Rabu, 17 Maret 2010

Tukang Gosip!

Untuk CERAH HATI, untuk TIMOR SEJATI!

Beberapa bulan ini ketahanan mental saya mungkin sedang diuji. Oke, saya mungkin panas dingin dibuatnya, naik turun gak karuan. Pokoknya jika yah saya ini orangnya masih tempramental, maka bisa jadi kejadian-kejadian tadi merupakan makanan segar yang nikmat, yang bisa memancing kelemahan saya itu untuk meledak.

Pengujinya gak tanggung-tanggung, para tukang gossip. Biang gosip pastinya. Sama seperti biang keringat yang bikin gatal dan bau, tapi beda dengan biang (atau ragi) yang mengembangkan roti atau biang (bakteri baik) yang membuat susu jadi asam tapi menyehatkan pencernaan, yoghurt maksud saya.

Kalo biang jenis ini emang gak enak, kayak getah keladi, yang bikin gatal itu. Bikin gatal ini hati, bikin panas ini kuping, bikin bergetar ini hati, dan dalam tingkat tinggi, diluar kontrol bisa menyebabkan peledakan. Okelah, pelajaran moral keduanya, saya bisa saja disebut sebagai manusia yang gak dewasa dalam menghadari cobaan ini. Memang biasanya saya masih sulit menemukan formula yang
tepat agar saya bisa sabar, bisa rileks, bisa jaga kondisi hati tetap adem. Sedangkan pelajaran moral utamanya, tentu saja dari sisi si tukang gosip itu. Saya bahkan sudah berulang kali diingatkan dengan sebuah pepatah:

‘MEREKA YANG BIASANYA MENCERITAKAN GOSSIP TENTANG ORANG LAIN DI DEPANMU ADALAH MEREKA YANG JUGA SERING MENGGOSIPKAN DIRIMU DI DEPAN BANYAK ORANG LAIN, DIBELAKANG KAMU’.

Dulu saya sulit mengerti maksudnya karena mungkin saya belum mengalaminya secara langsung. Tapi makin kesini kok yah seperti itu realitanya. Yang biasa menggosipkan aku ke orang lain, dibelakangku, ternyata adalah juga ‘mereka’ (beberapa oknum aja sih) yang terbiasa juga menggosipkan orang lain didepanku. Hmm, kompleks kan?

Bahkan ada pertanyaan, jika demikian, bagaimana saya harus bersikap jika sudah punya bukti demikian? Pertama, bukannya mau sombong atau gimana, saya juga sering salah, tapi saya berusaha untuk tidak menjadikan diri saya penggosip, biang gossip, tukang gosip, mending tukang masak aja sekalian he he masih lebih mulia. Misalnya dengan berusaha untuk membicarakan FAKTA ketimbang kata-kata yang belum pasti, masih ragu-ragu, dsb. Ada banyak pencerahan sudah yang saya dapat tapi belum diaplikasikan kebanyakannya. Sedang saya usahakan. Saya harap anda pun sependapat dengan saya. Ada hal dimana kita mending memilih untuk menjadi pihak yang netral atau berusaha netral, gak memihak, diam saja, ketimbang ikut berbicara padahal nyatanya isi pembicaraan kita jelas-jelas keliru, hanya untuk memanas-manasi aja, atau lebih jelek lagi, menyalahkan pihak A supaya kita diterima pihak B, tanpa jernih melihat siapa yang salah duluan.


Ada hal lain lagi, berusaha untuk cuek bebek, dengan demikian gak gampang naik tensi darahnya, merah kupingnya, sesak dadanya, gak seperti ikan yang mati sia-sia karena ngiler dengan cacing di mata kail pemancing (maksud saya kepancing emosinya he he he lebaayy yah analoginya). Dengan cuek mungkin saya bisa melatih kesabaran. Bisa sabar berarti saya bisa berpikir jernih. Kejernihan pikiran sama halnya dengan mendekatkan diri dengan hal-hal positif. Pikiran positif mengarakan ke tindakan positif juga. Dan tindakan positif pastinya akan menjadikan saya sebagai pemenang atas diri saya sendiri, pribadi yang bijak atas diri saya sendiri.

Sekali lagi, saya belum sesempurna yang saya tulis. Tapi gak ada salahnya untuk mencoba belajar kan?
Kembali ke para bigos itu, saya terus teringat dengan kalimat pepatah itu. Dan saya akan belajar untuk waspada ketika menempatkan diri dengan orang lain. Saya rasa jika hidup kita positif, mau sekuat apa gosipnya tentu gak akan mempan, yah gak?

Diantara biang gosip, tempramen dan be positive ternyata masih ada celah bernama: belajar untuk perubahan! Saya mau celah itu.


Jogjakarta, 14 Maret 2010
(foto:brucefong.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...