Senin, 27 Oktober 2008

Jogja Java Carrnival Membosankan!




Ketika pertama kali mengetahui bahwa akan ada even ini saya cukup penasaran akan seperti apa sih bentuknya nanti? Dalam bayangan saya carnival ini akan berbeda dengan carnival-carnival yang ada selama ini (carnival ala 17 Agustusan yang konon sisa bentukan zaman Orde Baru). Jujur yang saya bayangkan adalah acara ini akan berupa perpaduan carnaval pada umumnya plus fashion street seperti yang sudah dikembangkan Kota Jember dengan JFCnya dan belakangan disusul Solo dengan konsep yang tak jauh beda dengan Jember. Apalagi yang menarik perhatian saya bahwa aka nada peserta dari luar negeri, Jepang, Korea,dsb. Namun yang saya bayangkan ternyata jauh. Carnival yang tak jauh beda dengan carnival 17an dan carnival ulang tahun Jogja yang lalu (malahan lebih ramai dan heboh acara tahun lalu). Terkesan belum siap (saya kemudian maklum karena ini merupakan acara perdana). Padahal seharusnya panitia bisa membuat formulasi baru, misalnya dengan menambahkan ‘fashion street’nya juga seperti yang sudah dilakukan anak muda Jember dan Solo.
Kelemahan lain adalah soal waktu. Menurut jadwal JJC dimulai jam 6 sore meski baru dimulai pukul 8 malam padahal banyak masyarakat sudah menunggu sepanjang Malioboro sejak jam 5 sore. Karena sudah dimuali malam ditambah pergerakan para penampil yang sangat-sangat lamban merayap jalanan Malioboro maka tak heran jika penampil utama saja baru menjejaki depan Mall Malioboro pada pukul 10 malam, sama sekali belum menyentuh fisih. Banyak masyarakat yang menunggu di Mall Malioboro hingga depan Hotel Garuda banyak yang bosan saking lamanya kemudian ada yang pulang. Perhatian dan semangat menggebu untuk melihat carnival ini seolah lenyap. Bayangkan menunggu sejak pukul 5 sore dan rombongan penampil utama (cerita Ramayana) baru menyentuh garis finish hampir jam 11 malam. Hal ini yang saya kira kurang diperhatikan pihak panitia. Ketika saking lamanya menunggu saya memaksa diri mendekat kearah start awal hingga ke titik depan persimpangan jalan Dagen, sayang seribu sayang peserta/penampil dari Timur Tengah (Iran kalau tidak salah) malah sudah menyerong ke jalan Dagen. Bisa jadi karena mereka sudah sangat lelah atau karena bosan oleh karena pergerakan carnival yang sangat lambat itu.
Sontak saya jadi tidak bersemangat ditambah kaki yang kian pegal karena berdiri sejak pukul 6 sore. Akhirnya saya memutuskan pulang tanpa menonton aksi peserta lainnya. Waktu sudah pukul 10 lewat dan masa sudah banyak bergerak bubar. Saya pulang dengan tanpa ekspresi bahagia sama sekali.
Kritik:
1.Soal waktu start dan waktu pergerakan setiap penampil.
2.Atribut berupa kendaraan-kendaraan penampil yang terlalu besar membuat pergerakan sangat-sangat lamban sekali.
3.Kesempatan penampil beratraksi pada titik mana saja tidak sepanjang jalan, tentu akan berkaitan dengan alokasi waktu juga. Jika terlalu diforsir di awal-awal maka tak heran jika belum mendekati titik finis banyak peserta yang sudah lelah atau bahkan walk out arena duluan. Ini bahaya!
4.Peserta carnival kurang beragam.
5.Usul: akan lebih menarik jika ada aksi fashion on street juga.
6.Lebih baik jika lebih banyak peserta berjalan kaki atau menggunakan kendaraan tapi yang minimalis saja tidak yang besar yang malah membuat jalanan macet. Dengan banyak peserta yang berjalan kaki memungkinkan pergerakan berlangsung teratur dengan waktu yang konsisten, tidak terlalu lamban tidak terlalu cepat juga.


Akhirnya JJC tak lebih dari sekedar carnaval 17 Agustusan. Seru di awal, heboh di awal start dan lemas di finish (itupun jika pesertanya mencapai finis), padahal perlu dipertimbangkan juga bahwa masa itu tidak hanya berpusat di depan benteng vredebur saja misalnya namun disepanjang Malioboro hingga lapangan parkir Abubakar Ali. Harap jadi perhatian panitia. Sampai jumpa di JJC tahun depan jika masih ada. Semoga.

Bumijo Lor, 25/10/2008

(pic from www.jogjajavacarnival.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...