Minggu, 02 November 2014

Patah



--cerpen christian senda
Adakah dongeng manis tentang senja dan hujan yang jatuh cinta? Di kota karang ini, ada setahun waktunya dongeng itu dilukis.
“Maaf sekali aku tak bisa.” Suaramu yang getir tersapu angin malam sehingga yang kudengar tak begitu jelas. Kukira-kira saja kalimatmu begitu. Apakah begitu? Kau pastinya orang yang jujur.
“Akan  saya tunggu sampai kapan kala itu datang. Kau harus memutuskan. Selesaikan baik-baik dengan pacarmu dan kita bisa memulai langkah baru.”
Hingga setahun kemudian, waktu menunggu terus terlukis. Kau menyelesaikan hubunganmu dan saya memulai dengan lebih tentram dan bertanggungjawab. Hujan dan senja adalah tokoh yang paling sering kita perankan. Kita tahu keajaiban senja mengirim banyak pesan. Senja adalah pendengar yang baik. Sebulan sekali kita akan beradu kisah tentang purnama yang menguning dari bukit-bukit kering. Kau mengingatkanku setiap kali kalender bulan di laptopmu menunjukan bulatan yang penuh dan aku sering salah menebak kapan purnama itu tiba. Waktu memang akan terasa singkat, tapi siapa yang mengira catatan tentang kita nantinya terlalu sulit untuk dihapus. Hujan dan senja bergantian atau bersamaan mengisi buku hidup masing-masing dengan gambar terbaiknya, kadang jelek, kadang biasa saja. Senja yang moody dan hujan yang tak sabaran.
Dalam rentang kisah yang singkat ini, kau pernah menghadirkan Bumi, marungga yang kau baptis entah sebagai anakmu dengan sertifikat lahir berbahasa Inggris. Ada juga Kitty yang kerap bermanja padaku dan sempat membuat kegaduhan kecil jelang kelahiran anak semata wayangnya. Sementara aku sendiri menasbihkan Tuk-Tuk sebagai sahabat kita berkelana.

***
copyright myislamicpartner.com

Butuh setahun lebih untuk mengejarmu dan cukup semalam kau patahkan sepatah-patahnya segala yang telah kita bangun bersama. Perasaan saya memang selalu tajam, saya akui kehebatannya itu. Dan terbukti di belakang saya, kau mencoba bermain api. Ah terbakar sudah. Hangus lalu jadi abu yang tersapu oleh angin ke arahku saja, terhirup dan menyesakkan dada semalam suntuk. Dua malam tiga malam entah hingga malam ke berapa sakit ini benar-benar akan lenyap ataukah ia akan bertahan lama, menjalar dan meremukkan segala yang dialiri darah. Ia yang dalam diam, akan mematikan sel demi sel. Kau yang bermain, aku yang luka berdarah.  
Malam ini kulihat bulan setengah berseri. Tapi ia tak lagi berarti. Besok sore senja akan merona, tapi barangkali ia akan mati. Besoknya lagi hujan tinggallah nama. Apakah dongeng itu mematikan? Bulan akan lenyap di trotoar jalan. Senja dan hujan selamanya akan dihimpit batu karang pantai di Barat sana (pantai rahasia kita). Tiada seindah dulu. Adakah lagu paling menyayat-meremuk hati jadi patah sepatah-patahnya? Janganlah kau tanya apakah hal itu selirih lagu Cry Me A River? Jika pun kau adalah Alice dalam film Killing Me Softly, biarkanlah aku merenung. Kemana cinta harus dicari? Mengapa ia harus diperjuangkan mati-matian? Berapa lama harus bertahan jika ada yang berkhianat?
Ada orang yang pernah bersabda tentang kebahagiaan, tentang ketulusan dalam sebuah makan malam perayaan ulang tahun di sebuah restoran Aceh yang mana menu utama adalah puisi-puisi usang Sapardi. Aku ingat, kini sabda itu adalah omongan yang kosong, tiada angin. Barangkali dalam kehampaan yang paling naas ini, luka akan abadi, sementara kau pengelana yang terus mencari-cari yang baru.
Selamat berbahagia dengan pilihan barumu.
Jika bosan dengan sesuatu, perlakukanlah sewajar dan seadilnya. Apa yang diawali dengan dialog dan keputusan bersama eloknya diselesaikan dengan baik tanpa ada pihak yang merasa dikhianati. Kesepakatan yang baik ada di depan mata, bukan memercik dan menikmati api di belakang. Jika belum merasa sakit karena cinta, maka berhentilah menipu diri. Barangkali perlu menepi dari berkelana sekedar merenung, barangkali berniat merasakan bagaimana rasanya berada di posisi orang lain yang disakiti. 

***
Perlahan rumah ini runtuh. Senja dan hujan lenyap. Bulan jatuh ke neraka. Pohon-pohon dan seisi bumi luluh. Tertinggal bunyi hu yang panjang dari laptop yang berisi tulisan ini dengan baterai sisa 10%. Kolaps. Patah. Sedih entah masih tertulis dalam beberapa bab lagi. Aku tak kuat lagi melanjutkannya. Sungguh patah.

2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beta tunggu lu pung komentar di sini, danke...