha mungkin pillihan ini ekstrim yah untuk ukuran remaja, bisa kita
cari pola yang lebih sederhana, supaya tidak menyinggung orang lain juga, tapi
kita juga tetap safe and trust dengan pilihan kita.
Terakhir, pada titik tersebut,
pasti perlahan sikap dan nilai kita akan menjadi contoh dan inspirasi untuk
teman di sekitar. Percaya saja, yang baik pasti akan mendatangkan kebaikan.,
dst. Begitulah mekanisme Tuhan dan Alam Semesta ini bekerja.
Ciiiieeeehhhh,….
Jujur senang, waktu itu bisa
berbagi pengalaman dengan kawan2 muda dari Giovanni.
Makasih romo Amanche untuk
kesempatan emas ini. Lain kali diajak lagi yah.
salam cerah hati
-Liliba, 25 Maret 2012-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...