Minggu, 14 September 2008

Pengakuan Seorang Pemimpin

PENGKUAN SEORANG PEMIMPIN!

Aku menang! Terima kasih sudah memilihku jadi utuh karena hasratku menggebu.
Aku mengoceh dan menang! Aku membual, kau lantas memilihku dan aku menang!
Mimilihku dari sekian kandidat, sangat banyak, namun karena aku paling jago bicara
Aku lah yang kemudian terpilih. Aku menang! Akulah yang terbanyak menjual janji
Sampai kupingmu merah, dada bergemuruh, tersipu tanpa tahu sudah ketipu, tanpa
Berpikir panjang langsung memilihku. Butuh waktu yang lama untuk berteriak, untuk menipu
untuk berpura-pura :
Yah, pilih aku saja, jangan yang lain. Karena aku paling hebat, serahkan kemelaratanmu
Padaku, serahkan banjir pada aku, serahkan rindumu padaku, serahkan inginmu padaku
Buanglah ragumu karena aku. Aku mampu membuat langit cerah, aku mampu membuat
harga di pasar murah meriah, aku mampu bernyanyi dan mencipta lagu buat hidupmu
yang selalu sendu itu. Pilihlah aku karena akulah yang paling jago atas nasib kalian! Bukan
yang lain, percayalah padaku. (meski aku selalu menipu. Karena tanpa tipuan aku tak kuat,
aku keropos. Hanya tipuan yang mampu menutupi kelemahanku, dan cuma ini yang kutahu
atas diriku.)
aku mampu membuat kalian aman. Berikan kesempatan karena hanya aku, cuma aku yang
paling bisa bukan yang lain.
Butuh waktu yang lama untuk berteriak, untuk menipu, untuk berpura-pura :
Butuh konser dangdut nan sensual agar rakyat mabuk, beban dari bawah sadar seakan lepas
lalu memilihku. Aku menang!
Butuh kaos-kaos tipis mencolok bergambar wajah tambunku, wajar sejuta kepura-puraan, rakyat
bahagia lalu memilihku. Aku menang!
Butuh sejuta nasi bungkus dan aqua maka kontan rakyat tertawaa puas, lalu memilihku. Aku menang!
Butuh banyak selebaran, banyak kertas-kertas berwarna mentereng dan wajah tambunku tentunya. Wajar sejuta pura-pura. Rakyat tersenyum dan bergumam, ‘…oh, ini kan baapak yang dulu membagi naasi bungkus dan kaos, yang mendatangkan artis dangdut seksi ke kampung kita kan? Pilih dia aja ah, kan dia baik’.
Aku dipilih dan menang!
Butuh uang bermiliar untuk itu. Aku berhutang sana sini demi kemenangan. (dan tak ada yang tahu itu.)
Percayalah aku akan membuatmu berlari dan terbang, karena larimu dan terbangmu datang dari
mulutku. Aku yang berkuasa karena akulah yang menang.
Aku menang meski sedikit terjadi kericuhan. Tapi aku punya banyak uang untuk sekedar membungkamnya agar jalanku mulus. Kelak setelah aku menang, salah satu lawanku yang kalah menjadi gila. Ia terlilit utang selama menjaja mimpi ke rakyat. Kudengar miliaran rupiah. Kini ia gila. Keliling kampung hanya dengan sepotong kain menutupi kemaluannya. Ia mandi dan tertawa panjang, sendirian di sungai sebelum akhirnya petugas rumah sakit jiwa beserta polisi datang menjemputnya paksa. Kasihan dia. Aku pikir, ia masih mau bermain jujur. Bertolak belakang denganku…
(Kini setahun kemenangan itu berlalu, yang terjadi adalah serangkaian aksi tipu-tipu daya. Serangkaian pencucian uang dan korupsi. Suap sana sini dan tender-tender nepotisme. Kini yang terjadi adalah kepemimpinan ala militerisme-diktatoris. Egois dan bualan adalah menu harian…)
Aku memang karenamu, tetapi perrcayalah semua bukan untukmu. Prioritas utama untukku, keluargaku, kolegaku, untukku lagi, keluargaku lagi, kolegaku, untukku baru untukmu sedikit. Lalu untukku lagi seterusnya.untukmu, bisa ya bisa tidak. Tergantung untungnya bagiku.
Aku menang kini karena punya seratusan topeng terbaik buatan dalam dan luar negeri.
Terima kasih untuk memilihku.
Terima kasih karena masih percaya padaku
Terima kasih karena masih mau terbuai oleh dongengku
Terima kasih karena mau ditipu terus.
(untuk menang lagi kali ini tak butuh macam-macam darimu, Cuma satu saja, patuh!
Aku toh punya ludah manis yang banyak untuk kusemburkan setiap saat agar kau percaya. Agar
Kau tertarik padaku, agar ka uterus patuh padaku. Kau makin patuh dan tak berkutik. Kalian ibarat robot. Aku menang lagi!
Menang untuk waktu yang sudah kukira-kira, apling tidak aku mau memacah rekor baru. Yah, rekor! Rekor saudara tetuaku, pemimpina terkorup yang menguasai hingga 32 tahun. Aku harus banyak belajar darinya…)
Terima kasih karena mau percaya pada bualanku…

(Bumijo Lor no 1215, Jetis Yogyakarta. Sabtu, 13 September 2008, 22:36 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...