Selasa, 27 Maret 2012

Sang Terang


Suatu sore yang kelabu tanpa suara senja kecuali gigi-gigi halus hujan
Kita datang menyusun diri di tangga-tangga taman kota dan menasbihkan diri sebagai sang terang

Adakah benar taman tempat jiwa rapuh siapapun tertawan
demi sebuah upaya mekar kembali?

Oh, aku ketinggalan kereta (tadinya)
Sebab katanya berkereta saat senja sama saja dengan membiarkan dualisme rasa menampar
Senyum tipis orang terkasihmu

karena akan ada rasa ketika saat kau datang diam-diam ia sudah menumbuhkan sebatang pohon kesepian bahwa ia tak memikirkan kedatanganmu, ia sudah meraba kepergianmu kelak

Sedini itu rasa kehilangan membunuh senyum yang tak sempat mengembang
Oh, meski akhirnya aku sampai ke taman itu

Tanpa kereta senja.
Hanya dengan menyusun kembali ruas-ruas jalan pulang yang pernah aku bungkus dalam tas bermotifkan ikat suku Mollo.

Kalian
Aku menangkap terang itu panjang panjang bersinar dari hati kalian
Dan sejam kemudian, oh, aku si anak bawang ini tertawan juga

Kita harusnya segera bernama
Saat nadi kita berada pada satu irama

Kelak yang kita inginkan adalah punya warna
Maka hanya mungkin terjadi jika sua dan jerit puisi kita punya gema
tentang bagaimana seharusnya nuarani menyelaraskan perca perca kemanusiaan

aku kembali
dan taman ini telah menampakkan senyum tipis serupa batang pohon kesepian itu
begitukah caranya semesta bekerja?
Mendadak korneaku benderang

-Liliba, 21 Maret 2012-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...