Rabu, 22 Juli 2015

Hau Kamelin dan Semangat Kerja Kreatif-Kolaboratif


Saya sangat menikmati proses menulis kreatif akhir-akhir ini. Tentu saja aktifitas mengajar di sekolah dan bergiat di komunitas memberi banyak ruang dan wantu bagi saya untuk bereksplorasi; membaca, mendengar, mencari tahu juga jalan-jalan dan bertemu banyak orang. (Juga menulis dan berdialog dengan sangat intim antara diri saya, imajinasi dan ide, dengan bapak dan mama saya). Saya beruntung punya keluarga yang sangat mendukung aktifitas saya. Bapak dan mama saya adalah alasan kuat mengapa saya terus menulis hingga saat ini. Mereka adalah dongeng yang nyata, sehingga saya begitu menikmati proses kreatif ini dan mulai membuka diri terhadap hal-hal di luar diri saya: tradisi dan mitos. Mimpi dan alam baka. Tentu saja saya baru memulai sedangkan jalan di depan saya masih amat panjang dan memungkinkan saya untuk lebih mendalami semuanya. (Baca: Sinopsis Hau Kamelin dan Tuan Kamlasi).
Manuskrip Hau Kamelin dan Tuan Kamlasi sebenarnya sudah saya siapkan dari tahun lalu namun dalam perjalanan mood dan hal baru yang saya temui justru memaksa saya untuk tidak cepat puas. Ada proses pengendapan naskah yang memang harus saya lalui. Pengalaman harian kita kelak ternyata memengaruhi cara pandang kita atas apa yang sudah kita buat. Manuskrip lagi-lagi mengalami perombakan: alur, konflik dan karakter setiap tokoh. Bahkan prosesnya masih berlanjut ketika naskah tersebut saya berikan ke beberapa orang teman untuk membacanya. Akhirnya di bulan Maret 2015 saya beranikan diri untuk menyerahkan manuskrip Hau Kamelin dan Tuan Kamlasi kepada teman saya Mario F Lawi untuk menyuntingnya. Mario saya rasa orang yang tepat karena darinya saya mendapat penguatan juga catatan-catatan kritis. Ia punya selera dan wawasan bersastra yang luas. Mario jugalah yang menyarankan saya untuk mengirim beberapa cerpen dari manuskrip ini ke beberapa koran Nasional. Saya memang harus memperbaiki lagi beberapa hal terkait masukan dari editor saya ini. Pada momen ini saya harus membaca ulang, mencari informasi pendukung yang baru, termasuk juga belajar, misalnya dari hal-hal kecil semacam EYD yang tidak saya ketahui sebelumnya. Tentu saja proses panjang terhadap naskah buku ini adalah serangkaian pelajaran penting yang sekaligus mematangkan diri saya. Dan saya menikmatinya. Hal yang sama sebenarnya ketika saya menggarap buku Kanuku Leon dulu, tentu saja dengan level kematangan yang berbeda. Ini menurut saya, barangkali anda punya penilaian sendiri terhadap diri saya. (Baca: Prsoes Kreatif Kanuku Leon)
Apakah selesai sampai di situ? Ternyata belum. Ada satu lompatan baru yang tidak saya lakukan di Kanuku Leon dulu dan hendak saya lakukan sekarang yakni memberikan manuskripnya ke tiga orang teman dekat saya untuk dibaca (antara lain Armin Bell dan Januario Gonzaga). Pada tahap ini mas AN Wibisana, teman saya yang juga bergiat di Komunitas Sastra Dusun Flobamora, saya minta untuk jadi peneliti aksara (proof-reader). Hingga akhirnya saya harus memperbaiki beberapa typo yang saya dan Mario lewatkan. Terima kasih mas Abu untuk ketelitiannya.
Jauh sebelum naskah fix, saya sudah beberapa kali bertemu dengan Ge Itammati Idea untuk brainstorming konsep sampul. Ini untuk kesekian kalinya saya bekerjasama dengan kawan sejak masa SMA di Syuradikara Ende (pernah bekerjasama untuk sampul buku puisi Cerah Hati cetakan kedua, sampul antologi cerita Alumni Syuradikara, sampul Kanuku Leon dan beberapa desain t-shirt). Saat itu saya ingin mengajak beberapa teman ilustrator untuk membantu menggarap ilustrasi tiap cerpen, beberapa mengiyakan lalu membatalkan hingga akhirnya hanya ada ilustrasi dari adik kelas saya di Syuradikara, Allen Fernandez yang memukau saya dengan hasil interpretasi bebas atas cerpen saya Hari Terakhir Pahtuaf. Dari maju mundurnya diskusi saya dan Ge, sempat hendak menggunakan beberapa foto milik ka’e Valentino Luis untuk sampul dan ilustrasi beberapa cerpen, namun karena satu dan lain hal maka ide itu disimpan dulu (berharap untuk buku berikutnya). Akhirnya saya dan Ge memutuskan untuk menggunakan ilustrasi satu-satunya yang masuk untuk dijadikan sebagai sampul buku. Ge menggarap ekstra disaat dirinya harus mempersiapkan pernikahannya dan akhirnya jadilah sampul keren ini. Terima kasih untuk kalian semua. (Baca: Epilog: Dongeng dari Mollo dan Seroara).
Sungguh saya menikmati proses-proses kreatif-kolaboratif ini. Bagi saya ada banyak potensi anak muda NTT yang perlu didukung dan dikembangkan lewat kerjasama seperti ini. Saya dan Ge masih punya banyak mimpi bersama untuk kerja kreatif berikutnyaa. Terima kasih alam semesta dan penciptanya yang selalu membuka jalan untuk bertemu orang-orang hebat di sekitar, termasuk anda yang membaca tulisan saya ini. Barangkali berikutnya, giliran kita yang akan bekerjasama. Bukan mustahil kan? 
Bagi yang berminat beli buku saya ini silakan ikut preorder (via whatsapp 081338037075 atau email: dickysenda@gmail.com). Buruan sebelum kehabisan karena saya cetak terbatas (maklum masih bermain di jalur indie).

Hau Kamelin dan Tuan Kamlasi
© Christian Senda
Editor: Mario F Lawi
Peneliti Aksara: AN Wibisana
Ilustrasi Sampul: Allen Fernandez
Desain Sampul: Ge Itammati Idea
Penerbit: Indie Book Corner Jogjakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...