Sejak akhir Januari 2015 saya mulai sibuk dengan beberapa program
kecil yang saya rancang bersama kelompok murid dari kelas 7 SMPK St.
Theresia. Mengapa kelas? Tahun ajaran ini saya dipercaya untuk menjadi
konselor kelas 7. Saya memulai dengan sebuah kepercayaan bahwa mereka,
murid-murid saya punya potensi yang besar. Sejak tahun 2012, saat
pertama kali mengajar di Speqsanter, begitu biasa sekolah ini disebut
muri dan alumninya, saya sudah memulai dengan membentuk kelompok
jurnalis pelajar. Konselor kok bikin kelompok jurnalis? Saat itu pikiran
sederhana saya adalah mading sekolah sedang tak aktif, di sisi lain
para siswa sangat aktif di dunia online (media sosial). Mereka punya
segala fasilitas yang bisa mendukung kegiatan memotret, mengutak-atik
laptop, dll. Kedua, saya punya backgorund sebagai penulis dan blogger.
Ketiga, mereka cukup percaya diri untuk menampilkan apa saja yang mereka
punyai. Nah potensi itu yang saya tangkap.
Lalu hubungannya dengan
dunia konseling? Media dan segala potensi itu saya pakai sebagai salah
satu jalan saya untuk melakukan bimbingan dan konseling. Amanat
departemen pendidikan nasional kita mengamanatkan tugas guru BK sebagai
pendorong minat dan bakat siswa. Klop sudah kan? Kami memulai project
perdana dengan membuat film pendek, Proverbs 17:17. Film bagi saya
sebagai media komunikasi. Menyampaikan ide, gagasan sekaligus media
konseling. Film bisa jadi alat kampanye. Selanjutnya kami menangkap
adanya isu-isu seputar disiplin, persahabatan, dan bully maka lahirlah
beberapa film kampanye yang kami buat bersama, dan kami tampilkan dari
kelas ke kelas. Ada diskusi yang menarik selanjutnya.
Sebagai
bloger, saya juga membuat blog yang sekarang sudah menjadi
www.smpktheresia.web.id. Segala hal yang terjadi disekolah saya upayakan
terekam dan dimuat di blog tersebut. Sejauh ini sudah berjalan baik.
Sabtu, 7 Februari 2015 rencananya saya akan memberikan pelatihan untuk 5
siswa yang saya pilih sebagai admin blog tersebut. Selain admin,
kelompok siswa yang saya rekrut ada yang bertugas sebagai reporter, saya
tugaskan menulis berita, menulis artikel dan mewawancarai narasumber.
Saya ingin mereka belajar sensitif terhadap perubahan kecil di sekitar
mereka. Perubahan, fenomena atau kejadian yang kapan saja terjadi di
sekolah.
Seminggu sekali kami bertemu. Saya percayakan mereka
berganti-gantian memimpin rapat. Saya ingin melatih kemampuan leadership
mereka.
Oya, mereka yang saya pilih adalah perwakilan dari setiap
kelas, dua hingga 4 siswa. Saya punya tujuan, mereka ini akan menjadi
contoh di kelas. Kami akan melaksanakan pelatihan konselor sebaya bulan
depan. Kelompok ini juga akan menjadi konselor sebaya. Banyak sekali ya
tugas mereka. Lalu siswa yang lain tidak dilibatkan?
|
Mewawancarai Suster Kepala Sekolah |
Semua siswa
yang saya bimbing mendapat kesempatan yang sama untuk menampilkan minat
dan bakat mereka. Saya mengawali program saya dengan asesmen seluruh
siswa: potensi, minat dan bakat paling saya utamakan, termasuk juga
kelemahan mereka di bagian mana. Mulai sekarang tugas majalah dinding
saya serahkan ke setiap kelas untuk menerbitkan mading per minggu. Semua
mendapat jatah. Seluruh siswa dari setiap kelas saya dorong untuk
menampilkan setiap potensi mereka. Bikin puisi, cerpen, opini, sketsa?
Bikin manga dan fotografi? Hasil terbaik dari majalah dinding biasanya
saya masukan juga ke blog.
Sejak tahun lalu, komunitas tempat saya
bergiat, Solidaritas Giovanni Paolo sedang merintis taman baca dan PAUD
di Noehaen Amarasi Timur, Kabupaten Kupang. Lewat kelompok Jurnalis
Pelajar Speqsanter, saya ajak seluruh siswa untuk peduli pada
teman-teman mereka di pinggiran Kota Kupang. Saya katakan kepada mereka,
saat ini kesenjangan pembangunan dan akses ke pendidikan amat kentara
antara Kota Kupang dan area di sekitarnya. Noehaen tak seberapa jauhnya
dari Kupang namun akses terhadap buku bacaan sangat minim. Sedangkan
murid-murid saya di sekolah, orang tua mereka mudah sekali membelikan
mereka buku di Gramedia, dll. Ketika saya tanya, apa punya buku bekas
pelajaran SD, Majalah Bobo dan Komik di rumah? Mereka serempak menjawab,
banyaaaak pak. Katong ju sonde baca lai, tatumpuk digudang. Baik sekali
kalau itu dikirim ke taman baca di Noehaen kan? Maka lahirlah ide
#BukuUntukNoehaen di media sosial. Kami memakai twitter @smp_theresiakpg
dan Instagram untuk menggalang buku-buku tersebut dari siswa. Lumayan
responnya.
Lalu apa saja agenda berikutnya? Tanggal 15 Februari
2015 kami berencana mengunjungi Klenteng Lay untuk liputan. Sebentar
lagi akan ada Imlek. Ini momen yang pas untuk mereka belajar sejarah
kota tua Kupang, tahun baru Cina sekaligus belajar bertoleransi terhadap
segala perbedaan agama dan budaya di sekitar mereka. Doakan kami,
segala kegiatan ini berjalan baik. Bagi kakak-kakak sekalian, jurnalis,
fotografer dan praktisi mulitemdia di Kupang, boleh lho ya punya waktu
mampir ke sekolah kami untuk bikin kegiatan workshop kecil untuk kami.
Ayolah...hehehe....
|
Putry Kolfidus dan Anna Waso |
|
Habel Rodja |
|
Liputan Cooking Class |
|
Latihan mewawancarai narasumber |
|
dropbox #BukuUntukNoehaen |
|
Charryn dan Angel |
|
Grant |
|
Misel Bell |
|
Laura Kennenbudi Ketua Tim Jurnalis Pelajar Speqsanter |
|
James Fanggidae mendapat tugas pimpin rapat |
|
Rapat Mingguan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...