Senin, 14 Juni 2010

Birokrasi oh Birokrasi, Bikin Saya Muak!

Ini pengalaman kedua saya mengenai birokrasi di lingkup pemerintahan, yang saya rasa kerap terjadi juga di lingkup pemerintahan manapun di Indonesia. Pengalaman yang buruk. Dulu saya sempat kesal ketika akan mempraktekan ilmu saya dalam kuliah psikologi terapan (dulu KKN) di salah satu panti asuhan milik departemen sosial. Sejatinya birokrasi itu ada untuk mempermudah manusia. Mengatur atau memanejemeni manusia-manusia dalam sebuah sistem yang baik agar sesuatu bisa tertangani dengan cepat, efisien, dsb. Tapi dalam prakteknya saya mengalami hal yang jauh dari kesan positif di atas. Birokrasi malah membenani saya atau orang-orang lain yang pada dasarnya ingin dimudahkan oleh sistem itu. Ini tentang perijinan untuk melakukan penelitian skripsi saya.

Oleh seorang psikolog, saya dirujuk ke sebuah puskesmas tempatnya bekerja untuk menyebarkan angket. Karena karakter subjek saya sangat spesifik maka kemungkinan besar saya hanya akan menyebarkan angket saya ke beberapa orang saja yg bekerja di puskesmas itu, jadi saya dan ibu psikolog itu berharap penyebarannya bisa langsung ke yang bersangkutan karena alasan sudah saling kenal aja. Tapi ternyata niat itu diketahui seorang yg cukup berpengaruh di puskesmas itu, akhirnya rencana itu gagal karena saya harus melewati prosedur yg ada.

Okelah, saya turuti. Katanya harus mengirimkan surat dari fakultas saya ke Bapeda dulu. Ntar dari Bapeda akan ada tindak lanjut ke Puskesmas, barulah saya akan dikabari untuk penelitian. Saya pun harus menyerahkan surat izin dari fakultas, proposal, dan beberapa surat lainnya, yah katanya itu prosedur. Oke, kembali saya turuti.

Saya sudah menduga ketika surat saya ke Bapeda lama sekali ditanggapi. Saya kira birokrasi yg baik dari institusi pemerintahan semacam Bapeda sejatinya akan membantu saya, cepat menaggapi surat permohonan izin saya, dan bisa mengabari puskesmas dimaksud agar saya bisa penelitian. Ternyata waktunya lamaaa banget. Sama seperti dulu di Depos, saya diping-pong berkali-kali, dengan mengisi/membuat surat ini itu yg semakin banyak dibuat bukannya makin bikin cepat tapi justru bikin lama. Iiih, manusia yah, kalau ada yg bisa bikin cepat, efektif dan efisien yah kok gak milih itu lho, sukanya yang ribet (meribetkan orang dan dirinya sendiri).

Akhirnya saya membatali niat itu, karena saya dikejar waktu, saya alihkan subjek penelitian secara insidental aja, saya jemput bola, turun langsung ke lapangan ketemu para subjek penelitian saya di jalan, di pangkalan ojek, diperumaha, dimanapun yang sekiranya tidak memerlukan birokrasi, karena saya tidak butuh birokrasi kalau birokrasi itu gak memudahkan saya, malah membuat pekerjaan semakin lama dan menumpuk. Padahal yah niat saya itu baik, saya generasi muda yang mau belajar, mau meneliti suatu kasus/fenonena sosial, saya ini pelajar, yah mbok tolong dimudahkan gitu kok sulit amat yah, toh jika penelitian saya cepat, efektif dan efisien, yang untung bukan saja saya kan? Negara juga bisa diuntungkan karena ada anak bangsanya yg bisa cepat kuliah, cepat cari kerja, cepat memajukan bangsa ini. Sayang, saya terbiasa berpikir jauh tapi tidak dengan bapak/ibu di kantor-kantor itu yang terbiasa untuk bertele-tele, bikin ribet dan capek diri sendiri padahal ada banyak pilihan mudah, tapi sukanya itu lho yang sulit-sulit. Dasar!

Belakangan saya tahu dari ibu psikolog saya, dia yang bekerja di puskesmas itu sudah mengalami pergesekan yang sama sejak dulu. Apalagi berada di lingkup PNS, sedangkan beliau adalah akademisi yang dipekerjakan pemerintah untuk menangani masalah psikologis masyarakat di puskesmas itu. Benar katanya kalau lingkup PNS itu emang selalu suka yang ribet-ribet. Terus mengeluh dan marah-marah kalo masyarakatlah yang bikin mereka repot dan ribet, padahal kalo dipikir ada banyak pilihan yg bisa memudahkan pekerjaan mereka tapi itulah kalo suka saklek dengan aturan jadinya kaku dan terbelit-belit. PNS memang harus belajar untuk cerdas, keratif berpikir dan fleksibilitas tinggi.

Ini gak heran kalau korupsi dan suap dimana-mana marak, secara birokrasi yang ribet itu membuat orang bete, malas. Orang yang maunya cepat-cepat akhirnya memakai UANG untuk memuluskan birokrasi, untunglah yang punya banyak UANG, bisa sogok sana sogok sini, nah kalo saya atau orang2 yang lebih miskin gimana dong?

Pada akhirnya saya kira, birokrasi yang ribet itu sengaja dipelihara atau dibiarkan agar orang yang gak sabaran bisa menyuap dengan UANG dan orang yang miskin bisa makin terhimpit. Karena bagi aparat birokrat UANG adalah raja kini! So, jika rajanya bisa langgeng, birokrasi ribet itulah yang dipelihara. Iya gak???
Sumpah deh, pengen muntah liat bapak-bapak/ibu yang sukanya ketus di belakang meja, mengumpat dan memping-pong orang2 kayak saya ini di kantor mereka dengan seenaknya.


Jogja, 14 Juni 2010
sumber foto: jsops.multiply.com/journal/item/...i_kopral

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...