Sudah berapa lama menjadi guru?
Saya memulai karir profesional di lingkungan pendidikan dengan bekerja sebagai konselor pendidikan di Playgroup, TK dan SD Alam Anak Prima di Jogjakarta sejak tahun 2009. Saat itu saya sudah di semester akhir bangku kuliah. Saya butuh uang jajan sendiri dan kebetulan teman sekelas saya yang empunya sekolah tersebut.
Awalnya saya ke sana untuk praktik dari matakuliah psikologi terapan. Akhirnya saya benar-benar ditawari bekerja di sana, menjadi asisten psikolog yang ada di sekolah tersebut sekaligus menjadi konselor pendidikan. Sempat saya diminta juga untuk menjadi supervisor guru-guru ketika rekan kerja sedang cuti melahirkan. Menyenangkan pokoknya saat itu. Sambil skripsi saya bekerja. Kadang harus home visit ke rumah orang tua murid dan disaat bersamaan harus mengejar dosen ke kampus. Begitulah serunya. Saya lulus tepat waktu (8 semester) dan melanjutkan karir saya. Tahun 2011 saya kembali ke Kupang sempat menjadi customer service di salah satu provider dan akhirnya harus kembali ke sekolah. Labuhan saya kini, SMPK St. Theresia Kupang.
Menjadi guru BK memang tak mudah, untuk daerah yang persepsi terhadap peran konselor sekolah dan psikologi pendidikan masih kurang. Saya harus melawan stigma itu sedangkan di sisi lain saya harus membuktikan bahwa bimbingan dan konseling di sekolah sangat penting bagi siswa dan bicara psikologi anak juga psikologi pendidikan tak bisa disepelekan. Saya pakai berbagai teknik untuk mendekati siswa dan juga mendekati guru (mendekat untuk merubah persepsi mereka). Bicara bimbingan dan konseling maka kita akan bicara minat, bakat dan potensi diri siswa. Dari sana, kita akan bicara juga bimbingan karir, cita-cita, disamping bicara masalah pribadi dan sosial siswa. Saya mulai aktif membangun ruang kreatif untuk siswa. Bersama kita bikin film pendek, aktifkan mading, bikin kelompok fotografi, bikin kelompok jurnalistik, belajar sastra. Di dalam kegiatan-kegiatan tersebut, bimbingan dan konseling saya sisipkan. Ada konfrensi kasus, ada konseling individu, ada konseling kelompok dan klasikal. Kita bikin film pendek soal anti bullying dan memutar-mendiskusikannya di kelas. Banyak hal menyenangkan kami lakukan bersama. Saya bangga bisa bertumbuh bersama siswa-siswa saya. Kadang saya bisa menjadi guru, orang tua, kakak sekaligus sahabat mereka. Saya mengerti, menghadapi remaja kadang gampang-gampang susah. Kadang ada keinginan untuk bertualang saja, atau menulis saja, tapi panggilan untuk mengajar, berbagi ilmu dengan orang lain seperti punya kekuatan tersendiri. Kadang merasa bosan dengan rutinitas di sekolah, saya lantas mengambil inisiatif untuk bikin kegiatan outbond, pergi ke kota tua, atau sekedar mengumpulkan buku bekas dan memberikannya ke taman baca di penggiran kota Kupang. Saya tidak tahu akan menjadi konselor pendidikan hingga kapan. Di luar sekolah, saya aktif di berbagai komunitas menulis dan komunitas yang bergerak di kegiatan sosial. Keinginan saya satu, saya bisa bekerja tapi juga bisa jalan-jalan. Ah, kaki saya seperti kereta saja. Saya bersyukur saya dimampukan untuk berpikir dan bertindak kreatif, dengan demikian saya bisa menangkalnya jika sedang bosan. bosan pada rutinitas. Saya bangga, hingga usia ini saya bisa menggunakan talenta saya untuk berbagi dengan orang lain. Di situlah letak kebahagiannya. Ya, bicara materi, berapa sih gaji guru swasta? Tapi dalam hidup apa itu saja yang ingin cari? Kelak ketika saya dipanggil Tuhan, saya pasti akan merasa bangga karena sudah pernah bikin ini itu melakukan ini itu, pergi ke sana kemari, ketemu orang ini orang itu, dst...dst...
|
untuk melatih kemampuan leadership, selalu ada pemimpin rapat tiap minggu |
|
Solidaritas St. Theresia |
|
empat anak ini awalnya membuat saya kewalahan, sekarang saya sudah pegang 'kunci' mereka |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...