Kami tiba di taman ziarah hampir jam 8 malam dan langsung mulai misa yang dipimpin romo Amanche. Ada sekitar 20an mahasiswa katolik Sumba yang hadir dalam pembukaan rekoleksi tersebut. Banyak yang belum datang, kata Bene, penggagas acara ini.
Pengalaman saya jika diminta untuk berbagi pengalaman dalam sebuah forum diskusi atau forum rekoleksi, saya akan memulai dengan pernyataan bahwa setiap kita punya pengalaman sendiri-sendiri dan punya saya bukan yang paling baik dan tidak harus dicontoh mentah-mentah. Sharing session bagi saya momen bagi siapa saja untuk diajak berefleksi. Kita diajak untuk bercermin dan melihat ke dalam diri kita sekaligus mengajukan pertanyaan kritis. Siapa saya, mengapa begini, apa yang harus dilakukan, jika dia begitu, bagaimana dengan saya, dst.
Mario hadir dan berbagi proses kreatifnya. Dimulai dari masa remajanya yang suka membaca. Katanya, di SMP dulu tulisannya jelek sekali tetapi karena ia tekun mengembangkan budaya membaca untuk dirinya sendiri makan secara langsung berakibat baik ke proses kepenulisannya. Jadi jika ingin menulis yang baik, bacalah sebanyak-banyaknya. Keduanya tak bisa dipisahkan, namun mulailah dengan membaca. Sebab jika hanya mulai dengan menulis saja, ide akan stuck, apalagi kosakata terbatas.
Karena Mario sudah banyak menyinggung soal proses menulis maka saya mengambil jalan lain untuk berbagi pengalaman. Ya, karena saya kira teman-teman yang hadir tidak semuanya berkeinginan menjadi penulis. Pasti ada potensi, minat dan kreativitas lain yang ingin mereka gali dari diri mereka. saya mulai dengan pengalaman berkomunitas, berjejaring lewat media sosial dengan teman-teman di Sumba, saya cerita tentang Humba Ailulu, Namu Angu, Vanny Kadiwanu, kak Jonatan Hanni, Umbu Nababan, Sandro Dandara, dan banyak komunitas dan orang muda hebat di Sumba yang saya kenal. Saya cukup mengikuti proses kreatif mereka, saya salut dan bangga sama teman-teman di Sumba. Saya ingin membuka wawasan teman-teman mahasiswa Katolik Sumba bahwa berjejaring dan bersolidaritas itu penting. Saya bahkan belum bertemu dengan Umbu Nababan atau Vani Kadiwanu tetapi komunikasi kami intens. Jika mereka punya project kreatif apa, saya dan teman-teman di luar Sumba ikut dukung. Dukunganya bagaimana? Manfaatkan kecanggihan teknologi. Facebook dan Twitter hadir untuk kebaikan bukan untuk bergosip saja. Kami pernah menggalang buku untuk mendukung beberapa taman bacaan masyarakat yang ada di Sumba. Kerja-kerja kolaboratif (co-working) saat ini adalah sebuah keniscayaan. Makanya penting bagi kita untuk membuka diri. Jangan karena dari Sumba hanya bergaul dengan sesama Sumba saja.
Kembali ke refleksi internal tadi. Setelah tahu minat dan potensi saya apa, maka lanjutkan dengan buka diri, gabung dengan komunitas yang terkait dengan minat kita. Di sana akan menjadi tempat untuk melatih, belajar, berdiskusi, mengamati, dan banyaak lagi yang bisa dilakukan secara gratis dan sukarela. Saya bilang ke teman-teman mahasiswa Katolik Sumba, jangan terlalu ekslusif. Di Kupang ada banyak sekali komunitas kreatif, ikut saja dan kalian bisa belajar banyak hal di sana. Pengalaman saya, ketika kita berhasil melampaui diri sendiri, bisa keluar dari diri sendiri, pasti akan ada banyak gugatan/pertanyaan dari dalam diri menyikapi situasi di sekitar. Itu bisa memacu ide kreatif, ide yang solutif: saya harus melakukan apa? Pengalaman saya, ketika saya keluar dari diri saya sendiri, dan berinteraksi dengan orang lain, saya akhirnya melihat keberagaman, melihat masalah yang kompleks juga dari berbagai sisi,. Akan ada pertanyaan kritis setelahnya. Akan ada dorongan dan aksi yang saya tuangkan sebagai ide menulis kreatif saya. Ide-ide cerpen saya banyak lahir karena bersinggungan dengan orang lain. Latar dan konflik dalam cerpen saya banyak terinspirasi dari pengalaman bertemu banyak orang.
Sekali lagi kita akan mendengar banyak pengalaman orang lain, namun pada prosesnya semua akan dikembalikan ke diri sendiri. Refleksi, motivasi dan segala dorongan harus diolah sendiri secara mandiri. Tentu saja setelah kita menyerap banyak energi positif dari lingkungan sekitar, dari pengalaman kita berinteraksi dengan orang lain. Semua itu akan memperkaya diri kita dan hasil dari kerja kreatif akan unik dan otentik.
Kupang, 23 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...