Kamis, 27 November 2008

Lagi Siswa Sekolah yang Jadi Tumbal!

Ini soal rencana pemerintah DKI Jakarta yang membuat kebijakan: mulai 2 Januari 2009, jam masuk sekolah akan dimajukan dari pukul 07.00 menjadi pukul 06.30. Saya pun kaget mendengar perkataan wagub DKI Jakarta, Prijanto di TV beberapa waktu lalu. Lantas yang membuat saya makin kaget bercampur ‘rasa aneh’ adalah soal alasan mengapa jam masuk sekolah dimajukan, untuk mengurangi macet! Bahwa dimajukannya 30 menit itu diharapkan mengurangi beban kemacetan jalan raya dari 6 hingga 14 persen (Kompas, 26/11). Tepatkan solusi tersebut. Jika menurut pemerintah DKI Jakarta tepat, maka saya sebaliknya, sangat-sangat tidak tepat solusinya. Bagi saya mengapa tidak sekalian saja membuat kebijakan besar yang berdaya jangka panjang, bertahun-tahun kedepan, bukannya membuat kebijakan yang hanya memikirkan sekarang atau saat ini saja. Mengapa tidak sekalian saja membuat regulasi baru pembatasan kendaraan pribadi atau menaikan pajak kendaraan pribadi khususnya kendaraan roda empat? Sejurus dengan itu giat-giatlah membangun fasilitas umum berupa alat transportasi masal, pengaktifan bus sekolah (saya menonton berita di TV, bus sekolah pun terpaksa berhenti beroperasi karena keterbatasan dana, abis dananya habis di korupsi sih!). Mengapa harus anak sekolah yang menjadi korban? Apa nanti 10 tahun lagi ketika kendaraan bertambah banyak, tetapi tak ada bus sekolah, tak ada alat transportasi masal, lantas jam anak sekolah anak dimajukan 30 atau sejam lagi menjadi 06.00 atau 05.30? Makin hari kok saya bingung dengan jalan pikiran bapak-bapak di pemerintahan, tak hanya di daerah, pusatnya pun sama tak jelasnya. Kalau jadi dilakukan, siapa yang diuntungkan? Bagi anak sekolah jelas memberatkan, terlebih yang bertempat tinggal jauh dari sekolah. Mereka yang biasanya sudah harus berangkat sejam atau dua jam sebelumnya (bayangkan saja berangkat sekolah jam 6 atau jam 5 pagi) akan berangkat lebih pagi lagi (bisa jadi jam 4 pagi) kalau-kalau jam masuk sekolah dimajukan dan akan dipilih sebagai solusinya tahun-tahun berikutnya. Ah, betapa tersiksanya menjadi pelajar di Indonesia yah? Yah, saya menyebutnya demikian, pasalnya banyak kebijakan pemerintah yang tidak ‘ramah’ pada anak sekolah, salah satunya adalah kebijakan Ujian Nasional itu. Miris sih melihat keadaan pelajar jaman sekarang yang diberlakukan bak ‘mesin’.
Di depan kos saya di Bumijo, Jogjakarta beberapa deretan sekolah negeri dan swasta, tingkat TK hingga SMU, ada sebuah lembaga bimbingan belajar juga. Sejak jam 7 hingga jam 1 siang berkutat dengan kurikulum yang sangat ‘memaksa’, pulang ke rumah, tak lama jam 4 harus ke tempat bimbel hingga jam 8 malam, belum lagi mengerjakan tugas, belajar lagi, belum lagi les diluar pelajaran (music,organ,dsb), waktu bermain, berekreasi, bersosialisasi, membantu ortu, dsb hampir tak ada. Hal yang sama juga mungkin dialami pelajar-pelajar di Jakarta, lantas bagaimana jadinya jika peraturan itu benar-benar dilakukan? Saya yakin banyak anak-anak yang stres karena ‘overload’ materi belajar dan pengaruhnya dengan waktu istirahat siswa yang akan berkurang.
Pendidikan yang oleh Sindhunata ibarat mesin turbo. Anak-anak dipacu untuk menyerap ilmu sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Belajar di sekolah, plus les ini itu sebagai tambahan agar lulus ujian Nasional itu. Belajar hanya untuk jangka pendek saja. Okelah karena memanfaatkan short time memory maka bisa jadi prestasi akan meningkat, tapi akan bertahan berapa lama sih?
Kita balik lagi soal kebijakan waktu sekolah.
Memang dikatakan bahwa disatu sisi banyak mobil pribadi akan menambah kemacetan namun disisi lain banyak mobil yang dibeli dikatakan akan menambah produksi mobil, sekaligus akan menambah lapangan pekerjaan yang akan menyerap tenaga kerja yang banyak pula serta mendatangkan keuntungan dari pajaknya. Dua sisi yang kerap dialami Negara-negara berkembang, serba salah yah. Apakah tidak ada solusi lain yang lebih bijaksana?
Bagaimana dengan manajemen lalu lintas? Bagaimana dengan ketertiban pengguna jalan? Jelas secara keseluruhan masalah ini semua menyangkut bukan saja pemerintah, namun juga ketertiban pengguna jalan, kita semua. Karena kalau berbicara soal produksi kendaraan, income dari pajak bagi pemerintah, polusi, tenaga kerja, kemacetan, lapangan pekerjaan, komsumsi kembali lagi produksi, dst benar-benar tak ubahnya adalah lingkaran setan bagi Negara berkembang seperti Indonesia ini. Ini belum soal kepatuhan dan kesopanan berlalulintas di Negara kita. Maka lengkaplah sudah penderitaannya, anak sekolah salah satunya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...