Mery Bame (Copyright Mery Bame) |
Hari ini saya punya pengalaman luar biasa. Saya mengawali hari dengan refleksi hari kemarin yang masih berlanjut, “apakah saya sudah serius 100% di GMB ini? Apa sih yang mau saya lakukan dan perjuangkan di sini?”
Ada titik ketika kak Aya bilang, “Jika saya berhenti berjuang maka saya membiarkan orang lain, mereka yang termarjinalkan, untuk mati!” Seorang teman saya, Mery Bame, dari Papua mengingatkan saya bahwa diskriminasi di Indonesia Timur masih ada, sangat kuat bahkan, tapi perlu kita semua lawan.
Saya ingat setahun lalu ketika saya mendapatkan dua kesempatan emas dari pemerintah Australia lewat program ELTA hingga berkesempatan ikut seleksi beasiswa AAS hingga ke tahap akhir (JST interview). Saya sadar saya tak mengambil kesempatan itu sepenuhnya. Persiapan diri saya yang harusnya bisa maksimal nyatanya Cuma setengah saja. Saya gagal. Saya menyesal. Semua sudah lewat.
Bang Az selalu bilang, jika ada kesempatan di depan mata, ambil! Tapi ingat, komitmen dengan keputusan itu. Kata bang Az, kalau sudah komit, hidup salah, matipun salah. Ya artinya ya dan tidak artinya tidak.
Keputusan dan keberanian saya untuk meninggalkan pekerjaan saya dan mengambil kesempatan bergabung dengan GMB tentu bukan pengorbanan yang kecil. Saya tidak menyesal. Tekad sudah bulat, saya sudah terjun ke GMB, ya sudah lakukan saja apa yang saya bisa. Saya tak mungkin menarik dan menghapus semuanya lagi. Mery, kak Aya, bang Az telah mengingatkan saya, untuk apa saya ada di GMB ini.
NB: ini merupakan catatan reflektif berseri paska GMB youth adventure & youth leaders forum 2015 di semarang dan jakarta beberapa waktu lalu. Baca selengkapnya tentang kegiatan ini di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...