Jumat, 26 Desember 2008

Nasib Sastrawan Di Panti Jompo!


Minggu lalu saya baca ‘mas Harjo’ alias Harian Jogja ketika sedang menunggu bus trans Jogja di shelter Samsat, saya kaget di salah satu halaman ada kabar tentang N.H. Dini salah satu novelis kenamaan tanah air yang kini hidup menyendiri dipanti jompo di Ungaran, Semarang. NH Dini punya beberapa judul novel antara lain Namaku Hiroko, Dari Parangakik ke Kampuchea, Argenteuil, La Grande Borne, dan Jepun Negerinya Hiroko ada sedikit dari banyak judul yang ada. Mantan pramugari Garuda yang pernah menikah dengan seorang diplomat asal Perancis ini benar-benar hidup dalam kesederhaan, terpisah dengan anak-anak yang semuanya jauh di luar negeri. Saya miris dan tak tahu, tapi kok tega banget sih anak-anaknya masa membiarkan ibu kandung sendiri hidup dip anti dan terasing dari sanak famili? Apa benar NH Dini yang terkenal dengan puluhan judul novel itu menderita di hari tuanya? Lantas kemana royalti dari buku-bukunya yang terjual? Saya memang tidak mau terlalu berasumsi dan menduga lebih banyak, saya hanya miris dengan novelis ini, namun saya suka ‘Namaku Hiroko’ dan ‘Jepun Negerinya Hiroko’. Saya rasa kok di luar dugaan saya. Saya mengira selama ini dia hidup enak, punya suami orang barat, tinggal di Perancis dengan anak-anak yang sukses, atau menghabiskan hari tua di pedalaman Prancis yang teduh he-he. Saya sama sekali tak menyangka ibu NH Dini menghabiskan masa tua sendirian dipanti. Katanya sebelum pindah ke Ungaran, beliau sempat tinggal di salah satu panti di wilayah Sleman, itu atas pertolongan GKR Hemas, istri Sultan HB X.
Saya kemudian memikirkan, di Negara kita banyak sekali olahragawan, seniman atau sastrawan yang dulunya bersinar hingga manca Negara mengharumkan nama bangsa eh tuanya menderita di negeri sendiri. Sedikit sekali mereka diperhatikan atau diberi kelayakan hidup dan diberi fasilitas jaminan hari tuanya. Banyak sekali mereka yang dulu Berjaya kini miskin, sakit-sakitan atau bekerja hal-hal yang diluar pikiran/dugaan kita. Mereka sejatinya adalah pahlawan bangsa. Sehingga jelas bangsa ini belum secara penuh menghargai dan menghormati jasa para pahlawan. Kita masih saja larut dalam keegoisan diri dan kelompok. Apalagi mau pemili nih, oh kita dianggap siapa-siapanya dia hanya ada maunya, pilih gue yah nanti ada banyak perubahan, pilih gue Negara ini maju, pilih gue yah masyarakat sejahtera, eh setelah terpilih ‘siapa elu, siapa gue. Gue kan yang mimpin terserah gue dong, lo jangan ikut campur mang lo siapa? Jika sebelum Pemilu saja merengek minta dipilih, setelah terpilih jangan harap kita yang dinomorsatukan, janjinya selangit namun nol dalam tindakan. Karena apa, kita terlalu egois, mau menang sendiri, merasa paling bisa, paling benar, paling jago, paling segalanya sehingga mau berbuat seenak perutnya dewe, dan orang lain jadi korbannya. Apa ini sebutannya Negara Demokrasi? Mana keadilan? Mana kesejahteraan rakyat? mana hak rakyat?
(foto dari : http://foto.detik.com/readfoto/2008/12/20/134036/1056878/157/1/novelis-nh-dini-jual-lukisan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...