Minggu, 14 September 2008

Makanan SAMPAH!

Makanan sampah. Itulah berita heboh yang seminggu ini menjadi pembicaraan dimana-mana di Indonesia tercinta ini. Betapa anehnya, mirisnya jika sampah, sekali lagi sampah dijadikan makanan atau ‘didaur ulang’ untuk kemudian dijual kembali ke pasar. Hal ini tentu sudah begitu jelas menggambarkan betapa kian kacaunya kehidupan di negeri ini. Maksudnya bahwa ini adalah perbuatan yang secara moral dan hukum tak seharusnya terjadi. Setelah sederetan ‘kekacauan’ lain misalnya kasus korupsi yang menggila, penggusuran disana-sini, penyalahgunaan obat terlarang, ulah oknum wakil rakyat/para pemimpin yang tak bermoral, kenaikan harga BBM yang berimbas naiknya kebutuhan hidup secara umum,kekerasan/kriminalitas yang meninggi, lapangan kerja yang terbatas, tentu juga pasti berhubungan dengan kemiskinan yang sedang melanda sebagian besar masyarakat tanah air. Yah kemiskinanlah yang membuat sebagian masyarakat dengan sadar dan terpaksa melakukan hal yang melanggar moral juga hukum, seolah tak mau kalah dengan para pemimpin koruptor, hanya saja bedanya mereka masyarakat miskin melakukan hal ini karena keterpaksaan bahwa perut sudah terlalu lama berpuasa, biaya sekolah anak sudah menunggu, atau penagih hutang saban hari mengetuk pintu rumah. Kita seharusnya tak langsung meyalahkan mereka. Bukannya jika mereka sejahtera, hidup makmur maka serangkaian hal-hal yang melanggar hukum dan nilai moral pasti tak perlu terjadi. Itu sederhananya jika saya atau anda berpikir. Jadi bagi saya, yang utama disalhkan adalah bukan pelaku penjual makanan sampah melainkan para pemimpin, yah bapak/ibu terkasih yang sudah didaulat rakyat memimpin seharusnya bisa menjamin kesejahteraan umum masyarakat banyak demikian seperti yang sudah diamanatkan undang-undang dasar Negara kita. Pemimpin yang belum pro rakyat dalam setiap kebijaakannya itulah yang seharusnya lebih bertanggungjawab. Pemerintah yang masih saja membiarkan kesenjangan sosial masih terjadi di masyarakat. Dan mereka yang korupsi yang sudah terbukti mencuri uang rakyat yang menyebabkan rakyat menderita seharusnya juga yang bertanggungjawab.
Saya juga tak sengaja melihat tayangan investigasi di Trans TV soal mengunakan bahan pewarna pakaian untuk ‘mewarnai’ bahan makanan berupa es cendol,dsb yang kini ramai dijual saar bulan Ramadhan atau mencampurkan bedak tabur untuk wajah kedalam bahan minuman tertentu. Ada banyak hal-hal yang terungkap belakangan di acara investigasi stasiun-stasiun televisi di Indonesia yang cukup mencengangkan saya mungkin juga anda, hal-hal yang tanpa sadar mungkin sudah pernah kita beli dan konsumsi. Para pelakunya kebanyakan adalah orang-orang miskin atau darikalangan menengah kebawah yang saya yakin tega melakukan ini bukan tanpa sadar tetapi karena keteepakasaan, demi menyambung hidup. Apapun alasannya memang tak perlu dibenarkan. Tetap salah. Namun bagi saya kita harus lebih bijak dalam bersikap. Toh siapa juga yang mau menjadi miskin, mau menjual makanan sampah jika masih ada kesempatan lain dalam hidup yang lebih baik untuk dilakukan ketimbang hidup miskin dan susah. Perilaku ini secara tak langsung bisa saya baca sebagai bentuk reaksi orang miskin terhadap penguasan yang selama ini tak pernah/tak becus mengurus, juga reaksi ‘iri’ atas kesejahteraan yang sudah didaapat segelintir orang namun tidak bagi mereka, yah soal kesenjangan social tadi. Kini tinggal bagaimana pemimpin kita bersikap, bukan asal menilai salah para pelaku penjualan makanan sampah itu saja namun ada solusi yang lebih bijaksana yakni mesejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Saya hanya masih bisa berharap semoga Negara ini menjadi lebih baik.
(Dicky Senda, pendapat pribadi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...