--cerpen christian senda
Adakah
dongeng manis tentang senja dan hujan yang jatuh cinta? Di kota karang ini, ada
setahun waktunya dongeng itu dilukis.
“Maaf
sekali aku tak bisa.” Suaramu yang getir tersapu angin malam sehingga yang
kudengar tak begitu jelas. Kukira-kira saja kalimatmu begitu. Apakah begitu?
Kau pastinya orang yang jujur.
“Akan saya tunggu sampai kapan kala itu datang. Kau
harus memutuskan. Selesaikan baik-baik dengan pacarmu dan kita bisa memulai
langkah baru.”
Hingga
setahun kemudian, waktu menunggu terus terlukis. Kau menyelesaikan hubunganmu
dan saya memulai dengan lebih tentram dan bertanggungjawab. Hujan dan senja
adalah tokoh yang paling sering kita perankan. Kita tahu keajaiban senja
mengirim banyak pesan. Senja adalah
pendengar yang baik. Sebulan sekali kita akan beradu kisah tentang purnama yang
menguning dari bukit-bukit kering. Kau mengingatkanku setiap kali kalender
bulan di laptopmu menunjukan bulatan yang penuh dan aku sering salah menebak
kapan purnama itu
tiba. Waktu memang akan terasa singkat, tapi siapa yang mengira catatan tentang
kita nantinya terlalu sulit untuk dihapus. Hujan dan senja bergantian atau
bersamaan mengisi buku hidup masing-masing dengan gambar terbaiknya, kadang
jelek, kadang biasa saja. Senja yang moody
dan hujan yang tak sabaran.
Dalam
rentang kisah yang singkat ini, kau pernah menghadirkan Bumi, marungga yang kau
baptis entah sebagai anakmu dengan sertifikat lahir berbahasa Inggris. Ada juga
Kitty yang kerap bermanja padaku dan sempat membuat kegaduhan kecil jelang
kelahiran anak semata wayangnya. Sementara aku sendiri menasbihkan Tuk-Tuk
sebagai sahabat kita berkelana.
***
copyright myislamicpartner.com |
Butuh
setahun lebih untuk mengejarmu dan cukup semalam kau patahkan sepatah-patahnya
segala yang telah kita bangun bersama. Perasaan saya memang selalu tajam, saya
akui kehebatannya itu. Dan terbukti di belakang saya, kau mencoba bermain api.
Ah terbakar sudah. Hangus lalu jadi abu yang tersapu oleh angin ke arahku saja,
terhirup dan menyesakkan dada semalam suntuk. Dua malam tiga malam entah hingga
malam ke berapa sakit ini benar-benar akan lenyap ataukah ia akan bertahan
lama, menjalar dan meremukkan segala yang dialiri darah. Ia yang dalam diam,
akan mematikan sel demi sel. Kau yang bermain, aku yang luka berdarah.
Malam
ini kulihat bulan setengah berseri. Tapi ia tak lagi berarti. Besok sore senja
akan merona, tapi barangkali ia akan mati. Besoknya lagi hujan tinggallah nama.
Apakah dongeng itu mematikan? Bulan akan lenyap di trotoar jalan. Senja dan
hujan selamanya akan dihimpit batu karang pantai di Barat sana (pantai rahasia
kita). Tiada seindah dulu. Adakah lagu paling menyayat-meremuk hati jadi patah
sepatah-patahnya? Janganlah kau tanya
apakah hal itu selirih lagu Cry Me A River? Jika
pun kau adalah Alice dalam film Killing Me Softly, biarkanlah aku
merenung. Kemana cinta harus dicari? Mengapa ia harus diperjuangkan
mati-matian? Berapa lama harus bertahan jika ada yang berkhianat?
Ada
orang yang pernah bersabda tentang kebahagiaan, tentang ketulusan dalam sebuah
makan malam perayaan ulang tahun di sebuah restoran Aceh yang mana menu utama
adalah puisi-puisi usang Sapardi. Aku ingat, kini sabda itu adalah omongan yang
kosong, tiada angin. Barangkali dalam kehampaan yang paling naas ini, luka akan
abadi, sementara kau pengelana yang terus mencari-cari yang baru.
Selamat
berbahagia dengan pilihan barumu.
Jika
bosan dengan sesuatu, perlakukanlah sewajar dan seadilnya. Apa yang diawali
dengan dialog dan keputusan bersama eloknya diselesaikan dengan baik tanpa ada
pihak yang merasa dikhianati. Kesepakatan yang baik ada di depan mata, bukan
memercik dan menikmati api di belakang. Jika belum merasa sakit karena cinta,
maka berhentilah menipu diri. Barangkali perlu menepi dari berkelana sekedar
merenung, barangkali berniat merasakan bagaimana rasanya berada di posisi orang
lain yang disakiti.
***
Perlahan
rumah ini runtuh. Senja dan hujan lenyap. Bulan jatuh ke neraka. Pohon-pohon
dan seisi bumi luluh. Tertinggal bunyi hu yang panjang dari laptop yang berisi
tulisan ini dengan baterai sisa 10%. Kolaps. Patah. Sedih entah masih tertulis
dalam beberapa bab lagi. Aku tak kuat lagi melanjutkannya. Sungguh patah.
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...