Sabtu, 22 Agustus 2009

Memerdekakan Transportasi Umum di Indonesia (sebuah refleksi 64 tahun Indonesia)

Macet, Jogja kini. Macet yang bikin kesabaran habis. Memuncak di batang leher dan bikin adrenalin meningkat, emosi memuncak. Macet yang bisa juga jadi pelajaran gratis untuk melatih kesabaran. Yang ketika kesabaran itu dimenangkan rasanya plong banget he--he...

Macet dan 'pelatihan kesabaran gratis' itulah yang kini mulai saya jalani, mau gak mau harus saya rasakan, tak bisa saya tolak. Saya belum merasakan macetnya Jakarta tetapi macetnya Jogja saja sudah cukup menganggu stabilitas emosi saya, yah kesabaran itu. Makanya saya mungkin harus berpikir berkali-kali untuk melanjutkan kuliah atau kerja atau menetap nantinya di kota-kota macet seperti Jakarta atau Jogja yang sepuluh - limabelas tahun lagi akan parah juga.

Tatuana Sutara, pakar transportasi dari PT. Primarail International pernah bilang melalui Kompas bahwa 2012 (saja) mobil-mobil di Jakarta sudah tidak bisa berjalan. Mungkinkah? Entah. Saya belum pernah merasakan susahnya 'berdampingan hidup' dengan kemacetan Jakarta.

Tanggal 17 Agustus 2009, bersama dengan teman-teman kantor janjian mau jalan-jalan ke Tamansari. Sore pikir kami akan memberikan kesan tersendiri akan keberadaan tempat wisata kuno itu. Kesepakatan bersama: gak usah naik motor, naik aja Trans Jogja. Yah, Trans Jogja, bus kota ber-AC yang kehadirannya sedikit banyak sudah membantu saya juga warga Jogja pada umumnya untuk merasakan kenyamanan dan keamanan dalam bertransportasi.

Trans Jakarta. Trans Jogja. Mungkin saja punya visi-misi yang sama, namun berbeda dalam hal bentuk bus, jalur khusus atau tidak, dsb. Tapi bukan itu yang mau saya bahas. Saya hanya mau bahas jika keberadaan Trans Jogja itupun kok yah lambat laun makin tergerus dan ketinggalan oleh kendaraan pribadi yah? Ini yang saya bilang, ternyata kendaraan umum benar-benar KALAH dengan kendaraan pribadi. Sore itu, kesabaran kami kembali diuji. Mungkin saya terbilang cepat 'beradaptasi' ketimbang teman-teman saya yang notabene selalu beraktifitas dengan motor pribadi, jarang sekali naik kendaraan umum. Masalah muncul karena rute kami melewati kawasan Malioboro yang selalu padat (oleh kendaraan pribadi) pada saat-saat liburan seperti waktu itu. Malioboro yang makin semrawut dan kacau balau karena sudah 'kelebihan beban' menampung-melewatkan sekian jumlah kendaraan yang menyusurinya. Omongan Pemda sejak dulu seolah pergi begitu saya terbawa angin tanpa ada bukti nyata. Arrggghhhh.

Malioboro = Kawasan Padestrian = ??????????

Sampai akhirnya, kami benar-benar harus mengalah. Mengalah dan gagal ke Tamansari karena keburu malam datang. Tak ada jalur khusus buat Trans Jogja. Tak ada pengertian buat transportasi umum. Tak ada kesempatan buat kendaraan umum lewat dengan leluasa.

Ketidaknyamanan dan ketidakamanan yang kami dapatkan ternyata tidak cukup disitu. Sopir Trans Jogja akhirnya memutuskan untuk alih jalur. Sekali lagi, kendaraan umum KALAH oleh kendaraan pribadi. Pengalihan jalur ternyata tidak mendatangkan solusi yang baik demi kenyamanan-kemanan penumpang, tapi malahan sebaliknya. Pertama, alih jalur membuat kami dan sebagian penumpang lain tidak bisa turun di shelter yang diinginkan melainkan harus menjalani pilihan terbaik dari yang terburuk yakni

'TURUN DI SEBUAH PEREMPATAN -LAMPU MERAH'

yang jaraknya kira-kira 500 meter dari shelter dimaksud. Buruk memang. Aneh memang. Penumpang Trans Jogja turun bukan di shelter tetapi di jalanan ramai - di lampu merah. Ini mungkin pertama kali dalam sejarah Trans Jogja atau sejarah Trans-Trans yang ada di Indonesia? Sungguh-sungguh terjadi. Ini untuk kasus Trans Jogja. Wah kalo kasus-kasus mengenai bus kota atau angkot sudah gak kehitung jumlahnya. Penumpanglah yang selalu jadi korbannya.

Apa artinya manajemen transportasi di negara kita begitu buruknya???

Apa kabar perkeretaapian kita? penerbangan kita? mimpi membuat MRT?


Kenapa lamban?

Ternyata itu karena INVESTASINYA sangat mahal sementara KEUNTUNGANNYA kecil. Problem yang sama di seluruh dunia, kata Tatyana Sutara. Namun bisa terbantu dengan komitmen PEMERINTAH negara bersangkutan. Bagaimana dengan komitmen PEMERINTAH Indonesia tentang kenyamanan dan kemanan bertransportasi bagi rakyatnya??????????




*17 Agustus 2009, 64 tahun Indonesia merdeka...saya hanya masih berada di persimpangan perasaan: merasa MERDEKA sekaligus TERJAJAH!*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...